Gerakan Peduli Perempuan

476
Anggota Mitra ImaDei.
[Dok. Mitra ImaDei]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Bermula dari gerakan Jaringan Mitra Perempuan, Mitra ImaDei terus berkembang hingga sekarang memiliki badan hukum mandiri untuk memperjuangkan hak asasi manusia.

Mungkin tidak ada seorang pun yang memiliki sebuah anganangan secara sadar untuk menjadi seorang asisten rumah tangga (ART). Seringkali pekerjaan ini menjadi pilihan karena tidak ada pekerjaan lain yang sesuai dengan kemampuan, pendidikan, dan kesempatan. Menjadi ART dipilih karena berbagai alasan sosial. Kemiskinan, pengangguran, dan diskriminasi terhadap perempuan sering mewarnai saat seseorang memilih menekuni bidang pekerjaan ini. Selain itu, keluarga modern, di mana suami dan istri bekerja menuntut ada ART dalam rumah tangga.

Setiap pekerjaan tentu memiliki risiko, begitu juga ART. Ada potensi risiko yang lebih tinggi. Tempat kerja yang berada dalam wilayah privasi menjadi salah satu faktor. ART memiliki beban kerja yang hampir menyeluruh, semua pekerjaan rumah tangga jelas menjadi tanggung jawab seorang ART.

Berhadapan dengan beragam risiko ini, di Keuskupan Agung Jakarta hadir Mitra ImaDei untuk berkarya mendampingi ART. Mitra ImaDei adalah perkumpulan perorangan yang memiliki kepedulian terhadap keadilan gender. Dalam menjalankan karya, Mitra ImaDei berlandaskan pada nilai-nilai cinta kasih, egaliter, solidaritas dengan menghormati martabat manusia, hak asasi manusia, dan keutuhan ciptaan Allah.

Gerakan Sosial
Paus Yohanes Paulus II, melalui ensiklik Laborem Excersen (LE), ‘dengan bekerja’ yang dipromulgasikan tahun 1981, mengatakan dasar spiritualitas kerja adalah bentuk dan sarana perwujudan sejarah keselamatan Ilahi. Ensiklik ini mengajak setiap orang memahami bahwa sebuah pekerjaan ada untuk membangun dunia ciptaan Allah.

Pesan Paus ini merupakan bentuk perhatian Gereja yang menyerukan sebuah ungkapan solidaritas untuk para pekerja. Dalam hal ini, ART termasuk salah satunya. Dalam melaksanakan sebuah pekerjaan, ART jangan sampai mengalami pelecehan martabat. Misalnya, pemerasan dalam bentuk pengupahan yang tidak layak, kondisi kerja yang buruk, dan tidak adanya sebuah jaminan sosial. Gereja memandang setiap orang dipanggil dan berhat atas sebuah pekerjaan.

Mitra ImaDei ingin memberikan sumbangan dalam perjuangan untuk menegakkan kesetaraan dan perdamaian dalam Gereja dan masyarakat. LE menjadi pemicu serta pendorong bagi Mitra ImaDei untuk berkarya demi keadilan, cinta kasih, dan perdamaian. Mitra ImaDei bekerja terlebih untuk para perempuan yang acapkali mendapatkan perbedaan dibanding kaum adam, baik dalam pengupahan dan juga beban kerja.

Gerakan Perempuan
Terbentuknya Mitra ImaDei tidak bisa lepas dari gerakan perempuan pada 1990-an dalam lingkup Gereja Katolik Indonesia. Kala itu, pada 1995 dalam rangka memperingati 50 tahun Indonesia merdeka, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sosial (LPPS) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), mengundang tokoh dan pegiat perempuan Katolik dari berbagai daerah dengan berbagai latar belakang profesi dan keahlian.

Dalam seminar nasional itu, mereka membahas berbagai isu perempuan dan gender. Isu-isu feminisme global turut serta menjadi perhatian. Penyelenggaraan itu juga dilakukan dalam tahun yang sama di mana diadakan Konferensi Perempuan Sedunia, di Beijing, Tiongkok. Langgam diskusi tentang perempuan seakan berjalan bersama antara yang terjadi di Indonesia dan dunia.

