Natal 2016: Sederhana dan Damai

318
Walikota Banjarmasin Ibnu Sina bersama Mgr Petrus Boddeng Timang
[HIDUP/Dionisius Agus Puguh Santosa]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com - Perjuangan pelayan pastoral di daerah terpencil dan perbatasan bermakna mendalam selama perayaan Natal 2016 dan Tahun Baru 2017. Pesan damai menjadi warta sukacita beberapa keuskupan.

PERJALANAN yang melelahkan. Demikian kesan awal Fr Petrus Kowarin. Mahasiswa Filsafat Seminari Tinggi Hati Kudus Pineleng, Manado, Sulawesi Utara ini ditugaskan di Paroki St Kristoforus Gorontalo. Untuk sampai ke Paroki itu, Fr Petu–demikian sapaannya– harus menempuh perjalanan selama delapan hingga sembilan jam dari Kota Manado. Kondisi jalan Manado–Gorontalo pun cukup sulit. Selain berliku-liku, banyak jurang menghiasi bahu kiri dan kanan jalan. “Perjalanan menuju tempat tugas sangat menantang. Tapi itulah pelayanan. Untuk keselamatan umat, kita harus berjuang,” ujar Fr Petu.

Fr Petu tak sendirian. Ada dua Frater yang juga bertugas bersamanya, yaitu Fr Boby Weredity dan Fr Egi Pangemanan. Ketika tiba di Gorontalo, mereka diutus ke beberapa Stasi di Paroki Gorontalo. Kepala Paroki Gorontalo, Pastor Berti Imbar menugaskan Fr Petu di Stasi St Aloysius Londoun. Stasi ini merupakan stasi terjauh di Paroki Gorontalo. Perjalanan dari pusat Paroki memakan waktu sekitar enam jam dengan bus atau mobil.

Fr Petu berkisah, “Ini pengalaman pertama saya bertugas Natal di tempat jauh. Awalnya saya gugup. Tapi ketika melihat sambutan umat, saya merasa dikuatkan. Di sini saya merasakan, mereka seperti keluarga saya sendiri,” ujar calon imam Keuskupan Amboina ini. Ada 25 Kepala Keluarga yang ia layani. Kebanyakan umat berasal dari Suku Sangihe-Talaud yang tinggal di pulau-pulau kecil antara Sulawesi dan Filipina.

Suasana Natal pun dirayakan secara sederhana. Tak ada kembang api, pohon Natal ataupun hingar bingar sejenisnya. “Saya belajar dari kesederhanaan umat. Kesempatan ini saya gunakan untuk merefleksikan panggilan saya,” ucap Fr Petu. “Kehadiran Frater disambut seperti “raja” di sini. Umat berusaha memenuhi kebutuhan Frater, seperti makan dan minum, meski mereka sendiri harus berhutang di warung,” kisah Ketua Stasi Londoun, Ridwan Manumpil.

Natal di Perbatasan
Pengalaman kesederhanaan Natal juga dialami umat Paroki Stella Maris Atapupu, Keuskupan Atambua. Paroki ini sering disebut “Paroki perbatasan” karena letaknya berbatasan dengan negara tetangga, Timor Leste yang berjarak sekitar 50 kilometer dari pusat Paroki. Pastor Rekan Paroki Atapupu, Yoris Samuel Giri mengisahkan, suasana dominan saat Natal adalah kekeluargaan. Kebiasaan orang Timor, ungkap Pastor Yoris, yaitu suka berkumpul. Kegiatan kumpul-kumpul ini digunakan untuk makan bersama dan saling mengunjungi antarkeluarga. Tak jarang kunjungan juga diadakan ke mesmes TNI yang beragama lain.

Kebanyakan umat Paroki Atapupu adalah nelayan. Maklum saja, daerah ini berada di pesisir pantai. Saat Natal dan Tahun Baru, banyak nelayan tidak melaut. Mereka lebih memilih berkumpul bersama keluarga. Kadang mereka mengunjungi saudara-saudari mereka yang berada di Timor Leste. Sebagian umat Paroki Atapupu merupakan bekas pengungsi Timor Leste yang memilih menjadi Warga Negara Indonesia. “Kita harus terus melindungi mereka, setidaknya melayani kebutuhan iman mereka selama Natal agar mereka percaya Gereja Katolik Indonesia tidak menutup mata terhadap mereka,” tegas Pastor Yoris.

Paroki Atapupu berdiri sejak 1883. Paroki ini menjadi Paroki perbatasan sekaligus pintu utama Indonesia–Timor Leste. Wilayah pastoralnya cukup luas, dari wilayah Silawan, Seroja Motain, Kenebibi, Atapupu, Lakafehan, dan Fatuketi. Jumlah umat Paroki per 1 Januari 2016 adalah 14.789 jiwa.

