Retas Keluarga Katolik Sejati

264
Semai Tunas Baru: Suasana program Discovery bagi pasangan calon menikah.
[HIDUP/Yanuari Marwanto]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Persoalan keluarga beraneka ragam. Komisi Keluarga KAJ membuat program pendampingan untuk “keluarga sehat”. Pencegahan lebih baik daripada reaktif.

Sarapan bersama, itulah komitmen yang digenggam Theodorus Adrian Widyarsa bersama istrinya, Bernadette Wahyunyanti Gunawan dalam membangun biduk keluarga. Setiap pagi, pasutri yang menikah pada 5 Juli 1998 dan telah dikaruniai dua buah hati ini selalu duduk bersama di meja makan sebelum masing-masing beraktivitas.

“Memang ada kesepakatan, kami sarapan bareng. Yang pimpin doa bergiliran. Sebelum selesai semua, tak ada yang boleh beranjak pergi duluan,” ujar umat Paroki St Antonius Padua Bidaracina, Jakarta Timur ini. Mereka sadar, kesibukan pekerjaan dan aktivitas sekolah dua anaknya menjadi kendala untuk punya waktu bersama. Maka sarapan bersama dan beberapa komitmen lain diambil untuk menjembatani komunikasi dan kebersamaan sebagai Gereja mini.

Butuh Komitmen
Theo dan istrinya mengaku, mereka awalnya kesulitan untuk merealisasikan komitmen sarapan bersama. “Tapi, ya harus dilatih, bahkan dipaksa agar jalan! Orangtua harus punya komitmen dan mendidik anak agar mampu mempersembahkan waktu untuk kebersamaan,” lanjutnya. Tak heran, mereka pun bisa makan malam bersama tiap Selasa malam.

Meski singkat, makan bersama menjadi waktu untuk berkomunikasi antara Theo dengan keluarganya. Biasanya mereka saling bercerita pengalaman masing-masing, membahas berita aktual, bertukar pikiran, nostalgia masa lalu, memberi masukan, dll. “Saya merasa beruntung. Meski jam pulang kami berlainan dan aktivitas kami padat, keluarga kami masih bisa kumpul,” ungkap Theo. Selain itu, mereka bisa bermain musik bersama jika ada kesempatan.

Kesadaran akan komitmen ini juga didukung oleh umat di lingkungan. Bagi Theo, peran komunitas lingkungan begitu besar, terutama dalam kehidupan menggereja. Keaktifan keluarga ini dalam kegiatan Gereja tumbuh berkat kebersamaan dalam lingkungan. Sosialisasi dengan saudara satu lingkungan ternyata berlimpah buah kebaikan.

Pastoral Keluarga Sehat
Potret keluarga Theo ini menjadi cerita tersembunyi dalam setumpuk persoalan keluarga yang dihadapi Gereja. Namun, menurut Ketua Komisi Keluarga Keuskupan Agung Jakarta (Komkel KAJ) RP Alexander Erwin Santoso MSF, justru KAJ punya program pendampingan pastoral pada keluarga sehat. “Upaya pencegahan pasti lebih baik daripada reaktif terhadap kasus persoalan yang sudah muncul,” ungkapnya.

Keluarga yang sudah baik justru harus didampingi. Selain sebagai usaha preventif, program ini menjadi seruan kenabian untuk melawan arus pergeseran konsep keluarga yang trend dewasa ini. Minimnya katekese keluarga mengenai ajaran Gereja Katolik kian tergilas oleh santernya arus informasi sekular yang kerap hanya menampilkan problem rumah tangga melalui media. Jadi, keharmonisan yang sudah terbina dalam keluarga makin dapat terpupuk dengan asupan nilai-nilai kristiani.

Program ini dikenal dengan Kursus Pastoral Keluarga (KPK). “Proses evangelisasi keluarga ini paling tepat dilakukan pada Bulan Keluarga,” tutur Romo Erwin. KAJ telah menetapkan Masa Adven sebagai Bulan Keluarga. Selain itu, pembekalan pada Seksi Kerasulan Keluarga (SKK) Paroki yang menjadi penggerak utama katekese keluarga di level paroki juga digalakkan.

Bahkan himbauanpun dilayangkan pada para pastor paroki untuk memberi perhatian serius pada kerasulan sel terkecil pembentuk Gereja ini. Diharapkan, tiap paroki bisa punya SKK hingga level lingkungan agar keluarga-keluarga sungguh merasakan sapaan dan manfaat evangelisasi dalam kehidupan mereka. “Sejauh saya tahu, ada beberapa paroki yang sudah punya SKK hingga tingkat lingkungan. Idealnya, semua paroki bisa merealisasikan cita-cita Gereja yang ingin menyapa tiap anggotanya agar nilai-nilai kristiani sungguh tumbuh dan berkembang dalam keluarga-keluarga Katolik,” jelas Romo Erwin.

