Karena Belum Punya Gedung Gereja, Umat Paroki St Clara Beribadah di Ruko

306
Salah satu orator demo pembangunan gereja St Clara sedang memberikan orasinya. (HIDUP/A. Nendro Saputro)
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – SALAH satu tuntutan dari para pendemo pembangunan gereja Paroki St Clara, Bekasi Utara yang dilakukan oleh Majlis Silaturrahim Umat Islam Bekasi (MSUIB), Jumat, 25/11, menghendaki agar Panitia Pembangunan Gereja St Clara mencabut Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan memindahkan lokasi gereja yang masyarakat sekitarnya sudah banyak ditinggali umat Katolik. Mereka menyebut bahwa di lokasi tempat pembangunan gereja saat ini, umat Katoliknya hanya segelintir orang sehingga belum tepat jika didirikan gereja.

Menanggapi tudingan bahwa umat Katolik di wilayah Paroki St Clara hanya segelintir, Sekretaris Dewan Paroki Rasnius Pasaribu menjelaskan bahwa umat Paroki Santa Clara saat ini telah mencapai 9.422 jiwa dan tersebar di seantero Kecamatan Bekasi Utara. Dalam pelayanannya, paroki membaginya dalam 11 wilayah dan 58 lingkungan dengan penggembalaan empat orang pastor. Dengan jumlah umat sebanyak itu, namun belum memiliki bangunan gereja, pihak pengurus gereja kesulitan dalam memberikan pelayanan secara maksimal.

Untuk sementara, umat Paroki Santa Clara merayakan Misa di sebuah Ruko di Perumahan Wisma ASRI. Ruko yang mereka gunakan hanya mampu menampung sekitar 300 orang, sementara umat yang datang mengikuti Misa bisa mencapai 800-an orang. Tentu saja, umat yang tidak kebagian tempat di dalam akan menggunakan halaman ruko dan jalan tanpa atap untuk duduk menggunakan kursi plastik.

Ratusan umat St Clara rela berpeluh keringat kepanasan dan kehujanan, setiap kali hadir mengikuti Misa mingguan di ruko. Mereka rela duduk dan berdiri di badan jalan, karena bangunan ruko hanya mampu menampung 300-an orang. (Ist)
Ratusan umat St Clara rela berpeluh keringat kepanasan dan kehujanan, setiap kali hadir mengikuti Misa mingguan di ruko. Mereka rela duduk dan berdiri di badan jalan, karena bangunan ruko hanya mampu menampung 300-an orang. (Ist)

Yang cukup merepotkan tatkala hujan turun saat Misa berlangsung. Umat biasanya akan berhimpitan di dalam Ruko atau menepi ke teras rumah penduduk sekitar ruko yang dijadikan tempat ibadah. Jika tetap tidak kebagian tempat, sejumlah umat pasrah menggunakan payung atau rela diguyur air hujan. “Seperti pada tanggal 13 November lalu. Kami harus menggunakan payung dan menepi di rumah tetangga. Kami tidak mengada-ada,” ujar Rasnius sambil menunjukkan beberapa foto yang memperlihatkan umat yang mengikuti Misa menggunakan payung.

(Dok. Paroki St Clara Bekasi)
(Dok. Paroki St Clara Bekasi)
santa-klara-kehujanan
(Dok. Paroki St Clara Bekasi)

Untuk mengatasi masalah ini pihak paroki telah mengupayakan pendirian gereja. IMB Gereja Santa Clara telah diterbitkan oleh Walikota Kotamadya Bekasi Rahmat Effendi pada 28 Juli 2015 setelah melalui tahapan verifikasi berkali-kali selama 17 tahun. “Seluruh persyaratan kami penuhi dengan baik dan benar. Semua ada dokumentasinya,” kata Rasnius lagi.

Berkat IMB itu, Paroki Santa Clara mulai membangun gereja dengan peletakan batu pertama pada 5 Desember 2015. Saat itu perayaannya diadakan secara sederhana dan singkat. Pastor Kepala Paroki St Clara Romo Raymundus Sianipar OFMCap memimpin acara dihadiri Ketua RT 03 Bapak Nari, Ketua RT 02 Iin Kurnia, Kanit Polsek Bekasi Utara Bapak Sugeng dan 30 tamu lainnya. Usai peletakan batu pertama, para romo, panitia, dan tamu hanya minum air putih dalam kemasan serta menyantap gorengan dalam kantong kresek yang dibawa seorang umat.

Dengan turunnya IMB dan usaha peletakan batu pertama pembangunan itu pada perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Paroki Santa Clara ke-18 juga diadakan acara pelantikan Panitia Pembangunan Gereja oleh Uskup Keuskupan Agung Jakarta, Mgr Ignatius Suharyo pada Minggu, 14 Agustus 2015. Saat dilantik, panitia pembangunan yang sebelumnya berjumlah 60 orang bertambah menjadi 80, dengan tambahan jumlah orang pada seksi dana karena anggaran pembangunan gereja yang masih kurang.

Lebih lanjut Rasnius menjelaskan, isu lain yang biasa dihembuskan di masyarakat sekitar bahwa gereja St Clara merupakan gereja terbesar se-Asia. “Dari mana kemampuan kami mendirikan gereja sehebat itu? Tanahnya saja saat ini hanya 6.500 meter persegi, dan di atasnya akan dibangun gereja seluas 1.500 meter persegi, lalu ada balai pengobatan dan rumah pastor. Belum lagi tempat parkir dan ruang terbuka hijau,” jelas Rasnius sambil memohon doa agar semua ujian yang mereka alami di Santa Clara bisa mereka lewati. Dia juga meminta kepada warga yang menolak agar mau membuka tangan, hati dan diri untuk menerima mereka. “Kita kan bersaudara, setanah air dan seperjuangan,” ujarnya.

Senada dengan Rasnius, Romo Raymundus Sianipar OFMCap juga menegaskan bahwa pihak Panitia Pembangunan Gereja St Clara tidak sembarangan dalam mengurus izin. Mereka tertib dan disiplin dalam mengurus administrasinya. “Selama 17 tahun kami mematuhi semua persyaratan dan peraturan. Kami sabar dan telaten meski tantangannya tidak sedikit menggerus pikiran, emosi, perhatian dan sebagainya,” ungkap Pastor Ray.

A. Nendro Saputro

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here