Jalan Emas Imamat Bapak Keheningan

1258
Romo Yohanes mengucapkan janji di hadapan Mgr Michael Cosmas Angkur OFM saat peresmian Kongregasi CSE.
[NN/Dok.CSE]
3.4/5 - (7 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Kasih setia-Mu hendak kunyanyikan selama-lamanya dan kasih setia-Mu hendak kuwartakan turun-temurun. Kutipan Mazmur 89:2 ini menjadi ungkapan syukur Romo Yohanes Indrakusuma CSE merefleksikan 50 tahun imamatnya.

Karmel membawa pesona tersendiri bagi mereka yang mencari Allah. Suatu nama yang sering menggetarkan hati. Di tempat ini, banyak orang bercakap mesra dengan Allah dalam kesunyian. Dengan bisikan Allah, banyak orang disentuh untuk berani berkarya. Karim El, “Kebun Anggur Allah” menjadi lambang kesuburan dan keindahan. Tempat yang dirindukan manusia.

Di Indonesia, Karmel seringkali dikaitkan dengan “bapa keheningan”, Romo Yohanes Indrakusuma CSE. Karmel bagi Romo Yohanes adalah tempat mengalami arti keheningan Allah dalam kesunyian yang membahagiakan. Di Karmel, ada pertemuan jiwa dengan kekasih Ilahi. Di tempat itu pula masing-masing figur belajar mempersembahkan kepada Allah hati yang murni, bebas dari dosa lewat jalan-jalan kebajikan.

Menjadi Katolik
Romo Yohanes mengakui, keindahan yang membahagiakan dari puncak Karmel menariknya untuk menikmati kemanisan kemuliaan Allah. Awalnya, imam kelahiran Sumberkepuh, Warujayeng, Nganjuk, Jawa Timur, 8 Juni 1938 ini tak pernah berpikir bisa menjadi Karmelit kontemplatif. Lahir dari keluarga penganut konfusianisme-budhisme membuat Katolik asing baginya.

Sama seperti anak desa yang lain, Yohanes kecil terbiasa bangun pagi, menangkap jangkrik, dan berburu burung. “Pengalaman di Sumberkepuh bak berada di Gunung Karmel,” kisahnya.

Tetapi keindahan Gunung Karmel masa kecilnya tak bertahan lama. Suatu hari, seorang kakaknya meninggal dunia di Rumah Sakit Katolik Malang. Namun sebelum meninggal, dia dibaptis menjadi Katolik. “Ini menyentuh hati saya. Saat itu saya mau menjadi Katolik.”

Pada 1948, ayahnya meninggal. Semua keluarga akhirnya pindah ke Surabaya. Di Surabaya, Yohanes mulai mendalami iman Katolik. Ia berniat mengatakan keinginannya ini kepada Romo Sloost CM di Paroki Widodaren, Surabaya. Tapi niat ini belum tersampaikan, Romo Yohanes jatuh sakit dan harus dirawat di Malang.

Setelah sembuh, ia terpaksa melanjutkan sekolah di Malang. Saat itu, keinginan untuk menjadi Katolik sangat besar. Ia mulai rajin mengikuti Misa. Ada perasaan damai ketika mengikuti Misa. Belum sempat meminta restu kepada keluarga, Yohanes mendaftarkan diri menjadi katekumen dan dibaptis pada 14 April 1954 oleh Romo E. Schalkwijk OCarm.

Bagi keluarga, menjadi Katolik adalah pilihan. Tetapi menjadi imam itu sebuah pilihan yang tak masuk akal. Awalnya keluarga menolak ketika Yohanes mengatakan akan masuk seminari. Tetapi lewat kesungguhan hati, keluarganya merelakannya. Perjumpaan dengan Uskup Malang kala itu, Mgr Antoine Everard Jean Evertanus Albers OCarm, kian membuat Yohanes ingin cepat-cepat “menjual miliknya” dan mengikuti Kristus.

