Merunduk di Bawah Salib Tuhan

718
Hormat: Perempuan-perempuan berkabung duduk di dekat tandu peti Salib Senhor.
[Valentino Luis]
4/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Tradisi Logu Senhor atau merunduk dan melewati bawah salib Tuhan dihayati umat Gereja Sikka, Keuskupan Maumere sejak abad 16. Umat mengenangkan sengsara, wafat, dan kebangkitan Kristus.

Sekelompok perempuan mengenakan jubah berwarna hitam dengan tudung kepala berwarna senada nampak duduk berhadapan di dekat tandu peti di Kapel Senhor. Kapel Senhor berdiri sekitar 2001 dan berada di dekat Gereja St Ignatius Loyola Sikka, Keuskupan Maumere. Selain itu, terlihat empat orang berpakaian adat Sikka, yang disebut Lipa Lesu, dengan warna pakaian hitam, kain sarung berwarna gelap dan destar sebagai ikat kepala.

Sementara itu, umat pun mulai berdatangan, memenuhi Gereja Sikka. Pakaian yang mereka kenakan berwarna hitam atau gelap. Suasana berkabung tersirat di sana.

Hari itu adalah hari Jumat Agung atau di kenal di Sikka dengan sebutan Sesta fera.  (bahasa Portugis atau bahasa Latin), artinya hari keenam, hari Jumat dalam minggu. Selain Ibadat Jumat Agung, masyarakat Sikka juga mempunyai devosi khusus terhadap Salib Senhor atau Salib Tuhan. Devosi itu dikenal dengan istilah Logu Senhor, merunduk di bawah Salib Tuhan.

Mengenang Sengsara Yesus
Sekitar pukul tiga sore, Ibadat Jumat Agung dimulai. Ketika memasuki liturgi penghormatan salib, imam dan petugas liturgi menuju Kapel Senhor. Kedatangan mereka disambut oleh para pengusung tandu Salib Senhor atau Witi Senhor dan perempuan-perempuan berkabung yang ada di dekat tandu peti. Lalu Witi Senhor mengusung tandu menuju gereja.

Di gereja, liturgi penghormatan salib dimulai. Imam mengambil salib dalam peti dan memperlihatkan kepada umat sembari berarak menuju panti imam. Salib dengan Corpus  itu ukurannya sekitar 75 sentimeter. Sesampai di panti imam, imam mengangkat salib di hadapan umat. Kemudian salib diletakkan kembali di dalam peti, yang berada di samping altar. Ibadat dilanjutkan, penciuman salib dan liturgi penyambutan Komuni.

Usai Ibadat Jumat Agung, sekitar pukul enam sore, prosesi Logu Senhor dimulai. Perarakan mengelilingi Kampung Sikka. Witi Senhor biasanya dari suku Dara Bogar, yang dianggap memiliki garis keturunan dekat dengan Raja Sikka selain suku Lepo Geté, yang sudah pindah ke Maumere. Witi Senhor dari suku Dara Bogar mengusung peti dari Kapel Senhor menuju gereja dan dari gereja menuju irmida (perhentian) pertama. Urutan perarakan mulai dari ajudan pembawa lilin dan salib, perempuan berkabung, peserta Logu Senhor, Witi Senhor yang membawa tandu, imam, serta rombongan bapak-bapak dan kaum muda.

Tahun 2014, ada empat irmida yang dibuat: Yesus Berdoa di Taman Getsemani, Yesus di hadapan Pilatus, Yesus Menasihati Wanita-wanita yang Menangis, dan Yesus Wafat di Kayu Salib. Tahun 2015 ada lima irmida Jumlah irmida ditentukan oleh Panitia Logu Senhor yang berkonsultasi dengan Romo Paroki Sikka.

“Pemilihan jumlah irmida disesuaikan dengan hal-hal apa yang menjadi keprihatinan Gereja Sikka atau apa yang harus direfleksikan,’’ kata Gregorius Tamela, Ketua Panitia Logu Senhor pada 2000-an.

Di setiap irmida, rangkaian prosesi dimulai dengan penampilan drama yang dilakonkan kaum muda berdasarkan perhentian yang akan direfleksikan. Lalu Romo memberikan renungan dan dilanjutkan dengan memberkati dan mengangkat Salib Senhor di hadapan umat. Lalu salib diletakkan kembali ke dalam peti. Setelah itu, peserta Logu Senhor dengan membawa lilin bernyala di tangan, merunduk atau menerobos di bawah tandu Salib Tuhan sembari mendaraskan intensi atau permohonan mereka dalam hati.