Sebagai bentuk komitmen terhadap persoalan gender dan perempuan, para peserta sepakat mendirikan Sekretariat Nasional Jaringan Mitra Perempuan (JMP). Sekretariat ini dibentuk baik di tingkat KWI dan wilayah Gerejani asal para peserta. Saat itu, jaringan yang terbentuk di antaranya JMP Jabotabek, JMP Yogyakarta, JMP Semarang, JMP Bandung, JMP Surabaya, dan JMP Ende, dan di beberapa daerah yang lain.

Dalam perkembangan, setiap dua tahun sekali, JMP dari berbagai wilayah ini bertemu mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) dan juga Musyawarah Wilayah (Muwil) di masing-masing wilayah. Selama beberapa tahun, gerakan dan perkumpulan ini berjalan dengan fokus pada sosialisasi dan pelatihan penyadaran gender di berbagai paroki, organisasi dalam Gereja, hingga sekolah-sekolah Katolik.

Terus Bergerak
Ketua Yayasan Mitra ImaDei, Maria Magdalena Tri Warmiyati D.W. mengatakan, guna mengakomodasi dan mendampingi perempuan tak selalu ditempuh dengan jalan yang lurus. Gerakan ini kadang menghadapi situasi sulit dan beragam tantangan.

Tri mengatakan, tantangan utama justru terkadang dari kaum hierarki. Menjalin kerja sama dengan hierarki Gereja justru menjadi tantangan sendiri bagi pegiat Mitra ImaDei. Tri berkata, jika Mitra ImaDei bisa masih dalam struktur komisi atau seksi di paroki, tentu pelayanannya lebih luas dan menjangkau banyak orang.

Tri berharap, gerakan semacam ini bisa difasilitasi dan terus maju. Ia juga bermimpi, gerakan ini dapat semakin terstuktur dan lebih meluas. Ke depan tak hanya satu Mitra ImaDei, tetapi ada banyak yang lain di berbagai wilayah. “Gerakan ini mesti terus hidup, meskipun mengalami pasang surut.”

Sementara, Pelaksana Harian Mitra ImaDei, Antonia Iswanti mengatakan, sejak 2007 hingga sekarang, Mitra ImaDei berusaha menguatkan diri sebagai organisasi dan perkumpulan yang ingin mempromosikan dan memperjuangkan kesetaraan dan keadilan sosial, termasuk kesetaraan dan keadilan gender. Perjuangan ini mencakup lingkup Gereja, masyarakat, dan juga lingkup negara.

Bagi Iswanti, walaupun Mitra ImaDei memiliki roh dan napas Kristiani, namun dalam geraknya Mitra ImaDei tidaklah eksklusif. Mitra ImaDei tak hanya memperjuangkan kesetaraan dan keadilan dalam masyarakat.

Mitra ImaDei memiliki fokus beberapa kegiatan. Pendalaman isu-isu perempuan dalam Gereja salah satu menjadi yang utama. Mitra ImaDei juga mengadakan pelatihan dan penyadaran gender. Dalam konteks ini, Mitra ImaDei mendampingi ART agar mereka mendapatkan hak-haknya. “Berbagai kegiatan dilakukan Mitra ImaDei yang melibatkan sekretariat dengan para anggotanya. Komitmen para anggota Mitra ImaDei menjadi kekuatan organisasi ini bertahan sebagai gerakan perempuan, sekaligus sebagai lembaga formal.”

Iswanti berharap, ke depan akan ada Mitra ImaDei baru di berbagai tempat. Dalam berbagai kegiatan, selain sumbangan dan iuran anggota, Mitra ImaDei juga mendapatkan dukungan dana dan kerja sama dari berbagai lembaga. Beberapa donatur perorangan, juga lembaga dana lokal dan internasional turut serta dalam mengalirkan dana untuk gerakan ini.

Christophorus Marimin

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here