Romo Yoris Samuel Giri bersama anak-anak Paroki Stella Maris Atapupu, Atambua usai Misa Natal[dok. Pribadi]
Romo Yoris Samuel Giri bersama anak-anak Paroki Stella Maris Atapupu, Atambua usai
Misa Natal
[dok. Pribadi]
Di tengah kesederhanaan Natal ini, Pastor Yoris berharap agar umat perbatasan makin tumbuh dalam kasih, menjaga serta memelihara iman dengan setia dan militan. “Dengan melakukan hal demikian, kita jadikan momen Natal sebagai kesempatan untuk membuka diri, khususnya yang berbeda dengan kita,” ujar Pastor Yoris.

Perkuat Toleransi
Berbeda dengan Gorontalo dan Atambua, Natal di Stasi Yohanes Pemandi Landasan Ulin, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, menjadi kesempatan umat merefleksikan toleransi. Perayaan Ekaristi Natal dipimpin Kepala Paroki Bunda Maria Banjarbaru, Romo Gregoris Syamsudin MSF.

Dalam khotbahnya, Romo Syamsudin mengajak umat merefleksikan tentang semangat toleransi antarumat beragama. Menurutnya, Tuhan mau datang menjumpai manusia karena Dia begitu mengasihi umat-Nya. “Dia adalah Allah yang menyapa dan menyelamatkan kita. Dia adalah hadiah dari Allah bagi kita manusia. Tugas kita sekarang adalah mewartakan keselamatan yang sudah kita terima kepada sesama.”

Salah satu cara mewartakan keselamatan, lanjut Romo Syamsudin, adalah dengan menjaga toleransi. Namun, masih ada begitu banyak sikap intoleran. Misal, orang mudah menghujat sesama, tak ada rasa persaudaraan dan belas kasihan. “Mari kita balas kebencian dengan cinta, damai, pengampunan, dan sukacita. Doakanlah mereka yang membenci dan menghujat kita,” tegasnya.

Pesan toleransi menjadi warta utama Natal di Keuskupan Banjarmasin. Warta ini diwujudkan dengan open house di Wisma Immaculata, Minggu, 1/1. Hadir dalam acara ini Walikota Banjarmasin Ibnu Sina dan istri, mantan Gubernur Kalimantan Selatan H Rudy Ariffin serta aparat keamanan, seperti Dandim 1007/Banjarmasin Letkol Inf. Wilson Napitupulu.

Ibnu Sina dalam sambutannya berharap agar Banjarmasin selalu aman dan damai, sebagai bentuk dukungan nyata terhadap pemerintah. Sementara itu, Uskup Banjarmasin Mgr Petrus Boddeng Timang menandaskan, Natal adalah kesempatan menjalin persaudaraan dan silaturahmi. Kita telah beriman, tapi sebagai warga negara, kita perlu bersatu supaya menjadi rahmat bagi sesama. Caranya adalah menjaga perbedaan agama, suku dan cara pandang kita,” tegas Mgr Timang.

Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto saat memberi sambutan di Gereja Katedral Bogor[HIDUP/Aloisius Johnsis]
Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto saat memberi sambutan di
Gereja Katedral Bogor
[HIDUP/Aloisius Johnsis]
Pesan damai juga bergaung di Keuskupan Bogor. Saat kunjungan ke Gereja St Perawan Maria Katedral Bogor, Sabtu, 24/12, Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto mengajak umat untuk terus menginisiasi kedamaian dan kerukunan antarumat beragama. Pada kesempatan itu, Bima Arya berjanji untuk terus menciptakan perdamaian di Kota Bogor. “Malam ini kami berkeliling ke semua Gereja di Kota Bogor, ingin memastikan agar ibadah Natal umat Kristiani berlangsung aman, tertib dan damai,” ujarnya.

Bima Arya datang dengan didampingi Sekretaris Daerah Kota Bogor Ade Syarif Hidayat, Ketua DPRD Kota Bogor Untung Maryono, Kapolres Kota Bogor AKBP Suyudi Ario Seto, Dandim, dan jajaran Muspida lainnya. “Keberagaman adalah keniscayaan, maka seluruh warga Kota Bogor wajib memelihara keberagaman yang telah terjalin selama ini. Kami mengucapkan Selamat Natal kepada seluruh umat. Semoga Natal tahun ini membawa berkat dan kesejahteraan bagi kita semua,” kata Bima di akhir sambutannya.

Yusti H.Wuarmanuk
Laporan: Dionisius Agus Puguh Santosa (Banjarmasin) dan Aloisius Johnsis (Bogor)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here