Halalbihalal Kebangsaan dan Pesan Damai dari Klero

87
Gus Mus menyampaikan tausiyah didampingi para tokoh lintas agama. (Dok. HAK-KAS).
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – RIBUAN warga masyarakat berbondong-bondong berkumpul di lapangan desa Klero, Tengaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah (Jateng). Dari anak-anak, remaja, orang muda hingga dewasa, semua hadir dalam semangat kebangsaan dalam acara Halalbihalal Kebangsaan yang diselenggarakan komunitas masyarakat lintas agama Kabupaten Semarang dalam kerjasama dengan Pagar Nusa Kabupaten Semarang, Sabtu, 15/7.

Sambil menunggu acara dimulai ditampilkanlah berbagai kreasi seni dan budaya baik secara Islami maupun Konghucu. Ditampilkan Barongsai dan Liong dari Genta Sakti Ambarawa. Perkusi SMP Mater Alma juga menyemarakkan praacara dengan kreasi mereka.

Secara kebangsaan acara dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan dilanjutkan dengan sambutan-sambutan. Mulai dari Ketua Panitia M Rofani, Wakil Bupati Ngesti Nugraha, Danrem 073/Mkt J Pardede mewakili Pangdam, AKBP Partono yang mewakili Kapolda Jateng. Semua sambutan pada intinya mensyukuri kesempatan Halalbihalal Kebangsaan ini dan mengajak semua yang hadir untuk menjaga keutuhan NKRI dan kerukunan hidup bersama.

Deklarasi Damai
Halalbihalal dengan tema, ”Menjalin Persaudaraan dalam Bingkai Kebhinnekaan” itu ditandai dengan deklarasi damai para tokoh lintas agama. Mereka adalah Ketua Umum Pagar Nusa dari Islam H.M Nabil Harun, dari Agama Budha Bhiksu Dhamasubho Mahatera, dari Konghucu Liem Ping An, dari Agama Katolik Romo Aloys Budi Purnomo, dari Kristen Pendeta Markus, dari Hindu Nyoman Surahata.

Deklarasi damai dibacakan oleh HM Nabil Harun. Tujuh pokok gagasan diserukan sebagai pesan damai dari Klero. Pertama, tekad menjadi bangsa yang berasaskan Pancasila dan hidup damai dalam Bhinneka Tunggal Ika, karena itulah jaminan utama bagi kelangsungan kehidupan bersama. Kedua, menolak sikap ekstremis, radikal, sikap menafikan yang lain, sikap mengkafirkan dan menyesatkan kelompok lain, karena pembiaran terhadap sikap-sikap seperti itu hanya akan berarti penghancuran masa depan bangsa dan negara. Ketiga, membangun sikap saling menghargai, membela, menolong, duduk sama rendah, tegak sama tinggi, dalam pelukan Ibu Pertiwi yang damai.

Keempat, menegakkan hukum sebagai ukuran keadilan yang setara bagi semua, tanpa diskriminasi, di antara anak bangsa. Kelima, merajut kembali saling percaya di antara sesama anak bangsa yang kian tergerus oleh sikap intoleran sebagian kelompok di satu sisi dan invasi budaya asing di sisi lain. Keenam, menghidupkan kembali nilai-nilai budaya Nusantara seperti gotong royong, cinta Bumi Pertiwi, menyayangi tanah dan alam dan lain sebagainya. Dan ketujuh, mengedepankan rekonsiliasi, reintegrasi dan bina damai dalam menyelesaikan konflik horisontal.

Gus Mus dan Rumah Kita
Halalbihalal yang disemarakkan oleh penampilan penyanyi religi Islam Haddad Alwi yang juga berkolaborasi dengan alunan saksofon Romo Aloys Budi Purnomo itu menghadirkan KH Ahmaf Mustofa Bisri atau dikenal dengan sapaan Gus Mus.

Romo Budi dan Haddad Alwi. (Dok. HAK-KAS)

Dengan gayanya yang khas sebagai Kiai yang budayawan dan santun, Gus Mus menerangkan makna halalbihalal seraya mengoreksi tulisan halalbihalal dalam konteks bahasa Indonesia. Halalbihalal sudah menjadi satu kata khas Nusantara atau Indonesia meski kata halal berasal dari bahasa Arab.

“Alhamdulillah, kita memiliki Allah yang maharahim. Yang menghapus dosa kita dengan puasa dan semua ritual agama kita. Tapi jangan sepelekan dosa kita dengan sesama. Itu harus dibereskan selagi kita masih hidup di dunia ini agar tidak memberatkan pengadilan kita di akhirat nanti. Itulah pentingnya halalbihalal,” Jelas Gus Mus.

Gus Mus juga mengajak semua yang hadir untuk menjaga Indonesia dan Nusantara ini sebagai rumah bersama. “Kita jaga rumah kita bersama tanpa harus methentheng mentheleng (ngotot melotot) tetapi dengan senyum dan ramah rukun,” katanya.

Kemudian Gus Mus juga menunjuk Romo Aloys Budi Purnomo dan Bikhsu Dammasubo serta semua hadirin yang lain yang non-Muslim yang hadir pada acara tersebut. “Ini saudara-saudara kita semua. Kita harus selalu menjaga kerukunan sebab kita tinggal di rumah bersama ibarat seperti kakak dan adik yang harus selalu hidup rukun!” tegas Gus Mus pula.

Itulah pesan damai dari Klero, Tengaran, Kabupaten Semarang. Dalam acara itu, Romo Budi datang bersama seniman budayawan Kabupaten Semarang, yakni Soetikno MA, Suroto Ndower, Basuki dan Mahesy Lutfy.

(ANS)
Laporan: Romo Aloys Budi Purnomo

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here