REVOLUSI MENTAL DALAM GEREJA

201
Mgr Suharyo berbicara dalam talk show Revolusi Mental.
[HIDUP/Edward Wirawan]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.comRevolusi mental dalam kacamata Gereja adalah kesediaan melayani. Ikut merayakan HUT RI ke-71, berarti Gereja mesti semakin bersaudara, beriman, dan berbelarasa.

“INDONESIA melayani, Gereja melayani itu melawan arus,” ujar Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo. Menurut dia, sejak awal, manusia memiliki kecenderungan berkuasa, bukan melayani. Hal itu tampak dari keinginan manusia menjadi sama seperti Allah. “Jadi, karena ini melawan arus, maka harus banyak-banyak kontemplasi,” ujar Mgr Suharyo dalam Talk Show Revolusi Mental di aula St Fransiskus, Gedung Karya Pastoral Paroki St Paskalis Cempaka Putih, Jakarta, Sabtu, 13/8.

Kecenderungan manusia untuk berkuasa kemudian melupakan Allah yang Maharahim, Mahakasih, dan Mahakuasa. Meski demikian, orang Katolik dituntut berusaha mengikuti Yesus yang tidak naik, tetapi turun. Peristiwa turunnya Yesus menjadi manusia, kata Mgr Suharyo, menunjukkan bahwa sebetulnya manusia yang sejati hendaknya turun, tidak naik. Manusia terdiri dari badan, jiwa, dan roh. Maka revolusinya bukan hanya mental, tetapi juga rohani. Revolusi mental berkaitan dengan jiwa. Dalam perspektif Gereja, yang harus diubah adalah rohnya, agar ia menjadi manusia yang sejati. “Revolusi semacam ini bisa ditemukan dalam rumusan semakin beriman, semakin bersaudara, dan semakin berbelarasa. Yang diimani adalah Allah yang menjelma menjadi manusia. Ketika orang beriman memandang penderitaan, hatinya akan tergerak oleh belas kasih,” kata Mgr Suharyo.

Pembicara lain, Paulus Wirutomo mengatakan, revolusi mental menjadi syarat bagi perubahan di Indonesia. Orang Indonesia secara bersama harus mengenal diri sebagai bagian dari bangsa yang besar. “Kita memiliki budaya adiluhung yang menunjukkan bahwa kita bukan bangsa ecek-ecek,” ujar Guru Besar Universitas Indonesia ini. Tiga pembicara lain yang ikut mengisi talk show ini adalah Bupati Batang, Jawa Tengah, Yoyok Riyo Sudibyo, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik RI Eusebius Binsasi, dan Romo A. Benny Susetyo. Acara bincang-bincang tentang keindonesiaan yang dihadiri sekitar 200 orang ini digelar sebagai rangkaian peringatan Kemerdekaan RI ke-71.

Di Paroki St Stefanus Cilandak, Jakarta Selatan, HUT RI diperingati dengan cara menyalakan lampion yang dipajang mengelilingi gereja. “Ada 71 lampion sesuai jumlah usia Indonesia. Yang mengerjakan adalah komunitas skechers Paroki Cilandak,” ujar koordinator pembuatan lampion, Donald Saluling.

Edward Wirawan/Stefanus P. Elu

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here