Pendamping Rohani Napi Nusakambangan

466
Penghargaan Kemanusiaan: Romo Carolus menerima Maarif Award 2012 bersamaan Ahmad Bahrudin.
[NN/Dok.HIDUP]
5/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Nusakambangan, pulau penjara yang menebar teror dan rasa takut. Namun, bagi Romo Carolus, Nusakambangan adalah rumah keduanya.

Pulau Nusakambangan dijuluki Alcatraz Indonesia, yang menyimpan aneka kenangan yang mewarnai perjalanan misi pastoral Romo Charles Patrick Edward Burrow OMI atau Romo Carolus. Salah satu fokus pastoralnya adalah sebagai pendamping rohani para narapidana (napi) yang berada di Nusakambangan.

Di antara sekian banyak napi yang sudah ia dampingi, Rodrigo Gularte (42 tahun), Ia adalah salah satu na pi yang na manya sudah marak menghiasi media massa akhir Februari lalu sebagai terpidana mati. Warga Brazil itu sudah lama di dam pingi oleh Romo Carolus di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Pasir Putih Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, dengan tingkat pengamanan Super Maximum Security (SMS). Selama mendampingi Rodrigo, Romo Carolus menu turkan, “Rodrigo itu sakit jiwa. Mestinya disembuhkan dahulu. Seorang penderita sakit jiwa tidak seharusnya dihukum.” Pria Brazil ini divonis mati tahun 2005 setelah tertangkap menyelundupkan enam kilogram kokain ke Indonesia. Kokain itu disembunyikan dalam papan selancar.

Cukup lama Romo Carolus memantau kondisi kejiwaan Rodrigo. Pada awal mengenal pria bertubuh tegap itu, ia menemukan Rodrigo begitu halus perasaannya. Rodrigo memelihara seekor kancil dengan penuh kasih sayang. Demi keamanan dari gangguan teman-teman Warga Binaan (WB) lain, Rodrigo menitipkan kancil itu kepada Romo Carolus. “Tetapi belakangan, Rodrigo mengalami gangguan mental. Sering terlihat ia berbicara pada tembok penjara,” kata Romo Carolus.

Selain Rodrido, Romo Paroki St Stephanus Cilacap itu juga mengenal dekat terpidana kasus narkoba lain, seperti Okwudili Ayotanzeatau Dili. Di Lapas Pasir Putih, Dili menjelma menjadi pelayan rohani yang tekun. Pemuda asal Nigeria ini menyiapkan berbagai keperluan Misa atau kebaktian. Ia menyiapkan dan memandu nyanyian pujian. Dili pula yang menghubungi teman-teman WB ketika romo atau pendeta datang. Di Lapas, pelayanan rohani yang di selenggarakan oleh romo atau pendeta di ikuti WB yang beragama Kristen dan Katolik.

Tak sekadar melayani, Dili juga mencipta nyanyian pujian. Ia merekam suaranya untuk lagu-lagu yang ia ciptakan dan sudah beredar di kalangan terbatas. “Menurut saya, Dili sudah menyesali perbuatan negatif dan kesalahannya, yakni menyelundupkan narkotika ke Indonesia. Secara Katolik, ia sudah bertobat dan berniat untuk bertobat,” ungkap Romo Carolus. Lebih lanjut Romo Carolus menuturkan, “Dili pantas dikasihani dan diberi kesempatan hidup untuk menebus kesalahannya.

Romo Carolus menjadi pembimbing rohani WB sejak tahun 1995. Anak keempat pasangan Edward Burrows dan Jane Burrows ini setia berbagi kasih dengan WB Katolik yang terkena kasus narkotika di Lapas Besi, Nusakambangan. Ketika kemudian Lapas Pasir Putih (SMS) dibangun, jumlah WB Katolik berwarganegara asing cukup banyak. Mereka tak cukup pandai berbahasa Indonesia. Sebagian bahkan bahasa Inggrisnya juga buruk. Romo Carolus diminta mendampingi mereka.

Berbagi Kasih
Seperti biasanya, Romo Carolus bertolak dari Pelabuhan Wijayakusuma pukul 7.00. Ia menyeberang selat dengan Kapal Pengayoman menuju Pelabuhan Sodong di Pulau Nusakambangan. Perjalanan ditempuh sekitar 15 menit. Dari Pelabuhan Sodong, perjalanan berlanjut dengan kendaraan Lapas.

Sekitar pukul 8.00, Romo Carolus telah berada di Kapel St Paulus. Kapel berukuran 4 x 6 meter itu berada di salah satu sudut kompleks Lapas Pasir Putih. Di sanalah Romo Carolus melayani konsultasi hingga pukul 10.00. Lalu, imam penerima Maarif Award 2012 ini mempersembahkan Perayaan Ekaristi hingga pukul 12.00.

Romo Carolus berkunjung ke Lapas tiap Rabu minggu ketiga. Kadang ia berkunjung sendiri, kadang ia mengajak sekelompok umat. Meski telah bertahun- tahun menjadi pembimbing rohani WB, ia tetap harus mengikuti prosedur pemeriksaan dan pengamanan Lapas. Ia selalu melapor di Pelabuhan Wijayakusuma, juga saat tiba di Pelabuhan Sodong. Memasuki Lapas Pasir Putih, ia pun harus menjalani pemeriksaan badan dan barang bawaan, termasuk tas yang berisi perlengkapan Misa.

Dari kunjungan rutin itu, Romo Carolus mengenal dengan baik para narapidana yang didampinginya. Ia pernah mengajak seorang pemuda untuk memberikan pelatihan memelihara udang. Seorang WB lain yang berpendidikan tinggi ia dorong untuk menulis buku tentang Nusakambangan.

Selain menyapa dan meneguhkan para WB, Oblat kelahiran Serville Palace, Dublin, Irlandia, 8 April 1943 ini menjadi pendamping rohani pada saat terakhir WB Katolik akan dieksekusi. Memegang teguh prinsip Gereja Katolik, Romo Carolus pun menolak hukuman mati.

Sutriyono (Cilacap), Yustinus Hendro Wuarmanuk (Jakarta)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here