Kewajiban Masa Prapaskah

837
3/5 - (4 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Apakah ada kewajiban tertentu yang harus dilakukan oleh orang Katolik selama Masa Prapaskah ini, selain pertobatan, puasa dan pantang?

Lucia Reni Listiyani, Malang

Pertama, Gereja mewajibkan setiap orang Katolik yang telah menerima komuni pertama untuk menerima komuni sekurang-kurangnya sekali setahun. Hal ini ditegaskan dalam KHK Kan 920 # 1 “Setiap orang beriman, sesudah menerima Ekaristi mahakudus pertama, wajib sekurang-kurangnya satu kali setahun menerima komuni.” Kewajiban ini hendaknya dipenuhi, jika mungkin, pada masa perayaan Kebangkitan Tuhan. KHK Kan 920 #2 “Perintah ini harus dipenuhi pada masa Paskah, kecuali karena alasan wajar dipenuhi pada lain waktu dalam tahun itu.”

Kedua, selain kewajiban untuk menerima komuni itu, orang Katolik juga wajib untuk mengakukan dosanya sekurang-kurangnya setahun sekali. Kewajiban ini juga dikaitkan dengan kewajiban komuni tersebut. Artinya, sebagai persiapan untuk menerima komuni, jika orang itu berada dalam keadaan dosa berat, maka orang itu juga wajib untuk menerima terlebih dahulu sakramen Pengampunan Dosa. Hal ini, dikatakan dalam KHK Kan 989: “Setiap orang beriman . . . wajib dengan setia mengakukan dosa-dosa beratnya, sekurang-kurangnya sekali setahun.”

Ketiga, kedua peraturan Gerejani ini mewajibkan apa yang paling minimal. Ini tidak boleh ditafsirkan, bahwa cukuplah menerima komuni dan mengaku dosa hanya sekali setahun. Kekayaan rohani yang dihadirkan dan diberikan melalui komuni sungguh sangat berlimpah dan kita butuhkan, sehingga akan sangat baik jika kita menerima komuni sesering mungkin. Demikian pula, kuasa penyembuhan, pengampunan dan penguatan dari Sakramen Tobat itu sedemikian luar biasa, sehingga menerima Sakramen Tobat secara teratur berguna untuk hidup rohani kita.

Mengapa Gereja-gereja Protestan tidak melaksanakan ibadat Jalan Salib? Apakah perhentian Jalan Salib di Via Dolorosa itu sesuai dengan kejadian sesungguhnya?

Amelia Agusetyawati, Lawang

Ajaran Protestan menekankan bahwa keselamatan manusia adalah melulu hasil karya Allah, yaitu melalui hanya rahmat Allah (sola gratia). Sedangkan, yang diminta dari manusia ialah hanyalah iman (sola fides), bukan perbuatan-perbuatan (devosional). Lagipula, beberapa perhentian dalam ibadat Jalan Salib itu didasarkan pada Tradisi, bukan pada apa yang tertulis secara eksplisit dalam Kitab Suci (sola scriptura). Misalnya, perhentian keempat, pertemuan Yesus dengan ibuNya, tidak ada dalam Kitab Suci. Memang ada wanita-wanita yang berjumpa dengan Yesus, tetapi tidak dikatakan bahwa di antara mereka ada Maria, ibu Yesus. Demikian pula, kisah tentang Veronika yang mengusap wajah Yesus, tidak ditemukan dalam kitab-kitab Injil.

Jika sudah mengikuti visualisasi Jalan Salib, apakah masih harus melakukan ibadat Jalan Salib?

Tommy Pratama Haryanto, Semarang

Visualisasi Jalan Salib biasanya menjadi sangat menarik bagi umat dan bahkan sangat menyentuh dan membuat menangis banyak orang. Peragaan ini bisa menjadi daya tarik sehingga lebih banyak umat datang untuk mengikuti visualisasi Jalan Salib itu. Tetapi ada bahaya bahwa visualisasi itu menjadi sekedar tontonan, bukan ibadat. Agar peragaan jalan salib ini tidak menjadi sekedar tontonan, maka perlu diberi “kemasan liturgis” yang mengikutsertakan umat, sehingga hakekat ibadat tetap dipertahankan dan umat tidak menjadi penonton pasif melainkan bertindak sebagai umat yang aktif beribadat. Tanpa “kemasan liturgis” yang memadai, tentu saja tontonan visualisasi Jalan Salib belum bisa menggantikan ibadat resmi Jalan Salib. Menonton dan beribadat tentu bisa dan harus dibedakan secara tegas. Maka jika diadakan visualisasi Jalan Salib, hendaknya pastor paroki mengemas sedemikian rupa sehingga semua hal positif dari visualisasi Jalan Salib bisa dimanfaatkan dan umat tetap bisa melakukan ibadat Jalan Salib.

Petrus Maria Handoko CM

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here