Hidup Mistik
Pada 1955, ia lulus dari SMAK St Albertus (SMA Dempo). Setelah itu, ia masuk Seminari di Lawang. Di seminari, ia sering mempraktikkan hidup kontemplatif. Kepada Rektor Seminari Romo Ammerlaan OCarm, ia meminta agar diizinkan menjadi Trappist. Tetapi cita-citanya ditolak Romo Ammerlaan.

Di seminari, Romo Yohanes terus membarui panggilannya. Pengenalan luhur dengan Allah lewat jalan keheningan mengantar Yohanes masuk Novisiat Karmel di Batu, Jawa Timur, 1960. Ia ditahbiskan pada 1967 oleh Mgr Albers. “Rahmat Tuhan selalu berlimpah bagi saya tanpa saya sadari,” ungkapnya.

Usai ditahbiskan, Romo Yohanes melanjutkan studi di bidang spritualitas di Universitas Gregoriana Roma. Pada 1969, ia melanjutkan studi di Paris, Perancis, sampai 1973. Selama menjalani studi, bisikan Roh akan suatu bentuk hidup kontemplatif muncul lagi. Pertemuan dengan Prior Komunitas Taize, Roger Schutz, dan para suster Petites Soeurs de Betlehem, serikat kontemplatif dari Betlehem, memberinya angin segar untuk hidup kontemplatif. Ia juga menjalani hidup kontemplatif di Komunitas Karmel bersama Pater Victor Sion OCD di Gautray, Paris.

Dalam proses dan refleksi panjang serta bimbingan Allah, Romo Yohanes menghayati bentuk hidup pertapaan murni yang dipadukan dengan Pembaharuan Karismatik. Baginya Pembaharuan Karismatik membuka pengalaman Allah dalam kuasa Roh Kudus sedangkan spiritualitas Karmel memungkinkan seseorang untuk mengendapkan dan memperdalam kuasa Roh itu.

Penghayatan dua unsur ini melahirkan Kongregasi Puteri Karmel (PKarm) di Ngadireso, 19 Maret 1982 dan Kongregasi Carmelitae Sancti Eliae (CSE) di Ngadireso, 20 Juli 1986. Tujuan hidup dua komunitas ini adalah untuk mencapai hidup yang sempurna lewat latihan kebajikan dengan bantuan rahmat Allah. Caranya dengan mempersembahkan hati yang murni serta bebas dari noda dosa.

Penyelenggaraan Ilahi
Tahun ini, CSE genap beranggotakan 100 orang. Tahun ini pula, Romo Yohanes merayakan pesta emas imamat. Romo Yohanes menerangkan, hidupnya ibarat pensil kecil di tangan Tuhan untuk melakukan karya-karya yang besar. Segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya karena penyelenggaraan Ilahi. Benar perkataan Kitab Suci, Sebab rencana-Ku bukanlah rencamamu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku… (Yes.55:8). “Perkataan Yesaya ini menggambarkan apa yang terjadi dalam 50 tahun imamat saya. Semua terjadi di luar rencana saya.”

Romo Yohanes berharap, Tuhan senantiasa memberikan iman yang kuat untuk mampu melaksanakan kehendak Allah. Apa yang terjadi dalam hidupnya membuat ia sadar bahwa dirinya harus peka terhadap bisikan Roh. Ketika panggilan itu datang, ia harus melepaskan segala gagasan, pikiran, dan perasaan, supaya terikat pada bisikan Roh.

Romo Yohanes mengerti dengan jelas betapa besar kerahiman Allah dalam hidupnya. Lewat jalan yang berliku-liku, Tuhan mengantar dia sampai di puncak Karmel yang indah. Rahmat kerelaan hati mengikuti bimbingan-Nya menghasilkan keselamatan bagi banyak orang.

Romo Yohanes berharap, kasih setia Tuhan akan dinyanyikan selama-lamanya. “Bila saatnya tiba, saya harus meninggalkan dunia ini, saya hanya berharap akan kerahiman Allah. Seperti penjahat yang disalibkan bersama Yesus: ‘Yesus, ingatlah aku bila Engkau datang dalam Kerajaan-Mu.’ Saya berharap boleh mendengarkan jawaban yang sama, semata-mata karena kerahiman Allah.”

Yusti H. Wuarmanuk

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here