Jala Kasih dan Adi Jala Kasih: Membangun Keluarga Katolik

329
Meneguhkan: Anggota Adi Jala Kasih mengabadikan diri dalam kebersamaan.
[NN/Dok.AJK]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Mereka berkumpul untuk mencari jodoh. Setelah menemukan pasangan dan menikah, aktivitas ini mereka teruskan dengan membentuk komunitas lanjutan untuk saling menguatkan dalam teladan Keluarga Kudus Nazareth.

Acara Valentine Day 2011 menjadi momen tak terlupakan bagi Ignatius Loyola Dany Mudiarto. Dany diminta oleh pengurus Jala Kasih (Jakas) untuk mempersembahkan bunga dan hadiah bukti kasih sayang kepada kekasihnya Alberta Noviana Catur Wulandari. “Itu kali pertama saya memberi bunga dan hadiah kepada orang yang saya cintai,” kisah Dany. Pria yang menikahi gadis pujaannya pada 11 November 2012 ini kemudian mendapatkan peneguhan lewat pendampingan komunitas Jakas.

Setelah banyak anggota Jakas menikah, para alumni – khususnya yang sudah menikah – lantas mendirikan komunitas Adi Jala Kasih (AJK) untuk melanjutkan tali silaturahmi antar anggota. “Jakas telah mempertemukan saya dengan istri. Kemudian mereka juga mendampingi kami melewati masa pacaran. Setelah menikah, kemesraan yang terbangun kami lanjutkan di AJK,” jelas mantan koordinator AJK 2010-2012 ini dengan semangat.

Keprihatinan
Komunitas Jala Kasih lahir dari keprihatinan akan banyaknya pemuda/pemudi Katolik yang menikah dengan non-Katolik. Setelah menikah, umumnya mereka meninggalkan Gereja. Kenyataan ini disadari oleh Kevikepan Semarang. Maka, dibentuklah wadah untuk mempertemukan kaum muda Katolik lajang pada 29 Mei 2009, di Pusat Pendampingan Keluarga (PPK) Provinsialat MSF Semarang, Jawa Tengah. Komunitas ini diperuntukkan bagi mereka yang ingin dan sedang mencari pasangan hidup seiman.

Wadah ini awalnya bernama komunitas K 29-39, artinya yang boleh masuk sebagai anggota adalah lajang Katolik berusia 29 sampai 39 tahun. Seiring waktu, banyak masukan dan ide dari anggota untuk mengganti nama komunitas agar lebih fleksibel untuk syarat usia.

Pada saat ulang tahun kelima, K 29-39 resmi berganti nama menjadi Jala kasih. Nama itu disesuaikan dengan visi-misi komunitas, yakni ingin menjala pasangan hidup tanpa batasan umur 29 sampai 39 tahun. “Diharapkan, banyak orang muda Katolik bergabung dan dipertemukan,” jelas Dany.

Pendampingan keluarga
Kekeluargaan dan persaudaraan yang telah terbentuk dalam Jala Kasih, kemudian dilanjutkan dalam komunitas yang diperuntukkan bagi para anggota yang sudah menikah. Komunitas ini dibentuk pada 17 Agustus 2010 di rumah salah seorang anggota di Banyumanik, Semarang. Awalnya, anggota terdiri dari 10 pasutri. Sekarang, 25 pasutri.

Penambahan kata Adi pada Jala Kasih, digunakan untuk membedakan antara komunitas Jala Kasih dan komunitas yang sudah berkeluarga. Selain itu, penggunaan kata Adi juga ingin menunjukkan kebesaran dari Jakas yang telah membantu anggota mendapatkan jodoh. Kata Adi berarti besar, luhur, mulia, agung. Dengan kata ini para alumni ingin bersyukur karena telah dipertemukan dengan pasangan hidup lewat Jala Kasih. Selain menerima alumni Jakas, komunitas ini juga terbuka bagi Pasutri Katolik lain yang ingin bergabung.

Sebagai mantan anggota Jakas, setelah menikah, Dany juga bergabung dengan AJK. Menurutnya, kegiatan AJK agak berbeda dengan Jakas. Dalam AJK, fokus pendampingan para anggota adalah kehidupan berkeluarga. Di sini, para anggota berbagi pengalaman mengatasi persoalan keluarga serta pengalaman membangun iman keluarga. “Kegiatan di AJK lebih mengarah pada sharing kehidupan berkeluarga dan berbagi cara untuk membangun keluarga yang baik dan beriman,” jelas umat Paroki St Maria Fatima Banyumanik ini.

Untuk tujuan membangun keluarga Katolik, tiga bulan sekali para anggota AJK mengadakan pertemuan di rumah-rumah anggota. Selain itu, mereka mengadakan ziarah dan rekreasi (Ziarek), doa Rosario, sharing Kitab Suci, juga Bakti Sosial di Panti Asuhan. Pada 31 Agustus lalu, AJK mengadakan Ziarek ke Gua Maria Tritis Wonosari, Gunung Kidul, DI Yogyakarta. “Selain ziarah, setahun sekali, juga mengadakan seminar tentang keluarga serta retret bersama,” kata Dany.

Berbagai manfaat
Setelah bergabung dengan Jakas, Dany mengaku dapat belajar menjadi pacar yang baik, sabar, penuh pengertian dan rajin berdoa. Sedangkan di AJK, ia dan istri diarahkan untuk menjaga keharmonisan rumah tangga dengan saling melengkapi setiap kekurangan pasangannya.

Sementara itu, anggota Jakas lainnya, Maria Theresia Lis Setyowati mengaku senang dapat bergabung dengan Jakas. Di sini, ia dapat menemukan teman-teman yang mempunyai visi misi sama serta dapat mengikuti berbagai kegiatan pengembangan diri. “Jakas memiliki kegiatan unik untuk pengembangan diri. Misalnya, bina rohani, iman, dan relasi. Berbagai kegiatan berjalan teratur dan baik, atas bimbingan pastor moderator,” jelas umat Paroki St Paulus Sendangguwo, Semarang ini. Pastor moderator Jakas dan AJK saat ini adalah Ketua Komisi Kerasulan Keluarga Keuskupan Agung Semarang, RP Yohanes Aristanto Hari Setiawan MSF.

Anggota Jakas, Albertus Risal Roby mengungkapkan, “Bangga punya wadah seperti ini. Di Jakas, saya dapat memaknai relasi harmonis dengan orang yang saya cintai. Dan di AJK saya dapat belajar memahami nilai-nilai untuk membangun keluarga harmonis.”

Perjalanan membangun rumah tangga, tidak mudah, butuh proses untuk saling mengerti, setia, menyesuaikan dan percaya. Pasangan suami istri adalah dua pribadi berbeda yang dipersatukan Tuhan dalam cinta. Lewat Jakas dan AJK ini, anggota ingin meneladan Keluarga Kudus Nasareth.

Ivonne Suryanto

HIDUP No.39. 28 September 2018

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here