Hidup Membiara dalam Sukacita

475
Berserah Diri: Doa bersama komunitas religius. [NN/Dok.Pribadi]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Bruder Aloysius Triyono OFM dan Sr Sesilia Bouka ADM berserah setia kepada Allah dalam hidup membiara. Mereka menghayati panggilan dengan sukacita.

Bapa Suci, Paus Fransiskus mencanangkan tahun 2015 sebagai Tahun Hidup Bhakti. Hal itu ditetapkan Paus pada pertemuan dengan para pemimpin tarekat religius yang digelar di Roma tanggal 27-29 November 2013. Hidup bakti dimaknai sebagai persembahan hidup yang dikhususkan bagi Allah. Bagi para religius hal ini nyata melalui pengikraran nasihat-nasihat Injili, yakni kaul kemurnian, ketaatan dan kemiskinan. Seluruh umat pun diajak untuk menyerahkan diri secara total kepada Allah.

Masa Orientasi
Panggilan untuk menjadi seorang biarawan tidak lepas dari peran keluarga. Itulah pengalaman anak ketiga dari delapan bersaudara, Br Aloysius Triyono OFM. Dalam keluarganya ada kebiasaan untuk doa rosario bersama. Di paroki St Maria Assumpta Babarsari, Yogyakarta, ia aktif mengikuti Sekolah Minggu dan menjadi misdinar. Kedua hal ini seolah-olah telah menggiringnya untuk menjawab panggilan Tuhan.

Meskipun demikian, ia tidak serta-merta melanjutkan pendidikan di Seminari ketika lulus SMP. Ia mendaftarkan diri terlebih dahulu ke SPG Sanjaya Maguwoharjo Sleman, Yogyakarta. Setelah lulus dari sana, bruder kelahiran Yogyakarta 16 September 1968 ini mengajar di SD Kanisius Kadirojo, Purwomartani, Kalasan. Di tempat tersebut keinginan untuk menjadi seorang biarawan muncul begitu kuat dalam dirinya.

Ia kemudian berinisiatif melamar menjadi anggota kongregasi bruder FIC dan SVD. Kedua kongregasi ini rupanya bukan tempat baginya untuk melabuhkan hati. Pada tahun 1992, ia mulai mengenal Ordo Fratrum Minorum (OFM) di Papringan, Yogyakarta. Tahun berikutnya ia mendaftar dan diterima di ordo Fransiskan sebagai postulan. “Sejak itu, saya berkomitmen untuk mengkhususkan seluruh hidup saya bagi Tuhan,” ungkapnya.

Hidup Doa
Br Triyono mengungkapkan pengalaman perjumpaan personal dengan Allah dalam doa membuatnya berkomitmen untuk terus berserah diri kepada-Nya. Kesetiaan Allah, kata Br Triyono, tampak dalam pemberian diri-Nya melalui Putra- Nya yang rela wafat di salib. “Ini yang membuat saya selalu tergerak untuk selalu setia pada setiap tugas dan perutusan yang dipercayakan kepada saya,” katanya saat ditemui HIDUP di kantor Yayasan Sekolah St Fransiskus Kramat, Jakarta Pusat, Selasa, 16/12.

Selain itu, mantan Magister Postulan Fransiskan Pagal, Ruteng periode 2004- 2009 ini juga mengaku bahagia menjalani hidup sebagai seorang religius. “Saya ini kan orang biasa, tapi Tuhan memanggil. Ini suatu kebahagiaan bagi saya,” ungkap lulusan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) St Paulus Ruteng, Flores, Nusa Tenggara Timur ini. Saat ini, ia menjadi pemimpin komunitas Fransiskan, Kampung Ambon, merangkap sebagai Pengurus Yayasan St Fransiskus.

Relasi personal dengan Tuhan, kata Br Triyono harus menjadi yang utama bagi seorang religius. Setiap hari ia bangun pada pukul 04.30, lalu ikut doa pagi dan Ekaristi bersama komunitas. Setelah sarapan, ia bersepeda menuju kantornya.

