Luar Biasa hanya dengan Akuaponik, Timo Sejahterakan Penduduk

757
Timotius Ecem.
[Dok. Pribadi]
5/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Budidaya ikan dan tanaman dengan teknologi akuaponik tidak memerlukan lahan yang luas. Teknik ini cocok untuk daerah yang terkendala pasokan air.

Deretan tanaman kangkung berjajar rapi di atas beberapa pipa paralon. Pipa-pipa itu mengalirkan air ke atas kolam ikan. Gabungan pemeliharaan ikan dan tanaman ini dikenal dengan sebutan akuaponik. “Fokus usaha akuaponik adalah memaksimalkan pertumbuhan ikan dalam tangki atau kolam pemeliharaan,” jelas Timotius Ecem.

Timo, sapaannya, merintis usaha akuaponik di lokasi belakang SDK Jawang, Desa Golokantar, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Akuaponik dalam prosesnya menggunakan air dari tangki (kolam) ikan. Air ini kemudian disirkulasikan melalui pipa-pipa paralon. Nah, di paralon-paralon inilah yang nantinya menjadi media tanam akuaponik. Air dari pipa, selanjutnya akan dialirkan lagi ke kolam ikan.

Dalam praktik, tanaman seperti sayur-sayuran, berfungsi sebagai filter vegetasi, yang mengurai unsur hara (amoniak, fosfor) menjadi zat yang tidak berbahaya bagi ikan. Unsur-unsur hara ini berfungsi sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhan tanaman.

Teknologi akuaponik yang hemat air ini sangat tepat diterapkan di sebagian wilayah NTT yang mengalami kesulitan air tawar. Air tidak perlu diganti, hanya ditambah berkala karena efek penguapan akibat panas matahari. Teknologi akuaponik ini, lanjut Timo, tidak hanya digunakan untuk budidaya ikan Lele namun juga ikan air tawar lainya seperti ikan mas, karpel, patin, dan bahkan ikan nila. Tanaman produktif seperti cabe, padi, tomat, kangkung, dan bayam bisa bertumbuh subur di wahana akuaponik.

Buah Prestasi
Timo menggeluti akuaponik sejak duduk di bangku kuliah Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang. Mulanya, Ikatan Dokter Seluruh Indonesia (IDI) mengadakan riset soal gizi buruk di Desa Oeltua Kupang. Kekurangan protein, ditenggarai menjadi sebab gizi buruk. Lantas, Fakultas Kedokteran Gigi Undana menggandeng Fakultas Kelautan dan Perikanan, merintis budidaya ikan untuk ketersediaan protein di Oeltua. Timo bergabung sebagai salah satu anggota tim ketika itu.

Tapi usaha itu mengalami kendala. Secara geografis, daratan Kupang kekurangan air. Alhasil, banyak ikan yang mati. Untuk terus berlanjut tentu akan memakan biaya besar karena harus membeli air. Di sinilah Timo menemukan akuaponik sebagai jalan alternatif. IDI pun mengganjar Timo dan kawan-kawan dengan penghargaan.

Momen ini, menjadi ihwal keseriusan Timo menekuni akuaponik. Di lingkungan kampus Undana, ia juga membuat akuaponik. Pada 2015, Timo mengikuiti Program Technology for Indonesia (TFI) dan Social Entrepreneurship (SEC) dengan beasiswa Yayasan Karya Salemba Empat (KSE). Yayasan ini tak asal memberikan beasiswa. Dari delapan ratus proposal mahasiswa perguruan Tinggi seluruh Indonesia, hanya 200 yang diterima; termasuk proposal Timo dan dua mahasiswa lain dari Undana.

Pada Mei 2015 selama hampir dua minggu Timo mempresentasikan konsepnya di Jakarta dan Bogor. Ia membawa materi teknologi “Akuaponik Gravel Bed Syistem” yang bisa menghasilkan ikan dan sayur pada lahan yang sama, sempit, dan tanpa menggantikan air. Timo bersaing dengan ratusan mahasiswa dari universitas negeri top Indonesia. Para juri menyatakan teknologi “Akuaponik Gravel Bed Syistem” karya Timo dan sembilan mahasiswa lain sebagai teknologi terpilih. “Saya menampilkan yang terbaik, karena ini kesempatan emas dan tidak datang dua kali,” kenang Timo.

