Bolehkah Kita Mendoakan Arwah Saudara Yang Non-Katolik?

6171
4.5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Orangtua saya beragama Islam. Apakah boleh saya sebagai umat Katolik mendoakan arwah ibu saya dengan cara Katolik, yaitu dengan mengadakan Ibadat Sabda bersama dengan umat satu lingkungan?

Andreas, Depok

Pertama, ajaran Gereja Katolik tentang hal-hal akhir berlaku bagi semua orang, bukan hanya bagi kita yang beragama Katolik. Artinya, kita percaya bahwa semua orang diciptakan Allah yang satu dan sama, dan pada saat kematian, akan kembali kepada Allah, Sang Pencipta yang sama. Sesudah kematian, setiap arwah juga akan menjalani pengadilan pribadi untuk mempertanggungjawabkan hidup di dunia, dan untuk menentukan ganjaran yang akan diperoleh di akhirat. Jika Allah menimbang bahwa arwah itu pantas masuk ke surga tetapi belum sungguh siap, maka arwah itu akan masuk ke dalam Api Penyucian. Arwah-arwah di Api Penyucian inilah yang membutuhkan bantuan doa dari kita yang masih hidup.

Kedua, kita yang beragama Katolik boleh mendoakan siapa saja, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, baik yang beragama Katolik maupun yang bukan Katolik. Tentu saja kalau berdoa, kita akan menggunakan cara Katolik. Jika ada anak-anak lain yang beragama bukan Katolik, mereka juga boleh mendoakan menurut cara agama masing-masing. Jadi, anak-anak yang beragama Katolik boleh mendoakan secara Katolik untuk orangtuanya atau siapa saja, meskipun yang meninggal dunia itu tidak beragama Katolik. Sebaliknya juga, anak-anak yang beragama Islam juga boleh mendoakan secara Islam untuk orangtua yang yang telah meninggal yang kebetulan beragama Katolik.

Doa yang dimaksudkan mencakup doa pribadi maupun ibadat resmi yang dipimpin petugas tak tertahbis maupun tertahbis. Doa yang demikian boleh dilakukan ketika jenazah belum dimakamkan, tapi suasana dan tempat pelaksanaan cukup pantas untuk ibadat arwah maupun perayaan Ekaristi. Hendaknya ibadat arwah dan perayaan Ekaristi tidak dirayakan di tengah ibadat agama lain, yang bisa mengurangi kekhidmatan dan keluhuran ibadat. Selalu perlu juga mempertimbangkan kebijakan pastoral lokal dari keuskupan atau paroki setempat.

Ada seorang Bapak yang beragama Budha meminta agar istrinya yang beragama Kristen Protestan dimakamkan secara Katolik. Alasannya, sewaktu hidup, istrinya pernah menyatakan keinginan menjadi Katolik. Pada saat itu, ada saudara istrinya yang sedang mengikuti pelajaran agama Katolik. Pastor paroki meminta bapak itu membuat surat pernyataan dan kemudian berkenan memakam kan secara Katolik. Apakah hal ini bisa dibenarkan secara yuridis?

Marck, Papua

Pertama, untuk upacara penutupan peti dan pemakaman, berlakulah prinsip bahwa perayaan keagamaan yang digunakan haruslah sesuai dengan agama yang dipeluk orang yang meninggal dunia. Sikap Gereja Katolik ini mengalir dari sikap yang sangat menghormati kebebasan beragama setiap manusia dan juga sikap yang tidak mau merebut anggota agama lain. Tentu orang yang meninggal dunia ingin agar upacara penutupan peti dan pemakaman dilakukan sesuai dengan agamanya. Yang perlu dihindari ialah bapak tersebut tidak tahu membedakan antara Kristen dan Katolik, atau tidak tahu ke mana harus meminta pemakaman secara Kristen Protestan.

Kedua, jika orang yang meninggal pernah mengungkapkan keinginan menjadi Katolik, maka keinginan ini haruslah didukung bukti yang eksplisit atau saksi yang bisa dipercaya. Pernyataan tertulis bisa menjadi cara pemecahan yang melegakan pihak keluarga dan Gereja Katolik. Hal ini perlu untuk menghindari kesan yang salah bahwa pelayanan Gereja Katolik seolah merebut anggota agama lain (bdk. Statuta Keuskupan Regio Jawa, Pasal 133 1. b: “Pemakaman orang Kristen, bukan Katolik dilayani atas permintaan keluarganya dan persetujuan pendeta Gerejanya serta pandangan arif ordinaris wilayah.”) Idealnya, pelayanan pemakaman mereka yang bukan Katolik tidak dilakukan imam, tetapi oleh prodiakon.

Petrus Maria Handoko CM

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here