Keperawanan Bunda Maria

1507
3.5/5 - (4 votes)

HIDUPKATOLIK.comDengan mempertimbangkan Mat 1:25, sungguhkah Bunda Maria itu tetap perawan sampai akhir hidup? Siapakah yang dimaksud saudara-saudara Tuhan Yesus (Mat 12:46)?

Elisabet Pasaribu, Sumatra Utara

Pertama, refleksi tentang keperawanan Maria biasanya membedakan tiga jenis keperawanan, yaitu keperawanan sebelum melahirkan (virginitas ante partum; bdk. Luk 1:27.34-35), keperawanan pada waktu melahirkan (virgintas in partu; bdk. Mat 1:25), dan keperawanan sesudah melahirkan (virginitas post partum). Yang pertama dan kedua tidak dipermasalahkan, karena mempunyai rujukan biblis yang jelas. Keperawanan sesudah melahirkan itulah yang sering dipermasalahkan, karena penggunaan kata “sampai” dalam Mat 1:25 diartikan sesudah melahirkan, Maria melakukan persetubuhan dengan Yusuf. Penafsiran ini tak bisa dibenarkan. Kemungkinan terjadi persetubuhan atau tidak ialah 50 persen berbanding 50 persen, artinya bisa saja sesudah melahirkan Maria bersetubuh, tetapi bisa juga tidak bersetubuh.

Kedua, bahasa asli teks Kitab Suci Perjanjian Baru kita ialah bahasa Yunani. Teks Mat 1:20 bisa diterjemahkan secara benar sebagai berikut, “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai istrimu, hanya karena Anak yang di dalam kandungannya berasal dari Roh Kudus.” Terjemahan ini mengandaikan bahwa Yusuf sudah mengetahui asal-usul Anak itu, yaitu dari Roh Kudus. Karena sikap hormat Yusuf kepada karya Allah, maka Yusuf akan mundur.

Sikap hormat Yusuf ini tampak juga dalam rumusan “Anak itu serta ibu-Nya” (Mat 1:13, 14, 20, 21). Ini berarti bahwa bagi Yusuf, yang menjadi pusat perhatian pertama-tama ialah Anak itu, baru kemudian Maria dirujuk sebagai ibu dari Anak itu. Rujukan utama kepada “Anak” menjadi lebih jelas jika kita menyadari bahwa Matius menulis perikop “penyingkiran ke Mesir” (Mat 2:13-23) dengan membandingkan dengan perikop “Musa kembali ke Mesir” (Kel 4:18-20). Matius dengan sengaja mengubah ungkapan “istri dan anak-anaknya lelaki” menjadi “Anak itu serta ibu-Nya”. Hal ini menunjukkan sikap hormat Yusuf kepada Anak itu.

Di lain pihak, keterbukaan Maria terhadap kehendak Allah (Luk 1:38) dan sikapnya yang selalu mencari kehendak-Nya (Luk 2:19.51), kiranya cukup untuk mengatakan betapa mendalam Maria menyatukan diri dengan Allah. Mempertimbangkan sikap Yusuf dan sikap Maria, kiranya paling pantas kalau dikatakan mereka bersama-sama membaktikan diri secara penuh, badan, jiwa, dan roh, kepada Allah dan tidak membutuhkan hubungan seksual di antara mereka. Yusuf yang tulus hati dan benar itu pasti memberikan sikap hormat penuh kepada Maria dan tak akan menodai karya Allah. Maka, keperawanan Maria sesudah melahirkan bisa dipastikan terjadi.

Ketiga, arti kata saudara dalam bahasa Yunani, dan juga Ibrani, bisa berarti saudara kandung dan saudara sepupu. Pengertian ini mirip dengan arti kata “saudara” dalam bahasa Indonesia. Yang menarik ialah saudara-saudara Yesus (Mat 3:31; 6:3; Yoh 2:12, dan yang lain) tidak pernah dikatakan sebagai “anak Maria” atau “anak Yusuf”.

Dalam teks Yunani dari Mrk 6:3, Yesus disebut sebagai “Anak Maria” dengan kata sandang. Dalam bahasa Inggris, “the son of Mary”. Ini berarti Yesus adalah satu-satunya anak laki-laki Maria. Jadi, saudara-saudara Yesus berarti saudara sepupu. Di lain pihak, dikatakan, saudara Yesus bertindak dengan kewibawaan hendak mengambil Yesus dari pelayanan karena dinilai tidak waras lagi (Mrk 3:21) dan menyuruh Yesus memamerkan kekuasaan-Nya di hadapan umum (Yoh 7:3-4). Dalam budaya Yahudi, hal ini hanya mungkin dilakukan kakak terhadap adik. Maka, pastilah mereka lebih tua dari Yesus, padahal Yesus adalah anak sulung (Luk 2:23). Jadi, saudara-saudara Yesus adalah kakak sepupu Yesus. Penyerahan Maria kepada Yohanes ketika di bawah kaki salib (Yoh 19:25-27) juga meneguhkan bahwa Yesus tidak memiliki saudara kandung. Maka bisa dipastikan, keperawanan Maria utuh sampai kekal.

RP Petrus Maria Handoko CM

HIDUP No.41, 12 Oktober 2014

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here