Ana W Darmadi-Aloysius S Handoyo: Komitmen, Saksi Kabar Gembira

322
Menjadi Saksi: Ana dan Handoyo bersama dua buah hati mereka.
[NN/Dok.Pribadi]
3.7/5 - (4 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Pasutri ini berusaha terlibat dalam kegiatan gereja dan komunitas. Mereka ingin berbagi karunia, berkomitmen menjadi saksi Kabar Gembira.

Perkenalan Aloysius Setyo Handoyo dengan Ana Winarti Darmadi terjadi ketika mereka terlibat dalam kegiatan PMKRI. Benih-benih kasih bersemi di hati mereka. Kebetulan, mereka belajar di universitas yang sama, Universitas Satya Wacana Salatiga, Jawa Tengah. Ana mengambil jurusan Bahasa Inggris, sedangkan Handoyo belajar di jurusan Teknik Elektro.

Pada 1984, Ana menyelesaikan pendidikannya, sedangkan Handoyo sudah bekerja di Jakarta. Komunikasi mereka tak pernah putus, bahkan kian intens. Pada Oktober 1988, mereka bersepakat mengayuh bahtera rumah tangga bersama. Biduk rumah tangga ini kian semarak dengan kehadiran dua buah hati, satu putra dan satu putri.

Ana dan Handoyo berusaha untuk seiring sejalan dan saling mendukung, baik dalam pekerjaan, keterlibatan dan pelayanan kegiatan lingkungan, Gereja, komunitas, maupun pernak-pernik dalam membesarkan dan mendampingi buah hati mereka. Mereka berusaha menjalani semua itu dengan sepenuh hati. Pun ketika harus berbagi dengan orang lain yang membutuhkan. Dengan sukacita, Ana dan Handoyo membagikan kemampuan yang dipercayakan Tuhan kepada mereka berdua, juga materi.

Memberikan Diri
Dengan aneka cara dan sarana, mereka berusaha menghidupi semangat berbagi dalam hidup, memberi teladan, dan mewariskan semangat itu kepada dua buah hati mereka. Ana bergiat dalam Seksi Katekese Paroki St Matius Penginjil Bintaro, Tangerang Selatan. Setelah mengampu Koordinator Seksi Katekese selama dua periode, 2008- 2011 dan 2011-2014, ia kini menjadi bagian dalam Subseksi Katekese untuk Bidang Sakramen Penguatan. Ia juga ambil bagian dalam tim Full Alive Experience (FAE) di paroki. Bahkan selama dua tahun terakhir, ia dipercaya sebagai Sekretaris Paguyuban Awam Xaverian (PAX).

Selain itu, Ana mendedikasikan diri dalam formasi bagi para calon imam Serikat Xaverian (SX). Sejak 1996, ia mengajar bahasa Inggris bagi para frater SX di Bintaro. Bidang ini sudah ia tekuni sejak hijrah ke Jakarta, awal 1990-an, dengan membuka tempat belajar Bahasa Inggris.

Setiap dua kali seminggu, ia mengajar pra novis selama dua jam. Sementara untuk para novis, ia mengajarseminggu sekali selama dua jam. “Menurut saya, ini biasa … ini bisa terjadi karena tuntunan Tuhan. Saya senang bisa mengajar para frater. Saya senang bisa membagikan apa yang saya miliki,” ungkapnya.

Kesenangan Ana mengajar dan berbagi ilmu ini nampak sejak ia di bangku SD, dan terus tumbuh hingga ketika kuliah. “Misalnya ada tugas membuat karya tulis, saya senang membantu teman yang kesulitan memilih tema … Ya, berbagi tema untuk karya tulis. Saya tidak merasa lebih pandai dari teman. Ini saya lakukan karena saya senang berbagi,” beber Ana.

Sejak SMP, Ana sudah aktif dalam kegiatan Legio Mariae. “Dari situ juga semangat berbagi itu tumbuh dan berkembang. Waktu itu, saya bersama teman- teman legioner yang lain mendapat tugas untuk mengunjungi orang sakit, mengunjungi orang jompo. Rasanya senang sekali,” ujarnya.

