Pembatasan Pernikahan Campur dan Soal Pelestarian Lingkungan adalah Keprihatinan yang juga dibahas di Asian Youth Day 2017

624
4/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – DALAM Gereja Katolik, pernikahan antar dua pribadi yang berbeda budaya atau bangsa bukan merupakan perkawinan campur. Kategori pernikahan campur dalam Gereja Katolik adalah pernikahan seseorang dimana yang seorang dibaptis secara Katolik dan yang lain tidak. Hal ini isampaikan Romo Aristanto MSF, dalam sesi workshop pada saat Asian Youth Day 2017, Yogyakarta, 5/8.

Romo mencontohkan, misalnya seorang yang dibaptis Katolik menikah dengan seorang Muslim, pernikahan ini dinamakan disparitas cultus. Sedangkan apabila seorang Katolik menikah dengan seseorang dengan seorang yang dibaptis dalam gereja di luar Katolik maka ini disebuat mixta relgio. “Pernikahan semacam ini menyebabkan sebuah resiko apabila dijalankan,” kata dosen Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma ini.

Untuk dapat menikah, dalam kondisi ini maka diperlukan adanya dispensasi dari otoritas Gereja lokal, dengan kata lain dari Uskup. “Pasca Konsili Vatikan II gereja membatasi pernikahan campur, namun Gereja Katolik tidak dapat melarang setiap orang untuk memilih pasangannya.

Dalam sesi workshop, peserta dibagi dalam 15 kelompok dengan pembahasan yang berbeda. Di setiap kelompok membahas mengenai tema-tema yang berkaitan dengan kehidupan secara umum. Diantaranya mengenai Korusi, kesenian, dan bahkan lingkungan.

Gabriella Sari mengungkapkan, ia belajar mengenai menjadi seorang anak mua Katolik setelah mengikuti workshop. Peserta dari Keuskupan Malang ini menambahkan, ia belajar untuk menyadari bahwa lingkungan tepat tinggal kita. “Di sana saya belajar dan diajak untuk membuat tindakan nyata dalam usaha penyelamatan lingkungan.”

Di salah satu sesi, Romo Aloysius Andang Listyo Binawan SJ menjelaskan mengenai implementasi ensiklik Laudato Si’. Peserta diajak untuk menyadari bahwa dunia membutuhkan peran serta anak muda untuk ikut serta dalam menjaga bumi satu-satunya. “Tulislah apa usaha kamu untuk menyelamatkan lingkungan dan mintalah tanda tangan teman yang lain di sana,” kata Dosen Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara.

Saat jeda untuk tea time, peserta diajak untuk membuka kertas bekas makanan sehingga muda untuk di daur ulang kembali. “Sehabis makan anda dapat membuka kertas kemasan dan menyimpannya, dengan begitu akan lebih mudah untuk didaur ulang kembali.”

Antonius E. Sugiyanto

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here