Sebagai bentuk komitmen lanjut dari KSE, Timo diundang untuk mengikuti Young Enterpreneurship Spirit (YES) Competition yang merupakan bentuk Kepedulian Bank OCBC NISP di bidang Kewirausahaan. Timo dan para peraih penghargaan teknologi terpilih berkompetisi dengan para wirausaha muda dari 22 universitas negeri. Timo, sekali lagi menempatkan namanya di deretan para juara. Ia meraih juara dua dan bonus pendampingan usaha selama melakukan usaha. “Program ini sangat unik, saya langsung bertemu dengan pengusaha-pengusaha, terjun ke lapangan sehingga banyak orang penting dan tempat-tempat penting yang saya kunjungi.”

Pertemuan dengan para pengusaha, lanjut anak keempat dari sembilan bersaudara ini, semakin membuatnya serius menekuni akuaponik. Bank OCBC NISP juga memberikan modal usaha dan pendampingan oleh mentor. Timo tak menyia-nyiakan kepercayaan ini. Ia langsung merintis usaha akuaponik di Manggarai Timur. Meski masih dikategorikan baru, usaha Timo mulai menggaung. Para petani, perlahan mulai berguru kepadanya tentang akuaponik. “Saya sangat terbuka bagi siapa saja, baik perorangan maupun kelompok masyarakat untuk datang dan belajar terkait teknologi ini sehingga bisa diterapkan di daerahnya.”

Mulai Merambah
Geliat Timo di Manggarai Timur didengar oleh Kamilus Deno, Bupati Manggarai. Pada Maret silam, Timo diundang dan mempresentasikan akuaponik di hadapan bupati. Timo menjelaskan, akuaponik sebagai usaha yang ideal untuk daerah perkotaan atau padat pemukiman.

Timo juga memaparkan, pengalihan fungsi lahan dari sawah, kebun menjadi perluasan pemukiman, sementara itu masyarakat yang berada pada lahan yang sempit dituntut untuk memenuhi pasokan kebutuhan pangan yang layak. Selain itu, penduduk berpenghasilan rendah potensial diamuk gizi buruk. “Lahan pekarangan yang sempit tidak dijadikan sebagai areal berkebun. Dengan akuaponik, lahan yang sama bisa disulap menjadi kebun yang menguntungkan.”

Meski usaha akuaponiknya mulai menambah pundi-pundinya, ia enggan berpuas diri. Apa yang ia lakukan saat ini ia sebut sebagai proyek percontohan yang nantinya bisa memantik banyak orang untuk ikut menerapkan akuaponik. “Saya berharap, pemerintah daerah dapat mendorong berbagai kelompok masyarakat untuk belajar dan menerapkan teknologi tersebut.”

Yang tidak kalah penting, lanjut Timo, unit pemeliharaan ikan dan sayur akuaponik membantu menyejukkan suhu lingkungan di perkotaan dengan menciptakan lahan-lahan hijau baru. Dengan menerapkan sistem daur-ulang dalam memproduksi pangan, maka teknologi ini merupakan teknologi yang ramah lingkungan.

Sejauh ini, penggemar olahraga voli ini, memasarkan hasil budidaya ikan lele dan ikan mas ke warung-warung makan yang ada di Manggarai Raya. Rata-rata sekali panen dari sebuah unit akuaponik, Timo mampu memanen sekitar 700 kilogram ikan. Harga pasaran pasokan ke rumah makan Rp 45 ribu per kilogram. Timo memberikan harga spesial untuk orang yang datang membeli langsung di lokasi: Rp40.000 per kilogram. Timo juga melakukan survei pasar; Budidaya ikan Lele dan Mas memiliki nilai ekonomi tinggi sejalan dengan tingginya permintaan masyarakat. “Teknologi akuaponik memungkinkan banyak orang bisa membudidayakan ikan dan mendapatkan keuntungan ekonomi,” pungkasnya.

Timotius Ecem
TTL : Pupung, 26 Januari 1992
Orangtua : Stefanus Ten dan Yustina Barnur

Pendidikan:
• Universitas Nusa Cendana Kupang
• SMA Negeri I Langke Rembong
• SMP St Petrus Ruteng

Pekerjaan:
Budidaya ikan lele sangkuriang (akuaponik)

Penghargaan:
• Penghargaan Akuaponik Sebagai Technology For Indonesia Terpilih Dalam PGN Inovation Camp 2015 di Bogor
• Runner Up YES Competition
• Piagam Penghargaan juara 3 atas usaha akuaponik yang dirintis di Manggarai dari YES Competition
• Penghargaan sebagai Tim Follow Up Indonesian Gives Back oleh IDI

Edward Wirawan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here