Renungan Minggu, Minggu 25 Desember 2016 : Kemuliaan, Kasih Karunia, dan Kebenaran

536
[closureforjesus.com]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com - Hari Raya Natal: Yes 52:7-10; Mzm 98; Ibr 1:1-6; Yoh 1:1-18

PERMULAAN Injil Yohanes yang dibacakan pada hari Natal siang, amat kaya dengan pengetahuan dan pesan iman. Salah satunya adalah paham mengenai sabda atau firman. Kita semua tahu, kata, ucapan, sabda, firman bukanlah sekadar bunyi atau sekumpulan huruf yang mati. Firman adalah daya kekuatan yang dapat menciptakan, meneguhkan, mendorong. Kalau kita mengatakan kepada seorang anak, “Adik sangat rajin,” kata-kata itu biasanya memberikan kekuatan pada anak itu agar semakin rajin. Tapi kata-kata juga dapat merusak. Kalau kita mengatakan kepada anak yang sama, “Kamu bodoh,” kata-kata ini akan menimbulkan luka dalam diri anak. Keduanya mempunyai pengaruh yang besar dalam perkembangan diri anak.

Yohanes mengawali Injilnya dengan mengatakan, “Pada mulanya adalah Firman” (Yoh 1:1). Kalimat seperti ini, bagi pembaca yang faham Kitab Suci akan mengingatkan pada kisah penciptaan yang terdapat pada awal Kitab Kejadian. Dalam kisah itu diceritakan bahwa Firman Allah menciptakan. Setiap kali dikatakan, “Berfirmanlah Allah …. ” (Kej 1:3.6.9.11), semua yang difirmankan menjadi kenyataan. Peristiwa sabda yang menciptakan ini dikenangkan terus, antara lain dalam doa-doa Mazmur: “Oleh firman Tuhan langit telah dijadikan” (Mzm 33:6); “… disampaikan-Nya firman-Nya, dan disembuhkan-Nya mereka” (Mzm 107:20).

Dengan cara itu, Yohanes ingin menyampaikan pesan bahwa Sang Firman yang menjadi daging dan tinggal di antara kita, yaitu Yesus, mempunyai daya menciptakan, meneguhkan, membangun, dan menjadikan segala sesuatu baik, bahkan sungguh amat baik. Sama seperti pada awal mula, ketika Allah berfirman, semua menjadi baik dan sungguh amat baik.

Pada puncaknya mengenai Firman itu dikatakan, “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya, sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (ay 14). Dalam ayat ini Yohanes menggunakan tiga kata yang kaya akan pesan iman dan sekaligus merupakan kata-kata kunci untuk memahami Injil Yo hanes: kemuliaan, kasih karunia, dan kebenaran.

Pertama, kemuliaan. Hidup Yesus merupakan pernyataan kemuliaan Allah. Pada akhir kisah perjamuan nikah di Kana Yohanes menulis, “Hal itu dibuat Yesus di Kana … sebagai yang pertama dari tanda-tanda-Nya dan dengan itu Ia telah menyatakan kemuliaan-Nya, dan murid-murid-Nya percaya kepada-Nya” (Yoh 2:11). Kemuliaan itu berasal dari Bapa (bdk Yoh 8:54; 17:5). Selanjutnya Yohanes menulis, “Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu …” (Yoh 17:22). Kedatangan Yesus adalah pernyataan kemuliaan Allah di dunia. Dalam Perjanjian Lama, kemuliaan Allah paling nyata dalam peristiwa pembebasan umat dari perbudakan Mesir (bdk Kel 16:10; 24:16; 40:34).

Kedua, kasih karunia. Muatan yang paling mendasar dari kata ini adalah anugerah cuma-cuma, gratis (dari kata bahasa Latin gratia, rahmat). Kedatangan Yesus ke dunia, berbela rasa dan akhirnya menerima sengsara dan kematian di salib adalah wujud kasih Allah yang sempurna. Kasih Allah yang sempurna tertuju kepada manusia inilah yang disebut kasih karunia. Kasih karunia ini dari satu pihak menyatakan kelemahan manusia, tapi dari lain pihak menyatakan kasih setia, kebaikan, dan kemurahan hati-Nya.

Ketiga, kebenaran. Dengan penuh wibawa Yesus menyatakan, “Akulah jalan dan kebenaran, dan hidup” (14:6). Tak semua orang dapat memahami kebenaran sebagai gagasan yang abstrak. Dengan menyatakan diri sebagai kebenaran, Yesus ingin menyampaikan kalau melihat Dia, kita melihat Allah: “Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh 10:30). Ia datang untuk memberi kesaksian tentang Allah yang adalah Sang Kebenaran (Yoh 18:37). Dalam arti ini, pernyataan Yesus bahwa Dia adalah jalan, kebenaran, dan hidup mesti dipahami secara utuh. Yesus tak hanya menyatakan diri sebagai kebenaran. Ia sekaligus adalah jalan. “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata, ‘Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami’” (Yoh 14:9). Ketika orang mengikuti jalan, yang adalah Yesus, selanjutnya melalui Yesus percaya kepada kebenaran, ia akan mempunyai hidup.

Semoga dengan merayakan Natal, kita, keluarga dan komunitas kita, semakin dapat memahami dan mengalami kemuliaan, kasih karunia, dan kebenaran Allah yang menjadikan segala sesuatu baik, bahkan amat baik. Selamat Natal dan Tahun Baru 2017.

Mgr Ignatius Suharyo

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here