Surat Gembala Hari Pangan Sedunia 2013

203
Dok. HIDUP
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Dalam rangka Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-33 tiap 16 Oktober, Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo mengeluarkan Surat Gembala. Surat ini disampaikan sebagai pengganti khotbah pada Misa Sabtu/Minggu, 28/29 September 2013 di paroki-paroki Keuskupan Agung Jakarta, sekaligus menyongsong bulan Rosario pada bulan Ok tober. Surat Gembala ini berjudul: “Makin Beriman, Makin Bersaudara, Makin Berbelarasa melalui Pangan Sehat”. Berikut isi lengkapnya:

Para Ibu dan Bapak, Suster, Bruder, Frater, kaum muda, remaja dan anak-anak yang terkasih dalam Kristus,

1. Setiap tanggal 16 Oktober Gereja Katolik ikut memperingati Hari Pangan Sedunia sebagai wu jud keterlibatan Gereja di tengah kecemasan dan keprihatinan dunia ini. Sehubungan dengan per ingatan itu, baiklah kita merenungkan beberapa hal.

2.1. Pada tanggal 5 Juni 2013 yang lalu, Bapa Suci Fransiskus menyampaikan
pesan yang sangat berharga untuk kita renungkan dan laksanakan. Beliau mengajak kita untuk menghindari pemborosan makanan. Dalam rangka peringatan Hari Pangan Sedunia, pesan itu menjadi sangat tajam karena beliau juga mengatakan bahwa jika kita memboroskan, menyia-nyiakan dan membuang makanan, kita merampok orang-orang miskin dan lapar!

2.2. Kata-kata Bapa Suci sungguh patut kita renungkan karena di sekitar kita masih banyak orang lapar, bahkan kelaparan. Menurut data Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa, satu dari tujuh orang di dunia ini kekurangan makan. Prosentase orang yang kelaparan itu makin besar di negara-negara yang sedang berkembang, apalagi yang masih terbelakang. Dari lain pihak sangatlah menyedihkan karena menurut organisasi yang sama, di seluruh dunia ada 1,3 milyar ton makanan dibuang setiap tahun. Kondisi yang sangat memprihatinkan ini mendorong Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengangkat tema “Pikir, Makan dan Selamatkan” untuk Hari Lingkungan Hidup 5 Juni yang lalu. Terjemahan tema itu ke dalam bahasa Indonesia adalah “Ubah Perilaku dan Pola Konsumsi untuk Selamatkan Bumi”. Keprihatinan ini pulalah yang menggerakkan Bapa Suci untuk menyampaikan pesan di atas.

3.1. Keadaan kita di Indonesia masih boleh dikatakan lumayan. Pada awal tahun 1990-an tingkat kelaparan masih pada angka sekitar 20 persen. Sekarang keadaan sudah lebih baik: artinya dari semula satu dari lima sekarang
menjadi satu dari sepuluh orang Indonesia mengalami kelaparan. Tetapi yang disebut lebih baik itu masih tetap jelek, karena itu berarti ada sekitar 24 juta orang di seluruh Indonesia, dan tentu sebagian itu ada di Jakarta dan sekitarnya, yang mengalami kelaparan. Angka-angka ini tentulah dan seharusnya mengusik hati nurani kita. Apalagi kalau kita melihat orang-orang –mungkin kita sendiri termasuk di dalamnya – memboroskan makanan, tidak menghabiskan yang diambil dan membuangnya! Banyak orang bertindak tanpa berpikir panjang dan tidak peduli seperti itu.

3.2. Ketidakpedulian seperti itu sering juga tampak terhadap diri kita sendiri. Sering kita sekadar makan kenyang dan enak, kurang memikirkan dampak untuk kesehatan. Gejala banyaknya penyakit yang diakibatkan oleh salah pilih makanan, menunjukkan kekurang-pedulian kita.

