Penebusan Melalui Salib

527
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Setiap kali mengikuti ibadat jalan salib, saya ikut merasakan penderitaan Yesus yang luar biasa. Tapi, mengapa semua penderitaan itu dibutuhkan untuk menebus dosa kita? Apakah Allah itu sedemikian kejam? Mengapa harus Yesus?

Theresia Maria Agusetyarini, Malang

Pertama, perbuatan dosa Adam dan semua umat manusia adalah penghinaan terhadap Allah, Allah tidak diakui dan dihormati sebagai Allah, sehingga manusia terpisah dari Allah. Selain itu, dengan berbuat dosa, manusia terperosok ke dalam kuasa dan penindasan setan, sehingga kehilangan martabat sebagai anak Allah dan menanggung hukuman kekal. Inilah hutang dosa manusia.

Menebus berarti mengimpaskan kerugian yang disebabkan oleh penghinaan dan memulihkan hubungan dengan Allah (Ing: atonement), atau “membeli kembali” dengan melakukan pembayaran, sehingga menghapus hukuman kekal dan memulihkan martabat sebagai anak Allah (Ing: redemption).

Kedua, karena kemaharahiman Allah, bisa saja Allah menempuh jalan pembebasan hutang tanpa tebusan, atau menerima kita kembali ke dalam persekutuan- Nya begitu saja. Tetapi kebijaksanaan Allah menuntut bahwa kebebasan manusia dan prinsip keadilan harus tetap dijunjung tinggi. Prinsip keadilan mengatakan, karena manusia yang berdosa, maka manusia pulalah yang harus membayar hutang dosa itu. Jika Allah membebaskan begitu saja pelanggaran itu, maka Allah akan merusak kebebasan manusia. Ini berarti, manusia yang telah mengenyam kenikmatan dosa dan melumuri seluruh diri dengan noda dosa, haruslah dimurnikan seluruh dirinya dari kenikmatan yang salah itu sekaligus dibersihkan seluruh dirinya dari lumuran dosa. Tindakan yang memadai untuk tujuan ini ialah penderitaan sukarela. Kenikmatan dosa yang sudah merasuki diri manusia hanya bisa dicabut bersih tuntas oleh penderitaan sukarela. Di sinilah kita mengerti mengapa penderitaan hebat dari Putra Allah di salib dibutuhkan dan menjadi penebusan bagi Adam dan semua manusia. Penderitaan sukarela ini juga yang membebaskan Adam dan semua manusia sesudahnya dari perhambaan setan.

Jadi, bukan Allah yang menghendaki dan “menyukai” penderitaan manusia, tetapi kedosaan manusia itu sendiri yang menuntut ada penderitaan untuk mengimpaskan hutang dosa. Karena itu, kita tidak bisa mengatakan bahwa Allah menikmati penderitaan Yesus di salib. Allah bukanlah masochist.

Ketiga, mengapa harus Sang Sabda yang menjadi manusia, yang membayar hutang? St Tomas dan banyak teolog lain mengajarkan bahwa dengan melakukan dosa, manusia telah melukai, menghina Allah yang tidak terbatas. Ukuran penghinaan itu ditentukan oleh martabat pribadi yang dihina. Karena sasaran dosa manusia adalah Allah yang tidak terbatas, maka hutang dosa itu juga menjadi tak terbatas. Pelunasan hutang yang tidak terbatas ini hanya mungkin dilakukan pribadi yang tak terbatas. Namun demikian, karena yang melakukan dosa adalah manusia, prinsip keadilan menyatakan bahwa manusialah yang harus membayar hutang dosa itu. Jadi, hutang dosa manusia hanya mungkin dilunaskan oleh seorang pribadi yang adalah Allah-manusia. Sebagai manusia, Dia akan bertindak mewakili seluruh umat manusia untuk melunasi hutang dosa, dan sebagai Allah, Dia dapat melakukan pelunasan hutang tak terbatas itu. Inilah alasan mengapa harus Yesus Kristus yang melunasi hutang dosa kita.

Pelunasan hutang dosa oleh Yesus ini menunjukkan bahwa “Allah adalah kasih. Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya.” (1 Yoh 4:8-9). “Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang telah dilimpahkan kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, …” (Ef 2:4-5)..

Dr Petrus Maria Handoko CM

HIDUP NO.12 2014, 23 Maret 2014

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here