Panggilan untuk Melayani

94
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Semakin dekat hari menuju Pemilu, 9 April 2014. Kini, kita sudah melihat jajaran poster, baliho, yang semua seakan berteriak meminta kita memilihnya. Aneka ragam poster dan baliho serasa merusak pemandangan kota, tetapi di sisi lain, itulah ekspresi dari mereka yang hendak bertarung menjadi wakil rakyat di DPR atau DPRD.

Jangan tanya berapa perputaran uang yang terjadi menjelang Pemilu 2014; semua seolah serasa absurd. Triliunan uang digelontorkan masing-masing pihak untuk mencari kursi yang kemudian akan diduduki dengan nyaman. Apakah kursi nyaman yang nanti diduduki itu akan berhubungan dengan peningkatan pelayanan yang diberikan?

Pastilah tidak mudah memilih para wakil rakyat dengan pengetahuan yang serba terbatas tentang kiprah para calon ataupun latar belakang yang membuat mereka layak dipilih? Ada teman berkilah, “Ya, mungkin hari ini dia orang baik, tapi apa jaminan dia akan terus baik kalau sudah terpilih nanti?” Masuk akal juga kegelisahan ini.

Pastilah tidak mudah memilih wakil rakyat atau memilih presiden di tengah apatisme pada dunia politik. Politik dilihat tak lebih dari pertarungan kekuasaan belaka, mengamankan posisi, menumpuk kekayaan, dan korupsi lewat berbagai cara. Mencari mereka yang betul mau mengabdi, mau melayani, sangatlah tidak mudah. Belum tentu di antara seratus atau seribu orang, kita akan menemukan satu pilihan.

Surat Gembala Prapaskah 2014 Keuskupan Agung Jakarta diberi judul “Dipilih untuk Melayani”, merujuk pada harapan Uskup Agung Jakarta untuk mengajak kita mau menjadi pelayan bagi sesama. Aneka bencana alam, disinyalir sebagai hal yang terkait dengan bencana moral seperti korupsi, kebohongan publik, atau rekayasa politik kekuasaan. Dalam situasi keterpurukan demikian, umat Katolik dipanggil mau melayani sesama. Kekhawatiran yang kita miliki disalurkan dengan cara yang positif, yaitu dengan mengasah suara hati, mengembangkan kepedulian sosial lewat aneka pelayanan.

Melayani tak bisa direduksi hanya pada menjelang dan saat Pemilu. Ada banyak tempat, institusi, lokasi, dan kondisi tertentu yang juga membutuhkan pelayanan. Sejumlah lembaga negara di luar DPR dan DPRD adalah juga tempat mengabdi, yang membutuhkan tenaga, pikiran, dan integritas banyak orang. Maka, penulis lebih memilih untuk meresapi ajakan “Dipilih untuk Melayani” tak terbatas pada momen menjelang Paskah atau Pemilu 2014. Ajakan ini tak lekang waktu, karena pada momen apapun umat Katolik juga diminta ikut berkontribusi membangun bangsa dan negara.

Wilayah Indonesia timur membutuhkan perhatian besar, baik sebagai mahasiswa, sarjana, pengusaha, pendidik, atau apapun. Ketertinggalan wilayah ini dengan wilayah yang lain harus segera terkejar, karena amanat dasar konstitusi mengatakan, kita harus membangun kesejahteraan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa. Tanpa upaya ini, kita sudah gagal mewujudkan amanat konstitusi.

Sektor per sektor kehidupan masih penuh dengan ketidakberesan: ekonomi, lingkungan hidup, politik, dan pendidikan. Semua membutuhkan perhatian dan kepedulian terhadap persoalan yang ada dan juga formula untuk mengatasi masalah tersebut. Korupsi, yang harus dilihat sebagai kejahatan luar biasa, masih terus menghantui bangsa Indonesia. Di semua lapangan, kita perlu terjun melayani dan mencoba memperbaiki keadaan.

Jika kita cenderung menunjuk orang lain untuk melayani, siapakah kita sesungguhnya? Oleh karena itu, “dipilih untuk melayani” pertama harus ditujukan pada diri sendiri; sudah siapkah kita melayani sesama dengan segala kemampuan yang kita miliki? Dengan demikian kita akan semakin siap melayani orang lain dalam berbagai aspek kehidupan.

Ignatius Haryanto

HIDUP NO.12 2014, 23 Maret 2014

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here