Semangat Sang Misionaris Agung

953
Penyerahan: Lukisan St Ignatius Loyola sedang memberikan salib kepada St Fransiskus Xaverius.
[lenarpoetry.blogspot.com]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Santo Fransiskus Xaverius disebut-sebut sebagai misionaris besar yang menanamkan benih iman kekatolikan di Nusantara. Salah satu pendiri Ordo Serikat Yesus yang juga pelindung Ordo Serikat Xaverian ini awalnya sekadar mengejar ambisi untuk kemuliaan duniawi.

Banyak orang mengenal Fransiskus Xaverius karena karya misinya yang besar di bumi Nusantara, dengan tindakan heroiknya, serta visi keselamatan dan rasulinya pada abad ke-16. Fransiskus (nama asli: Francesco de Yassu Javier), lahir di Puri Javier, Navarra, Spanyol pada 7 April 1506. Ia berasal dari keluarga Juan de Jassu dan Maria de Azpilcueta. Ayahnya adalah orang terpelajar dan ibunya orang saleh. Fransiskus merupakan anak bungsu dari lima bersaudara. Semasa kecil, ia hidup dan tumbuh dalam iklim rohani keluarga yang sangat kuat.

Di puri tempat ia tinggal, terdapat kapel yang biasa digunakan oleh keluarganya untuk ekaristi dan doa bersama. Di kapel itulah, terdapat pula patung salib Yesus yang sedang tersenyum. Hingga saat ini, di Puri Navarra, setiap tahun biasa diadakan ritual besar yang diikuti oleh orang-orang dari berbagai negara untuk mengenang Santo Fransiskus.

Di lain sisi, sejak kecil Fransiskus juga mengenal perang dan sakit. Terutama ketika ia harus kehilangan ayahnya pada tahun 1515, saat ia berusia sembilan tahun. Keluarganya juga mengalami keterpurukan setelah dilumpuhkan oleh kerajaan Castilla. Ketika ia berusia 19 tahun, ia berangkat ke Paris untuk meneruskan studi dan tinggal 11 tahun di sana. Ia meninggalkan tempat kelahirannya dengan suasana batin ingin mengembalikan martabat kebangsawanan dan kehormatan keluarganya.

Karakter Ambisius
Ketika di Paris, Fransiskus tumbuh sebagai pribadi yang ambisius. Ia dikenal sebagai mahasiswa yang cerdas dan menjadi salah seorang atlet peloncat dan pelari terbaik di suatu bagian kota Paris. Ia dikenal sebagai sosok yang arogan dan akrab dengan kehidupan malam. Sikap arogansinya ini membuatnya enggan untuk bergaul dengan St Ignatius Loyola dan St Petrus Faber yang saat itu menjadi teman satu indekos di Paris.

Kala itu, Ignatius dikenal sebagai orang yang suka berbicara mengenai hal-hal rohani, yang justru dihindari oleh Fransiskus. Hingga pada suatu ketika, ia mengalami pertobatan dan mengikuti nasihat rohani di bawah bimbingan Ignatius. Pertobatan inilah yang memutarbalikkan ambisinya, dari seorang yang berambisi akan kejayaan duniawi, menjadi seorang yang “berambisi” dalam mengabdi Allah.

Hidup rohani Fransiskus tak terlepas dari peran “Latihan Rohani” sesuai tradisi spiritualitas Ignasian. Ia menjalani retret selama 30 hari pada September 1534. Sepanjang retret, ia menghabiskan waktunya untuk berdoa dan berpuasa. Ia juga mengikat kaki dan tangannya sebagai wujud penyangkalan diri. Dengan begitu, ia tidak bisa bergerak sama sekali demi menghabiskan waktu untuk bermeditasi. Setelah retret itulah, Fransiskus bangkit menjadi pribadi yang rendah hati, taat dan hangat dalam menjalin persahabatan.