Kunjungan Keluarga
SKK Lingkungan itu dimaksudkan untuk menyapa tiap keluarga satu persatu, membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi dan menyuburkan benih- benih keharmonisan bagi keluarga yang sudah baik. Jalan yang ditempuh ialah melakukan kunjungan keluarga. Misal, Paroki St Laurentius Alam Sutera, Tangerang, Banten telah berusaha menanggapi ajakan ini dengan mengadakan kun jungan keluarga, terutama yang terlilit persoalan.

“Kami dari SKK Paroki melakukan kunjungan bagi keluarga yang membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan persoalan yang sedang dihadapi. Selain itu, kami sudah membuka pelayanan hotline konseling. Setiap Minggu pertama dan ketiga, ada konselor awam profesional yang bertugas di paroki bagi umat yang membu tuhkan,” kisah Ketua SKK Paroki Alam Sutera, Veronika Nanik Moeliana.

Nanik menjelaskan, kunjungan keluarga ialah saat yang paling banyak dinanti umat. Menurut istri Virgilius Henry Judianto ini, sekitar 75 persen umat mengapresiasi dan merespon positif program SKK Paroki. Umat Paroki Alam Sutera yang mayoritas keluarga muda ini dikunjungi oleh dua pastor paroki, di dampingi oleh SKK secara bergantian.

“Biasanya dalam setiap kunjungan, ada dua keluarga yang kami kunjungi. Selain bertujuan agar gembala mengenal umatnya dan umat mengenal gembalanya, ke luarga yang dikunjungipun merasa diperhatikan secara personal. Mereka begitu antusias mengungkapkan harapan dan keprihatinannya,” beber ibu tiga anak ke lahiran Bojonegoro, Jawa Timur, 17 Januari 1969 ini.

Selain itu, SKK berkerjasama dengan ME dan CFC untuk menghelat seminar atau rekoleksi keluarga agar relasi dalam keluarga kian baik. Mereka pun menggelar Misa Hari Ulang Tahun Perkawinan (HUP) setiap bulan di gereja paroki, seperti lazim dibuat di banyak paroki lain.

Pembekalan Dini
Perhatian pada kerasulan keluarga pun menjadi keseriusan Paroki St Bernadette Ciledug, Tangerang. “Kunjungan keluarga ada; memang masih kurang. Kami baru mulai berbenah dengan mengaktifkan SKK Lingkungan, ME, Pamong Sabda dan Ketua Lingkungan untuk kunjungan umat. Kami berusaha mempersiapkan kader untuk menjadi agen keluarga,” ungkap Ketua SKK Paroki Ciledug, Petrus Da mianus Subagya.

Menurut Bagya, umat merespon positif usaha yang dilakukan SKK itu. Bersama dengan Koordinator Program dan Kursus Persiapan Perkawinan (KPP), Steven M. Sukarto, SKK Paroki Ciledug menitikberatkan pada tiga hal, yakni: pastoral dengan perayaan sakramen, pemberdayaan Dewan Paroki dan guru; pendidikan dalam KPP, kaderisasi agen keluarga dan komunitas basis, serta peneguhan melalui seminar, penyuluhan dan konseling.

Kondisi umat Paroki Ciledug yang diaspora karena belum punya gedung gereja, ternyata menggeliatkan umat untuk menyemai tunas baru sebagai agen keluarga Nazaret. Cita-cita untuk membekali calon-calon keluarga baru ini amat digarisbawahi oleh Kepala Paroki Ciledug, RP Paulus Dalu Lubur CICM.

Senada dengan program Komkel KAJ yang secara kreatif menerbitkan modul KPP komprehensif awal tahun 2014. Bahkan terobosan pun diluncurkan dengan program Discovery bagi calon menikah. Tujuannya, mengajak kaum muda untuk membuka diri pada pasangannya dan membiarkan diri dibaca dan dilihat oleh pasangan sebelum mereka mulai mengikatkan diri dalam ikatan perkawinan kekal.

“Inilah usaha kita untuk menjawab tantangan khas kerasulan keluarga di KAJ. Harapannya, makin tercipta suasana keluarga yang menjamin kedekatan dan komunikasi, memberi perhatian pada pendidikan nilai anak, serta menjadikan keluarga sebagai saksi Kristus dalam masyarakat,” tandas Romo Erwin.

R.B.E. Agung Nugroho
Laporan: Yanuari Marwanto, Maria Pertiwi

HIDUP NO.12 2014, 23 Maret 2014

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here