Saudari-saudara terkasih,

4. Kritik terhadap kenyataan yang serupa kita dengar dari sabda Tuhan yang diwartakan pada hari ini. Nabi Amos mengecam keras sikap orang-orang yang merasa puas dengan melakukan kewajiban-kewajiban dan ritual ibadah serta merasa nyaman dengan harta dan kekayaan mereka yang bebas mereka gunakan tanpa kesadaran akan tanggung-jawab sosial (Am 6:1a,4-7). Sementara itu, kisah tentang orang kaya dan Lazarus (Luk 16:19-31) perlu dibaca dengan baik agar kita dapat memetik pesan yang utama. Pada awal sejarahnya, di lingkungan warga Gereja –yang pada umumnya terdiri dari orang-orang kelas menengah ke atas- berkembang kesadaran kuat untuk berbagi kehidupan dengan saudari-saudara mereka yang tidak seberuntung mereka, sehingga terbangunlah kebersamaan di mana setiap anggotanya mengalami kesejahteraan (bdk Kis 2:44-45; 4:34-35). Kebersamaan seperti itu hanya mungkin terjadi kalau kebutuhan-kebutuhan dasar orang-orang seperti Lazarus dipenuhi, dan dengan demikian diangkat martabatnya. Di lain
pihak, hati nurani orang-orang kaya seperti yang diceritakan dalam perumpamaan ini mesti diasah, agar mereka tidak hanya kaya dalam harta dunia tetapi dalam kemurahan (bdk 2 Kor 8:2) dan kebajikan (1 Tim 6:18). Dengan demikian semua warga Gereja baik yang kaya maupun yang miskin akan berkembang sebagai “manusia Allah” (1 Tim 6:11), sebagaimana dikatakan oleh Rasul Paulus.

5. Apa yang bisa kita buat? Bapa Suci memberikan pesan yang sangat konkrit yaitu tidak menyisakan makanan –termasuk air- dan membuangnya. Perlu diingat, bahwa air bersih, di mana-mana termasuk di wilayah Keuskupan Agung Jakarta, semakin sulit diperoleh dan mahal. Tampak sederhana, tetapi jika sungguh-sungguh diwujudkan, pesan Bapa Suci itu akan sangat bermakna dalam rangka membangun kehidupan bersama yang semakin sejahtera.

6. Kita juga diajak peduli pada kesehatan sendiri. Godaan untuk menyantap makanan yang terasa enak meski kurang sehat datang bertubi-tubi dalam hidup sehari-hari. Tema yang diangkat untuk Hari Lingkungan Hidup pada bulan Juni yang lalu sangat bagus untuk diterapkan pada diri sendiri, yaitu berpikir sejenak
sebelum kita makan: berpikir untuk memilih makanan yang sehat dan menyelamatkan bumi. Sangat diharapkan agar gerakan ini tidak hanya bersifat
pribadi tetapi menjadi gerakan keluarga, komunitas, lingkungan, wilayah, paroki, Keuskupan Agung Jakarta dan Gereja semesta. Saudari-saudaraku yang terkasih,

7. Ada alasan lain yang ikut memperparah keadaan, yaitu ketidakpedulian manusia pada alam. Ketidak pedulian kita terhadap alam menyebabkan tanah makin rusak dan tidak subur, air makin kotor dan tercemar, udara makin panas
dan mengandung racun. Itu semua ikut mempengaruhi secara negatif produksi pangan. Karena itu, gerakan peduli pangan tidak bisa dipisahkan dari gerakan peduli lingkungan hidup. Dengan demikian gerakan peduli sampah, pantang plastik dan styrofoam, peduli air dan gerakan kepedulian lain layak kita teruskan dan tingkatkan.

8. Sementara itu kita akan memasuki bulan Oktober, bulan Rosario. Baiklah
kita juga memakai kesempatan bulan Rosario ini untuk berdoa bersama dan seperti Maria, Bunda Gereja. Dengan berdoa rosario, kita berdoa bersama Bunda Maria agar mereka yang kelaparan bisa dikenyangkan dan yang kenyang bisa lebih tergerak untuk berbagi dan membantu. Kita doakan agar kepedulian dan solidaritas masyarakat, khususnya para pengikut Yesus, makin
meningkat. Dengan rosario pun kita berdoa seperti Maria, yaitu dengan
“menyimpan dan merenungkan segala perkara dalam hati” (bdk Luk. 2: 51) agar kita bisa semakin mengetahui kehendak Bapa di dunia ini dan kemudian dengan tekun melaksanakannya.

9. Akhirnya, bersama-sama dengan para imam, diakon dan semua pelayan umat, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada para Ibu/Bapak/Suster/
Bruder/adik-adik kaum muda, remaja dan anak-anak semua yang dengan satu dan lain cara ikut terlibat dalam karya perutusan Gereja Keuskupan Agung Jakarta. Melalui gerakan Hari Pangan Sedunia, kita diutus untuk berbagi kebaikan kepada sesama umat kita maupun masyarakat luas. Sambil menimba
kekuatan dari teladan Bunda Maria, kita berharap bahwa gerakan belarasa tetap berlanjut dan menjadi habitus umat di Keuskupan Agung Jakarta yang kita cintai ini. Salam dan Berkat Tuhan untuk Anda semua, keluarga dan komunitas Anda.

Mgr Ignatius Suharyo

Mgr Ignatius Suharyo [Dok. HIDUP]
Mgr Ignatius Suharyo
[Dok. HIDUP]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here