GEREJA TETAP TOLAK HUKUMAN MATI

145
Mgr Dominikus Saku memerciki jenazah Uchenna Onyeworo alias Seck Osmanu.
[HIDUP/Stefanus P. Elu]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.comJenazah Cajetan Uchenna Onyeworo alias Seck Osmanu disemayamkan di Rumah Duka St Carolus Jakarta. Mgr Ignatius Suharyo memimpin Misa Requiem. Sikap Gereja tetap menolak hukuman mati.

Mgr Suharyo tegas mengulang sikap Gereja terkait hukuman mati. “Sudah sangat jelas dan akan selalu seperti itu, Gereja Katolik menolak hukuman mati. Hidup adalah milik Tuhan dan hanya Dia yang berhak mengambil kembali.” Demikian penegasan Mgr Suharyo saat memimpin Misa Requiem untuk terpidana mati asal Senegal, Cajetan Uchenna Onyeworo alias Seck Osmanu di Rumah Duka St Carolus Jakarta, Sabtu, 30/7. Uskup Atambua Mgr Dominikus Saku dan sejumlah umat juga hadir dalam Misa Requem itu.

Dalam kesempatan itu pula pendeta Rina Eklesia mengisahkan pengalamannya mendampingi empat terpidana mati di Nusa Kambangan, Jumat dini hari 29/7. Empat terpidana mati itu adalah Michael Titus Igweh, Humphrey Ejike alias Doctor asal Nigeria, Cajetan Uchenna Onyeworo, dan Freddy Budiman asal Indonesia. “Sebetulnya Osmanu juga adalah warga negara Nigeria, tapi saat tertangkap ia memegang paspor Senegal,” ujar Rina yang hadir mendoakan keempat terpidana mati itu menjelang dieksekusi.

Beberapa hari jelang eksekusi mati Jilid III, Mgr Suharyo menulis surat dan disebarkan kepada semua paroki di Keuskupan Agung Jakarta. Dalam surat itu, Mgr Suharyo menguraikan tentang “Hukuman Mati dalam Pandangan Gereja Katolik” dan anjuran doa-doa permohonan yang dapat digunakan dalam Misa Sabtu dan Minggu. Doa permohonan tersebut dibacakan sendiri oleh Mgr Suharyo saat memimpin Misa Requiem.

Dalam penjelasannya tentang hukuman mati, Mgr Suharyo mengutip surat yang disampaikan Paus Fransiskus kepada Komisi Internasional Penghapusan Hukuman Mati pada 20 Maret 2015. “Hidup, terutama hidup manusia adalah milik Allah saja. Bahkan seorang pembunuh tidak kehilangan martabatnya yang dijamin oleh Allah. Allah tidak menghukum Kain dengan pembunuhan, karena Ia lebih ingin pendosa bertobat daripada mati (Evangelium Vitae 9).”

Mgr Suharyo mengurai perkembangan pandangan Gereja tentang hukuman mati sejak Paus Innocensius III (1161-1216) hingga Puas Fransiskus. Ia menyimpulkan, pandangan atau ajaran Gereja Katolik mengenai hukuman mati, berkembang dan pada akhirnya berubah. Jika dalam Perjanjian Lama yang berlaku adalah “Gigi ganti gigi, mata ganti mata”, maka dalam Perjanjian Baru, yang berlaku adalah Hukum Kasih.

Stefanus P. Elu

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here