Bernadetta Rini Susanti : Teman Seperjalanan Kaum Papa

284
Mempersembahkan Diri: Bernadetta Rini Susanti saat melayani di tengah masyarakat Atambua, NTT.
[NN/Dok.Pribadi]
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Kisah Ibu Teresa menyeruak dan menggembleng semangatnya melayani sesama yang miskin dan tersingkir. Melalui pelayanan sosial kemasyarakatan di Gereja, ia berusaha menemukan wajah Tuhan dalam diri sesama yang belum beruntung.

Suatu hari, tahun 2010, Bernadetta Rini Susanti membaca sebuah buku berjudul “Jalan Pelayanan Ibu Teresa” yang ditulis RP T. Krispurwana Cahyadi SJ. Ia memperoleh buku itu dari Sr Maria Angela CB. Rini demikian ia biasa disapa begitu terkesan dengan apa yang dilakukan Ibu Teresa untuk melayani orang-orang miskin dan tersingkir. “…dalam diri mereka yang lapar, miskin, sakit dan menderita, saya menemukan Kristus dan karena itulah saya melayani mereka”. Kalimat Ibu Teresa itu terus menggelitik benak Rini. “Dan, itu menggerakkan saya untuk lebih memperhatikan mereka yang terlupakan,” ungkap umat Paroki St Maria Assumpta Pakem, Sleman, DI Yogyakarta ini.

Baginya, kalimat itu seolah menjadi sapaan Tuhan supaya ia menyediakan diri untuk mau dan berani melayani mereka yang kurang beruntung. Namun waktu itu, Rini tak memiliki gambaran tentang sesuatu yang mesti ia lakukan.

Beberapa hari berselang, keinginan Rini untuk melayani sesama seakan mendapat jawaban. “Kok ya tiba-tiba Ketua Bidang 3 Pelayanan Sosial dan Kemasyarakatan di Paroki Pakem mengundurkan diri, dan saya ditimbali (dipanggil – Red) Romo untuk menjabat posisi tersebut,” kisahnya. Ia menerima tugas sebagai Ketua Bidang Pelayanan Sosial dan kemasyarakatan di Paroki Pakem. Kini, sudah dua periode kepengurusan Dewan Paroki (2010-2016) ia dipercaya untuk mengemban tugas itu.

Selain itu, hatinya pun tergerak untuk membantu Karitas Indonesia Keuskupan Agung Semarang (Karina KAS). “Waktu itu, Karina KAS memiliki program bagi para korban bencana Merapi dan tidak ada volunteer di Paroki Pakem,” ujar Rini. Dengan riang hati, ia melibatkan diri dalam pelayanan bersama Karina KAS ini. Mengabdikan diri untuk sesama, demikian yang menjadi kobar semangat guru SMK Kanisius Pakem (2000-2010) ini. Rini ingin mengabdikan hidupnya dan melayani sesama melalui Gereja.

Pelayanan Kreatif
Pasca musibah letusan Gunung Merapi, Karina KAS mempunyai proyek untuk membantu masyarakat. Sebagai relawati, Rini ikut ambil bagian dalam proyek pengembangan masyarakat mandiri. Proyek pengembangan itu berfokus pada pelayanan bagi masyarakat yang terkena dampak letusan Gunung Merapi. Sasarannya ialah membantu para petani, termasuk program pendidikan bagi anak-anak mereka. Bersama staf Karina KAS, ia mendampingi para petani agar bisa memperoleh penghidupan yang layak. Selain itu, ia ikut mengusahakan bantuan agar anak-anak bisa mengenyam pendidikan dengan baik.

Meskipun tidak memiliki pengetahuan mengenai pertanian, peternakan dan usaha kecil, Rini berusaha untuk menjadi “teman seperjalanan” bagi masyarakat yang ia dampingi. Hingga kini, ia bersama Karina KAS mendampingi lima kelompok tani binaan untuk program pertanian organik. “Intinya, bagaimana membawa petani kita ini bisa mengolah tanah selaras dengan alam,” katanya. Ia juga membantu untuk meningkatkan kualitas dan wawasan para petani dengan menggelar seminar, pelatihan, kunjungan atau studi banding ke daerah- daerah yang sudah maju bidang pertaniannya.

Karena merasa tidak memiliki pengalaman di bidang pertanian, peternakan dan pendampingan usaha kecil, Rini tak segan menggandeng banyak pihak untuk terlibat. Lulusan S1 Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris atau Sastra Inggris (JPBSI) Fakultas Pendidikan Universitas Sanata Darma Yogyakarta (1987) ini, mencari pembicara atau fasilitator yang bisa membantu dalam bidang pertanian, peternakan dan usaha kecil. “Saya belajar untuk berbela rasa dengan kehidupan mereka yang serba terbatas, baik dalam hal ekonomi maupun ilmu bertani, beternak dan usaha kecil,” tutur perempuan yang dikaruniai dua buah hati ini. Selain melayani masyarakat di daerah Yogyakarta, ia pernah mendampingi masyarakat di Atambua, Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan.