Ada sekitar 400 umat yang menjadi peserta Logu Senhor. Mereka harus mendaftarkan diri terlebih dahulu kepada panitia penyelenggara. Biasanya peserta Logu Senhor memiliki intensi, seperti berkaitan dengan kesehatan, mohon keturunan, pendidikan, kelancaran usaha.

Dari irmida pertama menuju irmida berikutnya, pengusung tandu Salib Senhor diserahkan kepada umat dari lingkungan. Menurut Melky Wora, kelahiran Sikka yang kini menjadi umat Paroki St Aloysius Gonzaga Cijantung, Jakarta Timur, selama prosesi akan dinyanyikan beberapa lagu seperti Benedikto e Lovado seja, Portu o senhor Yesus, Ovos Omnes oleh petugas. Biasanya penyanyi Ovos Omnes membawa gambar wajah Yesus yang menderita.

Setelah irmida terakhir, tandu Salib Senhor dibawa menuju gereja. Imam akan mengambil dan memperlihatkan Salib Senhor kepada umat serta memberkati umat dengan salib tersebut. Sesudah itu, imam dan para petugas pengusung Salib Senhor membawa peti ke Kapel Senhor untuk ditakhtakan. Logu Senhor berakhir sekitar jam 11 malam.

“Dulu Salib Senhor tidak langsung dibawa ke kapel, tetapi diletakkan di bawah altar gereja hingga Sabtu malam. Umat bisa tetap berada di gereja untuk berdoa.,” tutur Oscar Pareira, umat Paroki Sikka sekaligus pemerhati budaya Sikka.

Nol Parera M, orang Sikka tinggal di Jakarta mengisahkan Salib Senhor merupakan hadiah yang diterima Raja pertama Sikka Don Alexius (Alesu) Ximenes da Silva Don Alesu dari penguasa Malaka, Jogo Worilla, Kala itu, Don Alesu yang bernama asli Moang Lesu, pergi ke Malaka untuk mencari Tanah Moret (Tanah Kehidupan). Di Malaka, ia dibaptis pada 1607 dan mendapat hadiah Salib Senhor dan Menino (patung kanak-kanak Yesus).

Setelah kembali ke Sikka, devosi terhadap Salib Senhor dilakukan. Logu Senhor pernah dilarang oleh Raja Andreas Jati da Silva, raja Sikka ke-12, dan imam yang melayanidi sana. Waktu itu, tradisi ini dilarang karena adanya pesta rakyat yang mendominasi Logu Senhor.

Buku Sejarah Gereja Katolik Indonesia halaman 138 mencatat: ‘Pater Y. Engbers yang menjabat pastor dari tahun 1893-1917 berhasil menghapuskan semua kebiasaan buruk yang dilakukan waktu perayaan prosesi keagamaan.’ Devosi dimulai kembali setelah itu.

Sebelum Ibadat Jumat Agung dan Logu Senhor, biasanya diadakan lamentasi setiap sore, pada Senin-Rabu, di Gereja Sikka. Lamentasi berupa doa dalam lagu berdasarkan nubuat Nabi Yeremia tentang penderitaan bangsa Israel dalam pembuangan Babel.

Tradisi Logu Senhor menjadi sarana bagi umat untuk mengenang sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus. “Dengan merunduk di bawah Salib Tuhan, kita mau mengikuti Yesus, yakni dengan mati raga, bukan hanya ramai-ramai, hura-hura. Iman dan kepercayaan kita dikuatkan oleh Yesus. Dengan Logu Senhor ini, kita semakin menghayati iman akan Yesus,” papar Thomas Aquino, Ketua Panitia Logu Senhor (2010- 2015) ini.

“Salib Tuhan dan kebangkitan-Nya adalah lambang kemenangan. Ketika kita ambil bagian di dalamnya, kita juga turut merasakan kemenangan, yakni kemenangan dari dosa-dosa kita,” kata Pengurus Dewan Keuangan Paroki Sikka (2014-sekarang) ini.

Maria Pertiwi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here