Apakah Peran Perempuan Dalam Gereja Masih Dibutuhkan?

611
5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Peran perempuan dalam segala lini kehidupan masih dibutuhkan. Gereja amat mendorong perempuan agar memiliki peran lebih.

Dalam sebuah Audiensi Umum, Paus Fransiskus bertemu dan berdialog dengan pasangan suami-istri yang merayakan 60 tahun perkawinan mereka. Bapa Suci bertanya, “Siapa yang lebih sabar di antara Anda?” Keduanya serentak menjawab, “Kami saling mencintai!” Percakapan itu direfleksikan sebagai harmoni yang dibutuhkan dunia saat ini. Saat ini, dunia butuh sentuhan kasih seperti relasi setara antara laki-laki dan perempuan yang berlandaskan cinta demi menciptakan damai di bumi.

Simbol Harmoni
Menurut Bapa Suci, pasangan itu sudah menjadi satu daging. Mengeksploitasi manusia adalah kejahatan perendahan martabat kemanusiaan; tapi mengeksploitasi perempuan jauh lebih buruk karena menghancurkan harmoni yang telah dipilih Tuhan untuk diberikan kepada dunia.

“Tanpa perempuan, tidak ada harmoni di dunia ini.” Itulah pesan utama Paus Fransiskus pada salah satu homili dalam Misa Harian di Casa Santa Marta, awal Februari lalu. “Perempuanlah yang membawa harmoni. Mereka mengajarkan kita untuk merawat, mencintai dengan kelembutan, dan membuat dunia ini menjadi rumah yang indah.”

Dalam lain kesempatan, Paus Fransiskus begitu yakin akan peran penting perempuan dalam proses dialog antarumat beriman. Perempuan dinilai memiliki karakter istimewa untuk mendengarkan, menerima dan membuka diri secara murah hati bagi orang lain. Tak heran jika dalam pertemuan tahunan Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama, Juni lalu, diangkat tema “Peran Perempuan dalam Pendidikan Persaudaraan Universal”. Paus juga menekankan hak perempuan untuk terlibat dalam semua bidang kehidupan. Hak-hak itu harus dilindungi secara hukum karena mereka terbukti memiliki panggilan khas sebagai pendidik bagi generasi baru yang tak tergantikan.

Martabat Perempuan
Pandangan Gereja terhadap perempuan sebenarnya dapat dipahami dalam penghormatannya kepada Bunda Maria sebagai Theotokos (Bunda Allah). Dalam Surat Apostolik Mulieris Dignitatem (MD) yang dipromulgasikan Bapa Suci Yohanes Paulus II pada 15 Agustus 1988, menggarisbawahi peran perempuan dalam Gereja. Banyak figur perempuan muncul dalam dokumen ini, seperti Monica, Macrina, Olga dari Kiev, Matilda dari Tuscany, Hedwig dari Silesia, Jadwiga dari Polandia, Elizabeth dari Hungaria, Bridget dari Swedia, Jeanne d’Arc, dan tentu saja Bunda Maria.

Penghormatan martabat perempuan ini juga muncul dalam Surat Pastoral Paus Yohanes Paulus II “Surat untuk Perempuan” pada 29 Juni 1995. Selain menegaskan Mulieris Dignitatem, Paus Yohanes Paulus II mendorong munculnya “feminine genius” untuk berkiprah dalam berbagai bidang kehidupan.

Dokumen ini terbit setahun setelah Tahun Maria (1987). Bunda Maria dihormati sebagai Theotokos, Bunda Gereja yang adalah Mempelai Kristus dan dari kaumnya, menjadi saksi pertama kebangkitan Yesus. Oleh karena itu, laki-laki dan perempuan bermartabat sama menurut citra Allah (MD no.6; KGK no.369). Kelaki-lakian dan keperempuanan itulah cermin kebaikan dan kebijaksanaan Allah Pencipta (bdkKej 2:7.22). Dengan demikian, laki-laki dan perempuan menjadi pribadi yang bermartabat sama, punya hak dan tanggung jawab khas (bdk KGK no.2334; FC art.22; GS art.49). Yesus pun selalu menunjukkan penghargaan dan penghormatan kepada perempuan dalam pengajaran-Nya (lih. Luk 13:16; 23:28; Yoh 4:7-27). Sikap Yesus itu menjadi peneguhan martabat perempuan, memperbaruinya, dan memasukkannya menjadi bagian karya keselataman Allah (MD no.13).

Jelas bahwa Gereja amat membutuhkan peran perempuan seperti dambaan Paus Fransiskus agar muncul pemikiran teologis yang mendasar dari perempuan. Tak heran jika ia merasa bahwa keterlibatan perempuan dalam Komisi Teologi Internasional masih kurang. Selain teologi, dalam berbagai lini kehidupan, perempuan juga harus lebih terlibat aktif guna menampakkan wajah Gereja di dunia. Ia bahkan menandaskan, Bunda Maria–sebagai perempuan–punya peran yang lebih penting daripada para rasul, uskup, imam, dan diakon. Maka, dibutuhkan kebulatan tekad untuk memperkuat kehadiran perempuan dalam segala sendi kehidupan sehingga lahir Maria-maria kecil yang menjadi jalan karya keselamatan Allah. “Kita perlu menciptakan kesempatan yang lebih luas untuk kehadiran perempuan yang lebih tajam dan mendalam di Gereja maupun masyarakat.”

R.B.E. Agung Nugroho

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here