Paskah dalam Keindonesiaan

415
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Semangat Paskah yang selalu saya ingat adalah soal pengorbanan, menjalani tantangan atau cobaan dengan kepasrahan. Allah Putra yang menjelma itu, Yesus Kristus, telah menunjukkan contoh dengan sangat gamblang dalam kehidupan kemanusiaan-Nya lewat penderitaan sebelum wafat di kayu salib, dan dimuliakan pada hari ketiga.

Paskah tahun ini dirayakan dalam situasi yang tak menentu. Kita melihat gonjang-ganjing politik yang tak berkesudahan, elite politik terus bertikai, dan perjalanan kita sebagai bangsa seolah kembali tersendat-sendat. Jika mau apatis dengan kondisi ini, bisa saja, dan mungkin banyak orang yang sudah mengambil sikap demikian. Namun, saya kira tetap selalu ada pengharapan yang bisa temukan dalam kondisi seperti ini.

Saya merasa bahwa perjalanan bangsa ini sama dengan ketika Yesus dalam perjalanan menuju Golgota: penuh dengan penderitaan, kesakitan, ketidak nyamanan, dan pula kengerian akan nasib diri sendiri. Tetapi, yang telah ditunjukkan Kristus sangatlah luar biasa! Dengan segala ketaatan, Ia melaksanakan tugas sebagai bentuk pengorbanan bagi umat manusia. Walaupun Ia sama sekali tak bersalah, Ia menerima tuduhan yang ditujukan kepada diri-Nya. Dan ketika wafat tergantung di kayu salib, Ia telah menyerahkan diri secara utuh. Ia yang wafat, kemudian bangkit, dan kemudian naik ke surga untuk menerima kemuliaan. Itu adalah inti iman Katolik, yang menurut saya perlu kita pegang bersama.

Dunia politik saat ini dapatlah dikatakan sebagai suatu jalan panjang, sebelum akhirnya nanti kita mungkin akan merasakan kondisi yang lebih baik sebagai bangsa. Kita tak pernah tahu di perhentian yang ke berapa kita berada saat ini. Namun, keyakinan untuk menjalani proses kehidupan sebagai bangsa perlu kita tempuh, agar nanti kitapun memperkaya pengalaman untuk menjadi bangsa yang besar.

Setiap hari, kalangan kelas menengah di perkotaan mengeluhkan banyak hal dan mencaci perilaku politisi yang dianggap kelewatan. Kemarahan tadi memang menguras energi kita. Jika kita menyadari bahwa ada dalam Jalan Salib yang panjang, mungkin kita tak perlu menguras energi yang tak perlu untuk mencaci dan membahas banyak hal yang masih merupakan anomali di sekitar kita.

Saya kira pada saat ini, kita perlu kembali menjadi diri kita dan menjalankan peran sejauh ada dalam jangkauan pengaruh kita. Kita menjadi orang yang baik, jujur, profesional, setia dengan tuntutan profesi, tidak korup, dan berusaha mengajak orang lain agar melakukan hal yang sama.

Banyak orang tak sabar melihat perubahan. Orang menginginkan sesuatu yang cepat bisa dilihat, bisa dinikmati, tanpa sadar bahwa proses perubahan bangsa membutuhkan waktu yang tak cepat. Banyak faktor yang akan menghasilkan perubahan, bukan semata perubahan sosok pemimpin.

Di sini kita kembali menghayati peristiwa Paskah. Paskah mengajak kita semakin peduli, berbagi. Di luar itu kita juga diajak untuk rendah hati, taat kepada perintah-Nya, menjalani proses secara tekun, dan pada akhirnya kita menyerahkan diri kita sepenuhnya dalam karya Ilahi. Kita tak pernah tahu secara persis hal yang terjadi dalam diri kita pada masa mendatang. Jadi, sementara kita menghayati peristiwa Paskah, kita pun menjalani perjalanan kita sebagai bangsa untuk menjadi lebih baik pada masa mendatang.

Selamat Paskah!.

Ignatius Haryanto

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here