Kisah Peziarah Asal Indonesia

301
Doa Bapa Kami berbahasa Jawa di Yerusalem.
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Setiap tahun, Medjugorje menyerap sekitar tiga puluh juta peziarah dari berbagai belahan dunia. Di antaranya, Jonki Ananta Koeswara dan Hendra Setiadharma, dua peziarah dari Indonesia.

Sekitar 20 tahun lalu, pertama kali Jonki Ananta Koeswara beserta keluarganya berziarah ke Medjugorje. Banyak biro perjalanan wisata rohani yang menawarkan perjalanan ke Eropa Timur, dan salah satu tempat yang disinggahi adalah Medjugorje. Jonki, sapaan akrabnya, memberikan kesan bahwa Medjugorje adalah tempat yang menyenangkan untuk berziarah, hikmat untuk berdoa, dan dipercaya adanya penampakan Bunda Maria.

Perintis salah satu Biro Perjalanan Wisata Rohani yang berkantor pusat di Jakarta ini pun mengisahkan pengalamannya berziarah ke Medjugorje hingga tiga kali bersama para peziarah lain dari Indonesia. “Ziarah yang ketiga bersama peserta tour, didampingi oleh Romo Yohanes Indrakusuma OCarm pada Mei 2013. Kami serombongan tiga bus dan tinggal di sana tiga malam,” ungkapnya.

Kisah lainnya diceritakan Hendra Setiadharma yang baru sekali berziarah ke Medjugorje. Hendra, sapaan akrabnya, pada 2012 berziarah ke Medjugorje bersama 16 peziarah lainnya dari Indonesia, termasuk satu pastor yang mendampingi.

Hendra, yang bekerja di salah satu Biro Perjalanan Wisata Rohani yang berkantor pusat di Depok, Jawa Barat, mengisahkan bahwa di Medjugorje banyak aktivitas yang dilakukan para peziarah, yang tak jauh berbeda dengan tempat ziarah pada umumnya. “Pada saat itu banyak peziarah datang ke sana. Banyak aktivitas yang dilakukan, seperti berdoa rosario, mengaku dosa, jalan salib, dan mengikuti Misa,” katanya.

Tahu Belum Diakui
Sebagai devosan, Jonki mengaku mengetahui kabar bahwa Medjugorje merupakan tempat yang belum diakui keotentikannya mengenai penampakan Bunda Maria oleh Tahkta Suci. “Ya kami tahu akan hal itu,” ujar warga Paroki Katedral Bogor, Jawa Barat, ini. Demikian pula Hendra juga mengetahui kabar tersebut. “Saya pernah mendengar keterangan itu,” ujar warga Paroki Bunda Hati Kudus Kemakmuran, Jakarta ini.

Tak Ada Salahnya
Jonki dan Hendra sepaham bahwa tidak ada salahnya Medjugorje menjadi tempat berziarah. Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa Medjugorje dapat dijadikan tempat doa peziarah, untuk datang sebagai devosi ke pada Bunda Maria dan juga untuk menambah iman sebagai peziarah Katolik. Ia mengakui, setelah berziarah ke Medjugorje, “saya merasa menambah pengalaman iman untuk menjadi seorang Katolik yang baik.”

Demikian pula Hendra, secara pribadi ia tidak terganggu dengan berita itu, sejauh peziarah bisa merasakan kedamaian, berdoa di sana, dan menyakini adanya penampakan Bunda Maria di Medjugorje. Pria berusia 55 tahun ini juga mengakui, setelah berziarah ke Medjugorje “bisa merasa lebih dewasa dalam hal iman, sabar, tabah, bersyukur, dan berdoa.”

Tempat Penampakan Bunda Maria yang Telah Diakui Secara Resmi
1. Guadalupe, Meksiko (1531)
2. Quito, Ekuador (1594-1634)
3. Siluva, Lithuania (1608-1612)
4. Laus, Perancis (1664-1718)
5. Paris, Perancis (1830)
6. Roma, Italia (1842)
7. La Salette, Perancis (1846)
8. Lourdes, Perancis (1858)
9. Pontmain, Perancis (1871)
10. Gletrzwald, Polandia (1877)
11. Knock, Irlandia (1879)
12. Castelpetroso, Italia (1888-1890)
13. Fatima, Portugal (1917)
14. Beauraing dan Banneux, Belgia (1932-1933)
15. Kibeho, Rwanda (1981)

Belum Diakui
1. Garabandal, Spanyol (1961)
2. Medjugorje, Bosnia (1981)

Ditolak
1. Naju, Korea (1985)
2. Centeno, Argentina (2010)

Agustinus Suprimanto

HIDUP NO.09 2014, 2 Maret 2014

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here