WAJAH KERAHIMAN ALLAH DALAM SENGSARA YESUS

162
Paus Fransiskus dalam Prosesi Minggu Palma di lapangan St Petrus, 20/3.
[catholicnewsagency.com]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.comPaus Fransiskus memimpin prosesi dan Misa Minggu Palma. Bapa Suci juga merefleksikan tiga tahun masa pontifikalnya.

Paus Fransiskus memimpin Prosesi dan Misa Minggu Palma di alun-alun Basilika Santo Petrus, Vatikan. Minggu Palma merupakan peringatan atas sambutan meriah rakyat ketika Yesus memasuki kota Yerusalem, sebagai rangkaian perayaan Pekan Suci memperingati kisah sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus.

Bapa Suci memberkati daun palma dan ranting zaitun di hadapan puluhan ribu umat dan peziarah di Lapangan Santo Petrus, 20/3. Dalam homili Bapa Suci mengatakan: “kita dengan penuh semangat melambaikan daun zaitun atau palma. Kita menyatakan menghormati dan gembira menyambut kehadiran Yesus di dalam diri kita.” Paus memfokuskan, penderitaan Yesus untuk penebusan dan dengan wafat di kayu Salib untuk keselamatan kita. “Pada puncak ketiadaan-Nya, Yesus menyampaikan wajah Allah yang sebenarnya, yakni wajah kerahiman,” katanya. Bapa Suci, seperti disiarkan Radio Vatican, 20/3, menyimpulkan, “Yesus mengundang kita agar kita mengikuti jejak-Nya. Marilah kita memalingkan wajah kita kepada-Nya. Kita mohon rahmat-Nya agar kita mampu memahami misteri penyelamatan-Nya, dan marilah kita merenungkan misteri itu selama pekan Suci ini.”

Setelah itu, Bapa Suci melanjutkan homili tanpa teks. Ia mengimbau agar negara-negara tidak mengusir para pengungsi. Setelah menyitir petikan Injil yang menyebutkan bahwa Yesus secara tidak adil ditolak dan mengalami sengsara pada Pekan Suci, Paus mengatakan “Saya berpikir, begitu banyak rakyat dan orang yang terpinggirkan, begitu banyak orang yang meminta suaka, begitu banyak orang menjadi pengungsi. Tapi banyak pula orang tak peduli.

Sekitar 1,1 juta pengungsi lari dari negaranya karena peperangan atau terjadi kekacauan. Mereka mengadu nasib ke Uni Eropa sejak 2015. Dalam kesepakatan negara-negara Uni Eropa dan Turki, semua migran dan pengungsi, termasuk dari Suria, yang menyeberang secara ilegal ke Eropa, akan dikembalikan ke Turki. Mereka akan didata dan diproses permohonan suaka mereka.

Tiga Tahun Takhta Pontifikal
Sebagai Paus ke-266, Bapa Suci merefleksikan perjalanan penggembalaannya. Kini, Gereja harus berani membuat revolusi kelembutan dan revolusi kasih. Dalam refleksi yang dipublikasikan dalam website Salt and Light (SL), Minggu, 13/3, Pater Thomas Rosica CSB, Direktur SL menulis refleksi Bapa Suci selama tiga tahun. Bagi Paus, rahmat merupakan roh yang menjiwai seluruh pelayanannya. “Pelayanan harus berdasarkan rahmat yang menjiwai manusia untuk berbelaskasih,” kata Bapa Suci seperti dilansir L’Osservatore
Romano 14/3.

Menurut Pater Rosica, dunia memandang Bapa Suci sebagai pemimpin yang berani dan revolusioner. Dia seperti orang yang mengirim “perahu batu”, sementara banyak orang khawatir jangan-jangan keputusannya membuat perahu itu karam di tengah jalan.

Selama tiga tahun, Paus juga mengusahakan “revolusi normal”. Artinya, Bapa Suci mengedepankan revolusi di mana manusia ditakdirkan Tuhan untuk menikmatinya. Revolusi dari hati dan semangat pelayanan, menjadi arah kekuatannya.

Paus Fransiskus tidak lain adalah Pietro di Bernardone zaman ini. Ia adalah seorang Paus yang berpakaian sederhana, membayar tagihan penginapan sendiri, berjalan sendiri menikmati suasana Kota Roma dengan mobil kecil tanpa pengawal. Dialah Paus yang berhenti di dinding pemisah antara Yerusalem dan Betlehem, lalu berdoa di sana. Dia juga Paus yang mengundang Ulama Muslim untuk naik bersamanya di mobil kepausan saat kunjungan ke Republik Afrika Tengah yang dilanda perang. Dia bersedia merangkul, mencium para difabel dan orang sakit tanpa geli dan takut tertular.

Yustinus H. Wuarmanuk

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here