Gembala Berbau Domba, Pastoral Umat sambil Jalan Sehat

170
Romo Budi berdoa bersama Keluarga Bruno. Tedi si bungsu yang bersama Romo Budi yang katanta pengin jadi Romo juga. (Dok. HAK-KAS)
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – ADA yang unik dalam pelaksanaan “kejungkel” (kerasulan kunjungan keluarga) yang dijalankan Romo Aloys Budi Purnomo, yang sementara ini masih menghayati jadwal pelayanan sebagai Pastor Pembantu Paroki Kristus Raja Ungaran merangkap Pastor Kepala Campus Ministry Unika Soegijapranata Semarang, Jawa Tengah.

Sepulang dari Unika Soegijapranata Semarang, Kamis sore, 13/7, Romo Budi dijemput Pasutri Budi Rahayu untuk “kejungkel” di Lingkungan Fransiskus Xaverius Perum Leyangan Damai, Ungaran Timur. Setiba di lingkungan, Romo Budi diajak singgah di rumah Benni – Ketua Lingkungan. Istri Benni, Purma adalah anggota Komunitas Unika Soegijapranata. Empat bulan terakhir di Fakultas Arsitektur. Sebelumnya LPPM Unika Soegijapranata.

Jalan Sehat “Kejungkel”
Di sinilah uniknya “kejungkel” kali ini. Bersama sejumlah umat (Pasutri Budi Rahayu, Benni, Bu Pri, Bu Adi, Pasutri Marcell Elly, dan Sugeng) Romo Budi berkeliling dari keluarga yang satu ke keluarga lainnya untuk menyapa dan berdoa bersama dengan berjalan kaki. Menurut Bu Budi Rahayu, seluruh perjalanan yang ditempuh dari awal hingga akhir (15 rumah/keluarga) itu bentangan radiusnya bisa mencapai enam sampai tujuh kilometer, bahkan mungkin delapan kilometer. Berapa kilometer pun, menurut Rom Budi, tidak penting. Katanya, yang terpenting berjumpa umat, menyapa dan berdoa sejenak bersama mereka.

Perjalanan di bawah bintang-gemintang dan diiringi suara binatang-binatang malam itu mendaki-menurun sesuai kontur tanah wilayah perumahan tersebut. Ada yang menanjak tinggi ada yang menurun tajam. Beberapa ibu tampak kelelahan dan kehausan, sementara Romo Budi tampak bersemangat meski jubahnya mulai basah oleh keringat.

“Masih kuat Romo?” tanya Benni kepadanya.
“Masih. Makin jauh dan panjang perjalanan yang ditempuh kan makin banyak yang bisa disapa,” jawab Romo Budi. Benni terus bertanya, katanya, karena istrinya yang di rumah terus pula bertanya padanya: sudah sampai mana, perlu dijemput dengan mobil tidak.

Gembala Berbau Domba
Bagi Romo Budi, perjalanan kejungkel yang unik dengan medan seperti itu justru menantang meski seharian sebelum kejungkel dia berada di Kampus Unika Soegijapranata dengan berbagai aktivitasnya pula. “Ini pun seperti olah raga jalan sehat. Dan yang terpenting bisa berjumpa dengan umat dari dekat,” jelas Romo Budi.

Lebih lanjut Romo Budi mengatakan, “Inilah sebentuk penghayatan pesan Paus Fransiskus agar menjadi gembala yang berbau domba.”

Hal yang unik lainnya dari “kejungkel” kali ini, ada lima belas rumah yang dikunjungi. Dari lima belas rumah itu, ada yang satu rumah ditinggali dua Kepala Keluarga. Menurut Benni, Ketua Lingkungan, yang mau dikunjungi rencananya hanya lima sampai tujuh keluarga. Namun, melihat Romo Budi begitu bersemangat, bahkan setiap ada keluarga Katolik di dekat keluarga yang dikunjungi, Romo Budi justru di luar dugaan singgah di rumah tersebut sampai-sampai yang dikunjungi terkejut dalam kegembiraan bahkan minta berfoto-foto, maka Benni menggenapi menjadi empat belas rumah atau keluarga.

“Supaya seperti stasi/perhentian jalan salib!” Jelas Benni. “Eh, ternyata terhitung dengan rumah saya, jadinya yang dikunjungi Romo Budi sebanyak lima belas rumah!”

Keluarga Adi, salah satu dari lima belas yang dikunjungi Romo Budi. (Dok. HAK-KAS)

 

Di sepanjang jalan “kejungkel”, Romo Budi yang juga Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan-Keuskupan Agung Semarang (HAK-KAS) itu tampak tak hanya menyapa yang Katolik. Tanpa ragu dan tanpa canggung, siapa saja disapanya, mulai anak-anak, remaja, orang muda dan bapak-bapak yang dijumpai sepanjang jalan disapa dengan ramah. Bahkan beberapa bapak disalaminya dengan ramah. Meski tidak saling kenal, mereka yang disalami pun menyambut dengan ramah oleh sebab rombongan yang mengantarnya sudah mereka kenal.

“Tapi bahwa Romo Budi mau menyalami mereka yang tidak dikenal dan mereka mau menerima salaman itu, sungguh luar biasa!” Jelas Budi Rahayu, yang menceritakan bahwa setiap Natal dan Paskah, rumahnya juga dikunjungi oleh warga sekitar, meski di wilayah RT-nya, dia satu-satunya yang beragama Katolik. Bahkan bersama warga RT-nya Budi Rahayu sedang membentuk kelompok musik Rebana.

Kejungkel dengan jalan sehat demi pastoral umat itu ditutup dengan makan malam bersama di rumah Benni dengan masakan yang disiapkan Bu Adi. Sesudah makan malam, Romo Budi diantar pulang Budi Rahayu dan sampai di pastoran dengan jam yang menunjukkan waktu sudah berada pada pukul 23.00 WIB.

(ANS)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here