Alakazam abrakadabra!

133
1.5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Saat kinerja menteri dalam kabinet Kerja Presiden Joko Widodo dipersoalkan, bahkan beberapa menteri dinilai tidak memiliki kinerja yang jelas, sejumlah menteri lalu mencoba menunjukkan upaya agar terlihat profesional. Tentu tidak ada satupun orang yang berkenan mendapatkan angka merah dalam rapor, tidak terkecuali para menteri. Beberapa menteri tersebut adalah Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nachrawi, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago.

Dalam pertemuan dengan perwakilan produsen bir asal Belanda, Heineken, pemegang saham terbesar PT Multi Bintang Indonesia, produsen Bir Bintang, Rachmat Gobel menegaskan upaya larangan (bukan pembatasan) penjualan bir di minimarket. Tentu supaya sah, larangan tadi dilegitimasi melalui pengesahan Peraturan Menteri Perdagangan No. 6/2015 yang berlaku 16 April lalu. Persoalan minuman keras direduksi kepada soal mabuk, dan mengabaikan fakta bahwa ratusan orang meninggal dunia setiap tahun justru karena minum miras oplosan, minuman keras yang dicampur secara kreatif dan mengabaikan unsur kesehatan.

Sementara, Menteri Yuddy Chrisnandi setelah mempertunjukkan adegan mencium tangan Puan Maharani, entah untuk alasan apa, mencoba memulihkan citra yang sempat menjadi tertawaan dalam ruang media sosial. Yuddy menjelaskan mengenai aturan mobil dinas yang dikeluarkan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, yang ditujukan untuk mengendalikan pembelian mobil berlebihan. Yuddy menjelaskan, saat ini para menteri memiliki dua unit mobil; Toyota Royal Saloon dan Nissan Teana, yang menjadi cadangan. Mobil cadangan itu diberikan kepada para menteri bila mobil utama mogok, karena mobil Royal Saloon itu sudah berusia lebih dari lima tahun.

Lepas dari argumen mengenai mobil dinas, isu mengenai miras menunjukkan kecenderungan pejabat yang memainkan isu-isu kecil dengan pijakan moral untuk mendapatkan legitimasi politik dan sosio-kultural. Barangkali untuk alasan yang sama pula, maka cium tangan Puan menjadi sah untuk dilakukan.

Argumen tentang aturan mobil dinas, mungkin menjadi strategi komunikasi politik baru yang memainkan imajinasi publik. Publik juga diajak berimajinasi dengan pembekuan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) oleh Menteri Imam Nahrawi. Imajinasi baru itu tak lagi berpijak kepada basis rasionalitas instrumental sebagaimana dijelaskan Max Weber. Mungkin kita diajak berimajinasi melalui argumentasi irasional superfisial atau barangkali berbasis sihir atau sulap: Alakazam… abrakadabra!

Sejauh dapat dicermati penerapan ide kereta api cepat seperti Shinkansen memang merupakan isu yang terlalu jauh untuk diwujudkan. Sebenarnya, jauh lebih mendesak membangun angkutan massal perkotaan dan antarkota dengan kereta biasa sebagaimana dijelaskan Menteri Andrinof Chaniago. Menghadapi upaya para menteri untuk menunjukkan kinerja pada kurun waktu satu bulan terakhir, sekalipun menunjukkan kecenderungan untuk menekankan alasan yang irasional di balik kebijakan yang dibuat, tetap menumbuhkan keyakinan bahwa masih ada menteri yang basis argumentasinya rasional dan dapat dipahami dengan mudah, seperti Menteri Andrinof Chaniago.

Bangsa ini sepertinya masih bisa berharap kepada Kabinet Kerja, sebagaimana ditunjukkan Andrinof Chaniago dan Susi Pudjiastuti yang berorientasi kepentingan masyarakat, terlepas dari carut-marut potret kinerja Kabinet Kerja yang tidak kunjung nampak kerjanya. Pertanyaan reflektif yang sama juga bisa kita ajukan untuk diri sendiri, apakah kinerja kita secara individual dan kolektif sudah menunjukkan orientasi kepada kepentingan umat Katolik dan juga bangsa? Atau, jangan-jangan kita juga masih berkutat dalam kepentingan sendiri dengan beragam alasan pembenaran?

Puspitasari

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here