Mempersembahkan Diri
Empat tahun terjun sebagai relawati Karina KAS tak menyurutkan semangatnya untuk terus memberikan diri dalam pelayanan bagi sesama, tanpa memandang agama mereka. Ketika ditanya sampai kapan ia akan menjadi relawati? Rini pun merangkai jawab, “Selama saya masih sehat, saya akan tetap melayani.”

Ada satu pengalaman yang amat berkesan dan turut menguatkan pelayanannya. Suatu ketika, Rini menjumpai orang-orang sederhana yang secara ekonomi terbatas. Namun di luar dugaan, mereka justru memiliki semangat solidaritas tinggi untuk membantu sesama. “Di dalam kemiskinannya, mereka masih berpikir ingin membantu saudara-saudarinya yang miskin. Saya terharu, ketika mereka mengumpulkan lembar-lembar ribuan untuk dipinjamkan sebagai modal usaha bagi sesamanya yang miskin,” kisahnya.

Dalam mempersembahkan diri untuk melayani sesama, Rini punya mimpi yang ingin ia gapai. “Saya ingin terus belajar menjadi teman yang baik untuk mereka yang terlupakan dan tersingkir dengan ilmu yang tepat,” tandas perempuan kelahiran Yogyakarta, 1 Juni 1970 ini.

Demi mewujudkan mimpinya, Rini memutuskan untuk melanjutkan S2 Jurusan Manajemen Sosial Respon di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Ia ingin lebih bisa mengimplementasikan ilmu yang akan didapatnya bagi kepentingan masyarakat yang membutuhkan.

“Saya ingin belajar supaya pelayanan sosial dan kemasyarakatan di Gereja dapat berjalan dengan manajemen yang tepat. Magister Manajemen memang bukan dipersiapkan untuk pelayanan di paroki, tetapi saya ingin belajar di Magister Manajemen untuk pelayanan di paroki saya,” demikian jawabannya dalam tes wawancara masuk Program Magister Manajemen. Jawaban itu sempat membuat pewawancara tercengang.

Temukan Wajah Tuhan
Rini merasa bersyukur bisa ambil bagian dalam pelayanan bagi sesama. Ia ingin terus berbagi apa yang ia miliki. Baginya, apa yang telah dianugerahkan Tuhan padanya sudah sepantasnya dibagikan pada sesama. Selain bergiat mendampingi masyarakat, ia juga kerap mengunjungi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkoba dan Panti Wreda bersama umat Paroki Pakem, serta aneka kegiatan sosial lainnya. Mereka biasanya mengadakan Misa dan berbagi pengalaman untuk saling meneguhkan satu sama lain.

Dalam menjalankan pelayanannya, dukungan keluarga tak pernah berhenti mengalir bagi dirinya. Tentu ini menjadi pemompa semangat kerasulannya. “Keluarga saya mendukung penuh kegiatan pelayanan saya. Walaupun kadang saya juga merasa sangat bersalah ketika waktu saya tersita untuk berbagai kegiatan ini,” bebernya.

Rini mengungkapkan, dirinya merasa bahagia tatkala Tuhan berkenan menggunakannya untuk menghapus airmata sesama yang sedang berkesusahan. Pun ketika ia dapat membantu menunjukkan jalan pada mereka yang sedang mengalami kesulitan dan solusi bagi yang menemui kebuntuan.

“Seperti yang dikatakan Ibu Teresa, sesungguhnya yang saya layani itu adalah Tuhan sendiri. Tuhan tidak hanya hadir dalam pakaian raja yang mempunyai kuasa dan mukjizat, tetapi juga hadir melalui wajah mereka yang miskin dan tersingkir. Saya hanya menyediakan diri untuk digerakkan oleh Tuhan dalam pelayanan ini. Tanpa Dia, saya tidak akan kuat,” tandasnya.

Oleh karena itu, menyertakan Tuhan dalam setiap pelayanan selalu menjadi prioritas yang tak luput dari agendanya. Rini berusaha menyerahkan semua yang ia alami ke hadirat-Nya. “Tuhan, saya itu sebetulnya tidak berdaya. Saya menjadi seperti ini karena-Mu. Saya hanya menjadi pensil yang digerakkan oleh Tuhan. Saya yakin, Tuhan akan membantu saya dalam kesulitan,” demikian doa yang kerap terucap dari lubuk hatinya.

Rini yakin jika kita mau menyediakan diri untuk digerakkan Tuhan, tak ada hal yang tidak mungkin. Semua bisa terjadi, termasuk ketika kita keluar dari zona nyaman kehidupan kita dan mencari Tuhan di antara sesama yang miskin dan tersingkirkan.

Yosephine Ingrid K.D.

HIDUP NO.22, 1 Juni 2014

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here