Kardinal Dionigi Tettamanzi, ‘Anak Kucing Komunisme’ Itu Telah Tiada

314
Kardinal Italia Dionigi Tettamanzi saat menyambut Paus Fransiskus di Katedral Milan, 25 Maret 2017.
Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Kardinal Italia Dionigi Tettamanzi yang pernah digadang-gadang sebagai kandidat kuat pengganti Paus Yohanes Paulus II dan Benedikuts XVI meninggal dunia di usia 83 pada hari Sabtu, 5 Agustus 2017. Ia meninggal setelah dalam beberapa tahun terakhir menderita sakit.

Kardinal Tettamanzi adalah Uskup Agung Milan sejak tahun 2002, menggantikan Kardinal Kardinal Carlo Maria Martini yang progresif. Selama masa jabatannya, Tettamanzi dipandang sebagai titisan Kardinal Martini, baik secara spiritual maupun ideologis.

“Begitu mendengar kabar kematian yang terkasih Kardinal Dionigi Tettamanzi, saya ingin mengucapkan belasungkawa kepada keluarganya dan komunitas keuskupan ini, yang telah menganggapnya sebagai salah satu putranya yang paling terkenal dan seorang imam yang paling dicintai,” demikian Paus Fransiskus dalam sebuah pesan yang disampaikannya kepada keluarga dan umat Keuskupan Agung Milan.

Vatikanista John Allen yang juga editor Crux Now menggambarkan sosok Kardinal Tettamanzi sebagai Kardinal bersahaja, mengingatkan kita pada sosok mendiang Paus Yohanes XXIII. Kardinal Tettamanzi memberikan banyak sekali sumbangan pikirannya pada penulisan beberapa dokumen Vatikan di bidang teologi moral, salah satu yang terkenal adalah ensiklik Evangelium Vitae (1995) di bawah kepemimpinan Paus Yohanes Paulus II.

Bukan Kiri, Bukan Kanan
Kardinal Tettamanzi tidak mudah dikategorikan sebagai uskup kiri atau kanan. Di satu sisi, ia termasuk pimpinan gereja yang berdiri paling depan dalam demonstrasi anti-globalisasi dalam KTT G-8 di Genoa pada bulan Juli 2001. Aktivitas politik inilah yang membuatnya dikagumi banyak kaum progresif.

Di sisi lain, sepak terjang Sang Kardinal juga disukai kaum tradisionalis ketika dia menulis surat untuk mendukung indulgensi dan pengajaran gereja tentang iblis. Dia juga memiliki hubungan dekat dengan organisasi Katolik konservatif Opus Dei, yang para pendirinya disejajarkan dengan Santo Benediktus dan Santo Fransiskus dari Assisi selaku tokoh-tokoh penting pembaru gereja. Ini tampak misalnya dalam salah satu artikel yang ditulis Kardianal Tettamanzi di tahun 1998.

Kardinal Italia Dionigi Tettamanzi dalam sebuah momen doa para Kardinal di Basilika St Petrus 2013 silam (Loservatore Romano)

Selama hampir satu dasawarsa kepemimpinannya di Keuskupan Agung Milan, mendiang Kardinal Tettamanzi dipandang sebagai salah satu kardinal yang pantas menjadi Paus. Meskipun demikian, Persaudaraan Kesatuan dan Pembebasan (Fraternity of Communion and Liberation/CI), sebuah kelompok konservatif awam di Milan, menilai Kardinal Tettamanzi sebagai uskup yang terlalu condong ke ideologi kiri.

Dalam sebuah surat kepada Paus Benediktus XVI di tahun 2011, Pastor Julián Carrón, seorang imam berkebangsaan Spanyol dan Presiden CI, merujuk kepada apa yang disebutnya sebagai “krisis iman yang mendalam dari Umat Allah, khususnya umat Keuskupan Milan.”

Surat tersebut seharusnya bersifat rahasia, namun kemudian beredar di publik sebagai bagian dari skandal “Vatileaks” di bawah Paus Benediktus XVI. Dalam surat itu, Carrón mengatakan bahwa di bawah Kardinal Tettamanzi (dan pendahulunya, Kardinal Carlo Maria Martini) keuskupan Milan mempertahankan semacam “unilateralisme intervensi atas keadilan sosial.”

Carron juga menganggap Tettamanzi sebagai Uskup yang membela kepentingan kelompok ideologi tengah-kiri dan sama sekali bukanlah sosok yang mendukung para politisi dan partai politik konservatif.

Sebagai catatan, sebelumnya Tettamanzi pernah mengkritik walikota Milan pada bulan Desember 2009 karena melakukan penggusuran besar-besaran terhadap orang-orang Romani di kota tersebut. Partai sayap kanan Nothern League membalasnya dengan menyerang melalui media, apa yang oleh sejarawan Alberto Melloni disebut sebagai upaya untuk menggeser sang Kardinal dari Milan.