Selain mengurus yayasan, Br Triyono juga mengajar ekologi untuk siswa SMK Fransiskus. “Melalui pelajaran ini, saya ingin menanamkan dalam diri peserta didik kesadaran akan pentingnya mencintai lingkungan dan menjaga keutuhan alam ciptaan,” kata bruder yang mengikrarkan kaul kekal pada 14 Agustus 2001 ini.

Panggilan Membiara
Kebahagiaan menjalani hidup membiara juga dialami Sr Sesilia Bouka ADM. Sr Sili, sapaan akrabnya lahir di Puu Ritta, Wee Kombaka, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, pada 10 Oktober 1955. Ia merupakan anak pertama dari enam bersaudara. Ayahnya penganut kepercayaan Marapu.

Setelah Lulus SD ia melanjutkan pendidikan di SMP St Gerardus Majella Kalembu Weri. Pada saat itulah benih panggilannya mulai tumbuh terutama ketika para suster dari tarekat Amalkasih Darah Mulia (ADM) mengadakan animasi panggilan di sekolahnya. Setelah lulus SMP ia melanjutkan pendidikan di SPG Sumba dan gema panggilan terus bergaung dalam hatinya. Seusai lulus SPG ia memutuskan untuk menjadi anggota tarekat ADM.

Menurut Sr Sili, hidup membiara sungguh memberikan kebahagiaan baginya. “Tantangan selalu ada, namun tidak menjadi alasan untuk tidak bahagia,” demikian kata Sr Sili ketika diwawancarai HIDUP di stasiun Gambir, Jakarta, Selasa, 16/12, sesaat sebelum berangkat ke Yogyakarta. Ia mengungkapkan bahwa perjumpaan dengan teman-teman dari latar-belakang yang berbeda membuatnya bertumbuh dalam kasih dan pelayanan. Ia pun belajar dari konstitusi tarekat ADM yang menganjurkan setiap anggota untuk saling membantu dalam kesukaran, saling memberi peluang gerak hidup dan saling mengambil bagian dalam suka dan duka (Konstitusi ADM No. 62 ).

Rutinitas Pelayanan
Tahun 1992 hingga 1994 Sr Sili menempuh pendidikan di Akademi Perawat Sint Carolus Jakarta. Setelah lulus, ia bertugas di Rumah Sakit Palang Biru Gombong, Jawa Tengah. Selanjutnya pada tahun 2000 hingga 2011, ia bekerja sebagai Direktur Rumah Sakit Karitas di Weetebula, Sumba. Ketika berkarya di tempat itu, ia setia menemani dan mendengar keluhan pasien. Semua itu dilakukannya dengan penuh semangat dan gembira. “Saya setia, karena Tuhan yang memanggil saya adalah setia,” tegasnya.

Pada bulan Juni 2011, Sr Sili terpilih menjadi Jenderal Kongregasi Sustersuster ADM dalam Kapitel Umum yang digelar di Windarraak, Belanda. Dengan jabatan baru itu, maka tugas dan tanggung jawabnya makin besar. Meski demikian, sebagai seorang religius ia selalu mengutamakan relasi personal dengan Tuhan. Setiap pagi, Sr Sili mengawali hari dengan mengikuti ibadat pagi pukul 04.30 dan melanjutkannya dengan Ekaristi harian di Gereja St Anna Duren Sawit Jakarta.

Selanjutnya, ia melakukan aktivitas lain seperti menjawab surat-surat masuk, mengirim surat, menerima telepon, mengirim dan menjawab email, dan seabrek pekerjaan yang lain. Di tengah kesibukan itu, ia tidak melupakan komunitas. Baginya komunitas adalah tanda kehadiran Kerajaan Allah. Kepada seluruh anggota tarekat ADM yang saat ini berjumlah 188 orang, Sr Sili berharap agar mereka selalu setia dan melakukan karya yang bermuatan cinta.

Sebagai bentuk ungkapan kekeluargaan dan persaudaraan, setiap tahun Sr Sili menulis surat Natal kepada seluruh anggota serikat. Surat Natal kali ini berupa ajakan untuk memperdalam hidup rohani, selalu setia pada panggilan, saling mendukung dan melayani. Surat ini, kata Sr Sili merupakan tanggapan atas inisiatif Paus Fransiskus yang menetapkan tahun 2015 sebagai tahun hidup bakti.

Celtus Jabun

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here