Sementara Handoyo berasal dari keluarga bukan Katolik. Sang kakeklah satu- satunya pemeluk Katolik. Laki-laki kelahiran Kudus, Jawa Tengah, 1 Agustus 1960 ini menjadi Katolik ketika duduk di bangku SMA. “Saya tertarik menjadi Katolik karena perjumpaan yang sangat berkesan dengan guru-guru Katolik dan beberapa pastor Jesuit. Dari merekalah saya belajar tentang kekatolikan secara dewasa: Katolik sebagai agama yang ‘universal dan membebaskan’ … dan saya mantap serta sadar memilih menjadi Katolik,” ungkap Handoyo.

Di celah kesibukan kerja, Handoyo menyediakan waktu untuk keluarga dan pelayanan. Ia aktif terlibat dalam organisasi pendidikan dan sosial. Seperti sang istri, ia punya kerinduan untuk berbagi talenta yang ia miliki. Sejak 2009, Handoyo ambil bagian dalam Yayasan Umat Peduli Pendidikan Keuskupan Agung Jakarta. Pada 2010-2013, ia didapuk sebagai anggota Dewan Paroki St Matius Penginjil Bintaro. Ia pun pernah menjadi Ketua Konser Peduli Seminari yang digelar pada Sabtu, 18/10, di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Bersama sang istri, Handoyo menceburkan diri dalam gerakan peduli seminari.

Saling Mengisi
Meskipun hari-hari mereka padat aktivitas, Ana dan Handoyo berusaha untuk tetap menumbuhkan rasa saling pengertian. “Kami saling mendukung dan memahami dalam kegiatan dan pelayanan. Jika saya harus pergi untuk mengikuti kegiatan di gereja, biasanya Bapak yang akan di rumah bersama si bungsu. Begitu juga sebaliknya, jika Bapak harus mengikuti rapat atau apa, saya memilih di rumah bersama anak kami,” kisah Ana.

Handoyo mengungkapkan, manajemen waktu sangat penting dan menjadi perhatian serta komitmen bersama dalam keluarga. “Saya sendiri banyak kegiatan di organisasi profesi dan sosial di luar Gereja. Kebetulan istri saya juga aktif dalam kegiatan-kegiatan Gereja. Kami punya kesepakatan bahwa kami akan saling memberi ruang untuk melayani dan mengembangkan diri. Kami juga sepakat, sebisa mungkin salah satu dari kami akan menemani anak-anak. Dengan dua kesepakatan ini, kami berdua bisa saling mendukung dan mengembangkan diri,” jelas Handoyo.

Saat ini, putra sulung mereka tengah menempuh studi di Australia. Sementara putri bungsu mereka duduk di bangku SMP. Ana dan Handoyo juga mengusahakan untuk berdoa bersama, seperti doa Rosario dan saling mendoakan antar anggota keluarga. “Meski dengan anak saat ini agak sulit, saya kadang masih berdoa bersama, meditasi bersama suami,” ungkap Ana.

Ana dan Handoyo juga tergabung sebagai anggota komunitas meditasi kristiani. Setiap malam, sebelum tidur, Ana berusaha meluangkan waktu untuk bermeditasi bersama sang suami. “Terkadang saya meditasi duluan jika suami pulang larut. Saya mengusahakan setiap hari,” ujar Ana.

Seminggu sekali di rumah, mereka mengadakan doa bersama keluarga dengan dua saudara Ana yang tinggal di sekitar Bintaro dan Jakarta. Doa keluarga ini sudah berlangsung sejak 2008. “Kami berusaha untuk mempertahankan kebiasaan ini. Seminggu sekali bertemu dan berkumpul dengan keluarga yang lain, doa, makan bersama, serta sharing,” beber Ana.

Ana dan Handoyo bertekad untuk terus memegang komitmen berbagi dan terlibat dalam kegiatan lingkungan dan kegerejaan. “Saya merasa memiliki dan menjadi bagian dari Gereja. Saya harus bisa berkontribusi untuk Gereja sesuai talenta dan kemampuan. Saya ada fasilitas, ya … saya bisa memakainya untuk kegiatan berbagi,” tegas Ana.

Senada dengan sang istri, Handoyo menandaskan, sebagai bagian dari Gereja, ia ikut bertanggung jawab terhadap kelangsungan Gereja. Sulung dari tiga bersaudara ini mengatakan, “Saya memaknainya sebagai ‘kesaksian’ dalam hidup, sebagai konsekuensi dari pilihan menjadi Katolik. Karena sudah ditebus dan diselamatkan, saya dengan sukacita menyebarkan ‘Kabar Baik’ itu dengan tindakan.”

Maria Pertiwi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here