Dalam suratnya, Carrón malah mengusulkan kepada paus supaya menggantikan Kardinal Tettamanzi dengan Kardinal Angelo Scola dari Venesia. Kardinal Scola memang belakangan diketahui sebagai pendukung CI. Mgr Scola diangkat sebagai Kardinal pada bulan Juni 2011 dan belum lama ini pensiun setelah Paus Francis menominasikan Uskup Mario Delpini sebagai pimpinan baru Keuskupan Milan.

Sosok Progresif
Mendiang Kardinal Tettamanzi lahir di kota Renate, di wilayah Lombardia di Italia Utara, pada tanggal 14 Maret 1934. Dia masuk seminari pada usia 11 tahun dan ditahbiskan sebagai pastor pada tahun 1957. Ia ditahbiskan oleh Giovanni Battista Montini, Uskup Agung Milan yang di kemudian hari terpilih sebagai Paus Paulus VI.

Minatnya terhadap teologi moral telah berkembang selama periode dia menjadi dosen di Seminari Venegono di tahun 1960-an. Pada masa-masa ini ia bertumbuh menjadi seorang pemikir yang ahli dalam tema-tema seperti seksualitas, bioetika dan pernikahan. Penguasaan atas tema-tema ini menarik perhatian Paus Yohanes Paulus II yang kemudian memanggil ia ke Vatikan untuk bekerja sama dalam beberapa proyek penulisan.

Kardianal Tettamanzi pernah mengatakan di harian Il Corriere della Sera pada tahun 2014 bahwa dia mendukung kesatuan kembali pasangan suami-istri yang sudah bercerai. Menurut dia, ini hanya bisa ditelorerir dalam situasi di mana izin itu dikeluarkan sebagai tindakan konkret menjadi saksi dan pewartaan Injil Tuhan.

Pandangan semacam ini sebenarnya mendekati pandangan Paus Fransiskus dalam dokumen Amoris Laetitia yang terbit pada tahun 2016. Inilah pandangan mengenai perkawinan yang memicu perdebatan panjang antara kelompok sayap kiri dan kanan dalam Gereja Katolik.

Kardinal Tettamanzi adalah Uskup Agung dari tiga keuskupan, yakni Ancona-Osimo pada tahun 1989, Genoa pada tahun 1995, dan akhirnya Milan pada tahun 2002. Selama lima tahun selama tahun 1995-2000, Tettamanzi menjawab sebagai wakil presiden Konferensi Waligereja Italia.

Menjelang akhir masa jabatannya sebagai Uskup Agung Milan, ia sudah menunjukkan tanda-tanda penyakit dan menjalani beberapa prosedur medis. Penampilan publik terakhirnya adalah 20 April 2016 di mana dia bersikeras untuk ikut merayakan misa di Katedral Milan yang dipimpin oleh Paus Fransiskus, meskipun dalam kondisi sangat lemah dan hanya duduk di kursi roda. Paus menyambutnya dengan hangat, dan bahkan sesaat berbicara dengannya secara pribadi di sakristi.

Seperti pendahulunya, Kardianal Martini, Kardinal Tettamanzi dengan cara tertentu sebenarnya adalah jelmaan “gaya kegembalaan Paus Fransiskus” jauh sebelum Fransiskus menjadi Paus. Dalam banyak kesempatan ia menyatakan keprihatinannya terhadap orang-orang yang terpinggirkan, termasuk membentuk “Dana Keluarga-Kerja” selama krisis ekonomi tahun 2008. Dana ini digunakan untuk membantu mereka yang menganggur. Dia sendiri menyumbang 1Juta Euro ke lembaga pendanaan ini.

Dalam periode kegembalaannya, Kardinal Tettamanzi juga menjangkau kaum marjinal. Dia juga telah membuka pintu keusukupannya bagi para imigran dan pengungsi. Sama seperti yang dilakukan Paus Fransiskus di Pulau Lesbos di Yunani pada tahun 2013 ketika dia membawa 20 pengungsi Suriah ke Vatikan bersama, Tettamanzi menyambut 20 orang Nigeria di Vila Hati Kudus, istana keuskupan yang indah di Lombardia tempat dia tinggal bersama pastor lainnya.

Di vila ini pula ia pensiun di bulan Juni tahun 2011. Vila ini  terletak hanya beberapa mil dari rumah mantan Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi. Kardinal Tettamanzi mengisi waktu pensiunnya dengan menulis, jauh dari berbagai serangan dan kritisisme para politisi dan media massa. Media sendiri sering menjuluki Kardinal Tettamanzi sebagai “anak kucing-komunisme”.
Yeremias Jena

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here