Awal Misi
Sesungguhnya, tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa Fransiskus akan menjalani misi yang besar untuk mewartakan Kristus hingga ke Nusantara. Dalam Ordo Serikat Yesus yang ia dirikan bersama delapan sahabat lainnya, kiprah misi ia lakukan. Suatu ketika, Ignatius mengalami kesulitan untuk memenuhi permintaan Raja Portugal, Juan II, karena salah satu orang yang diutus ke tanah India, Nikolaus Baobadilla sedang sakit. Akhirnya Ignatius mengutus Fransiskus yang kala itu menjadi sekretarisnya.

Dengan mantap Fransiskus menjawab: “Pues sus! Heme aguil (Baiklah, aku siap!)”.

Maka, dimulailah karya misinya. Setelah lima tahun di tanah India, ia mendengar kabar dari seorang saudagar bahwa beberapa raja di Ternate yang telah dibaptis meminta beberapa imam untuk melayani di sana. Ada niat dari dalam diri Fransiskus yang begitu kuat untuk bisa ke sana dan mewartakan Kerajaan Allah. Akhirnya, pada 1545, ia naik kapal Coromandel menuju ke Maluku. Ia mendarat pertama kali di Hative, pantai barat Teluk Ambon.

Selama di Nusantara Fransiskus juga menjelajah ke Pulau Ternate, Seram, Moro dan Morotai. Dalam kisah pewartaannya ini, ia menghadapi banyak tantangan, terutama dalam persoalan bahasa dan budaya. Kendati demikian, berkat bantuan para sahabat yang ia temui di sana, Fransiskus berhasil menerjemahkan Syahadat dengan tafsir setiap kalimatnya, Doa Tobat, Bapa Kami, Salam Maria, Salve Regina dan Sepuluh Perintah Allah agar orang-orang dapat mengerti dan memahami hal yang penting di dalamnya. Kabarnya, ia hanya berhasil membaptis seorang pemuda di Tamilau, Pulau Seram. Di tempat lain, ia berhasil membaptis ribuan orang.

Setelah dua tahun, Fransiskus balik ke Malaka sekitar Juni 1547. Sebelum berangkat, ia menguatkan kembali iman umat dan berjanji akan mengutus seorang misionaris yang akan menetap di pulau Ambon. Pada akhir tahun itu juga, misionaris tetap pertama tiba di Ambon, yaitu Pater Nuno Ribeiro SJ yang baru saja ditahbiskan imam di Goa, India.

Semenjak itulah, Fransiskus menetap cukup lama di Malaka. Setelah itu, ia melanjutkan misi pewartaannya dengan berlayar ke India dan kemudian ke Tiongkok hingga akhirnya wafat karena sakit keras di Pulau Sanchian, 10 kilometer dari bibir daratan China, pada 3 Desember 1552. Fransiskus memang berambisi untuk mewartakan kabar gembira ke daratan China.

Fransiskus Xaverius dinyatakan sebagai Orang Kudus pada 1622. Paus Pius memberinya gelar sebagai pelindung Gereja di tanah misi dan pestanya diperingati setiap tanggal 3 Desember.

Korespondensi
Fransiskus memiliki kebiasaan korespondensi yang kadang luput dari perhatian kita saat ini. Selama meninggalkan Roma menuju Portugal dan tinggal di dunia Timur, ia telah menulis 13 surat kepada Ignatius, 12 untuk Simon Rodriguez dan 10 untuk semua sahabat di Eropa. Surat-surat itu, selain berisi laporan perjalanan, juga berisi sapaan personal yang penuh kasih. Kini, surat-surat tersebut sebagian masih tersimpan rapi di Puri Xavier.

Pada saat kematiannya di pulau sepi itu, ditemukan kantong kecil yang terkalung pada lehernya berisi relikui St Thomas (Rasul yang mewartakan Injil sampai India), rumusan kaul, serta tanda tangan St Ignatius. Tanda tangan tersebut ia potong dari surat yang diterimanya. Artinya, di balik gelora rasuli, Fransiskus juga menjalin relasi yang hangat dengan para sahabatnya.

Yohanes Mega Hendarto SJ

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here