Komkep KWI Umumkan Pemenang Kompetisi Penulisan Multikultur sebagai Solusi Intoleransi

377
Pastor Antonius Haryanto Pr, Sekretaris Eksekutif Komisi Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia. (Sumber: Dok. Komkep KWI)
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – KOMISI Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia (Komkep-KWI) menetapkan tiga pemenang lomba penulisan yang mengangkat tema multikultur. Hasil ini diumumkan di Jakarta, Selasa, 4/7. Ditulis dalam format “surat kepada sahabat”, ketiga pemenang tersebut berhasil menyisihkan karya 200 lebih peserta yang ikut dalam kompetisi ini.

Dalam sejarah, lomba penulisan multikultur ini baru pertama kali diadakan oleh Komisi Kepemudaan KWI dan diadakan untuk menyambut Asian Youth Day 2017 yang akan berlangsung pada 30 Juli- 6 Agustus di Yogyakarta. “Lomba penulisan multikultural diadakan untuk melihat bagaimana orang muda mengalami dan menjalani perbedaan,” ujar Sekretaris Eksekutif Komisi Kepemudaan KWI, Romo Antonius Haryanto.

Menurut Romo Hary – begitu dia biasa disapa – suara orang muda lewat kompetisi penulisan ini akan memperkaya dan menerbitkan inspirasi untuk membangun kehidupan yang toleran dan damai.

Dalam kompetisi kali ini, Komkep KWI memilih tiga orang yang tergabung dalam Tim juri yang terdiri dari Anik Wusari, Direktur Eksekutif Indonesia untuk Kemanusiaan sebagai Ketua, Redaktur Senior Majalah Tempo, Hermien Y. Kleden sebagai anggota, dan Senior Officer Bidang Advokasi dan Riset Wahid Institute, Alamsyah M. Djafar sebagai anggota. Mereka telah melangsungkan rapat tertutup di kantor Komisi Kepemudaan KWI, Jalan Cikini II No. 10, Jakarta Pusat pada Senin petang, 3/7. Setelah berdiskusi dan berdebat selama beberapa jam, ketiganya bersepakat menetapkan tiga karya sebagai pemenang dari 40 finalis.

Sebagai pemenang pertama, diraih oleh Filisianus Richardus Viktor dari Kota Pontianak, Kalimantan Barat dengan karya tulis berjudul “Satu yang Tak Sama: Dia Masih Keluargaku.” Posisi kedua, direbut oleh Maria Chris Lievonne asal Jakarta dengan judul tulisan “Teruntuk Sahabat-sahabatku”. Pemenang ketiga, diraih oleh Olida Ferawati dari Pematangsiantar, Sumatera Utara dengan naskah berjudul “Damai Indonesia Mulai dari Anak”.

Anik Wusari merasa tertarik melihat hasil karya para peserta yang dapat menggambarkan perspektif orang muda lintas-iman dan lintas daerah Indonesia yang berbicara tentang situasi terkini, termasuk rasisme dan intoleransi, dalam tulisan-tulisan mereka. “Banyak hal mengejutkan dari pengalaman mereka,” katanya.

Sedangkan Alamsyah Djafar, yang lama berkecimpung di bidang advokasi dan riset mengaku terkesan oleh keterbukaan anak-anak muda ini berbicara tentang situasi “sulit” di lingkungannya, termasuk diskriminasi dan rasisme. “Melalui cerita-cerita mereka, kita melihat kesenjangan minoritas-mayoritas. Dan lewat pengalaman mereka, membuat kita bisa lebih memahami sikap dan perasaan antar-kelompok yang berbeda,” tegas Alamsyah.

Selain melihat keberanian anak-anak muda ini berbicara tentang aneka problem multikultur, Hermien Y. Kleden juga mengaku terkesan pada tawaran-tawaran solusi yang diberikan oleh para peserta lomba. “Poin-poinnya sederhana, aplikatif dan orisinal karena lahir dari pengalaman pribadi di lingkungannya ,” ujar Hermien.

Dalam penilaian, ketiga juri menyoroti problem intoleransi yang dipicu oleh perbedaan agama, ras, budaya dalam karya ketiga pemenang — dan ketiga-tiganya menawarkan sejumlah solusi mengatasi intoleransi: mulai dari belajar menerima perbedaan walau pun prosesnya bisa sangat menyakitkan, hingga menanamkan spirit toleransi sejak usia dini pada anak-anak. Hal ini, menurut ketiga pemenang, adalah cara untuk hidup damai di Indonesia yang amat bhinneka dari segi budaya, kultur, agama.

Koordinator Lomba Penulisan, Pingkan Serafien menyatakan panitia menerima lebih kurang lebih 250 naskah dari seluruh Indonesia. Yang menggembirakan, menurut Pingkan, peserta lomba datang dari lintas-iman, lintas kultur dan wilayah.

Bersama naskah ketiga pemenang, para juri menyeleksi 17 naskah lain yang akan diterbitkan dalam Bahasa Indonesia dan Inggris. Selain diedarkan untuk masyarakat luas, buku ini akan disediakan sebagai salah satu bacaan inspiratif bagi peserta Asian Youth Day 2017 yang akan mengangkat tema “Joyful Asian Youth! Living The Gospel in Multicultural Asia” – di mana Indonesia menjadi tuan rumah untuk pertama kalinya.

(ANS)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here