Kesetiaan dalam Kedalaman

388
3.7/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com – William Shakespeare pernah mengatakan, cinta tidak terlihat dengan mata tetapi dengan hati. Lalu, Plato, dalam percakapan dengan seorang muridnya mengatakan, cinta adalah ketika kamu dapat menahan keinginanmu akan kesempurnaan. Waktu tidak bisa berjalan mundur dan hanya cinta yang memungkinkan kamu menerima apa adanya. Lalu, pernikahan adalah kelanjutan dari cinta itu sendiri, yaitu proses untuk mendapatkan kesempatan kedua. Ketika kamu terlalu menginginkan kesempurnaan dalam pernikahan, maka justru kamu tidak akan mendapatkan apa-apa.

Erich Fromm menyebut bahwa cinta bukanlah komoditas barang yang dapat dibarter dan diperjualbelikan, apalagi dipaksakan oleh orang lain karena ia tidak bisa terwujud dengan paksaan. Menurutnya, cinta adalah pilihan bebas yang diberikan secara sukarela atas kemauan sendiri dan rasional. Jika seorang ingin membagi cintanya kepada orang lain, ia bebas memberikannya. Begitu juga sebaliknya, jika ada keinginan untuk tidak memberikan cintanya kepada orang lain, itu juga memberikan kebebasan bagi dirinya.

Dalam The Art of Loving, Fromm berkata begini: “yang terpenting dalam hal ini, bukan soal bahwa ia telah mengorbankan hidupnya demi orang lain, melainkan bahwa dia telah memberikan apa yang hidup dalam dirinya; dia memberikan kegembiraannya, kepentingannya, pemahamannya,pengetahuannya, kejenakaannya, kesedihannya serta semua ekspresi serta menifestasi yang ada dalam dirinya.

Sementara itu dalam Familiaris Consortio, Paus Yohanes Paulus II menekankan hakikat perkawinan sebagai lambang dan perwujudan hubungan cinta antara Kristus dan Gereja. Karena itu, cinta suami-istri merupakan unsur hakiki dalam perkawinan. Melalui ikatan perkawinan, suami-istri menjadi satu keluarga. Persatuan itu didasari oleh ikatan cinta
keduanya. Ikatan cinta suami-istri itu menjadi gambaran dan perwujudan cinta antara Allah dan manusia (umat-Nya), yakni perjanjian kasih yang setia. “Allah adalah cinta kasih (1 Yoh 4:8) dan di dalam diri-Nya Ia menghayati misteri persatuan pribadi yang penuh kasih. Familiaris Consortio menegaskan lagi, bahwa pasanganpasangan suami-istri secara tetap mengingatkan Gereja akan apa yang terjadi di kayu salib; suami-istri, yang satu bagi yang lain dan kedua-duanya bagi anak-anak mereka, menjadi saksi-saksi keselamatan.

Sepenggal narasi lima puluh tahun perkawinan seorang tokoh politik nasional yang disajikan dalam Sajian Utama edisi ini tak lain adalah sebuah ungkapan kesetiaan akan cinta yang tidak terlihat dengan mata, tetapi dengan hati. Kesetiaan cinta dalam ketidaksempurnaan!

Redaksi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here