Pendidikan Tobat Menurut Injil Lukas – Bagian II

221
Ilustrasi "The Return of the Prodigal Son" c. 1669 Oil on canvas, 262 x 206 cm, The Hermitage, St. Petersburg (REMBRANDT Harmenszoon van Rijn)
4/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – Prinsip Dasar Tobat

  1. Kemurahan Allah

Prinsip dasar tobat yang dilukiskan pada Lukas tidak ditemukan secara denotatif melainkan konotatif. Lukas menggunakan kisah dan menuturkan cerita untuk tidak langsung mempertobatkan orang melainkan mengundang mereka agar dengan bebas mengalami Yesus sebagai Putra Allah yang mahamurah.

Di sini, kita hanya akan melihat satu bagian kisah di awal untuk membuktikan betapa kemurahan hati Tuhan bermasa depan. Lukas melukiskan kemurahan hati Allah dalam hubungan dengan kelahiran Yesus.

“Jangan takut, hai Maria. Sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, Bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan” (Lukas 1:29-33).

Berbeda dengan permulaan injil sinoptik pendahulu, Lukas tidak menempatkan seruan pertobatan Yohanes Pembabtis pada bagian awal melainkan sebaliknya di bagian lain setelah Yesus dikisahkan berdiskusi di dalam Bait Allah bersama dengan para ahli Taurat dan orang banyak pada umur dua belas tahun.

Allah yang mahamurah disiarkan di awal untuk mengungkapkan Allah sendiri yang pertama-tama berinisiatif untuk menyelamatkan dosa manusia. Dosa manusia dan seruan pertobatan di pihak lain merupakan aneka keburukan yang memang secara kodrati menghantui manusia, namun tidak menghapus kemurahan hati Allah (Bdk. Lukas 6:36).

Allah yang murah hati itu berwajah Penyelamat diberi nama Yesus, Anak Allah yang mahatinggi, keturunan Daud, raja atas kaum keturunan Yakub dan kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.

Secara sosiologis, pemerintahan manusia bila dipimpin oleh kemurahan hati seorang raja akan tetap langgeng dan bertahan lama. Bangsa-bangsa Romawi dan Yunani Kuno, Mesir dan Mesopotamia, Nusantara dan Khalifah Islamik, raja-raja dari zaman jauh di Dunia Utara dan Selatan kini hanyalah suatu kenangan lama dalam lintasan sejarah dunia.

Karena selain sering mempertahankan kuasa dengan perang dan pembunuhan, raja-raja yang memerintah tidak khas menampilkan hati yang murah-menawan. Dengan lanskap gampangnya, kita mengetahui betapa foto raja-raja dari negeri seberang sangar muka dan masam wajahnya. (Bersambung)

Baca juga: https://www.hidupkatolik.com/2018/03/13/18742/pendidikan-tobat-menurut-injil-lukas-bagian-i/

Fr. Deodatus D Parera (Penulis adalah calon imam Keuskupan Agung Kupang-Seminari Tinggi St. Mikhael Penfui, Tingkat VI)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here