Status Perempuan Bukan Penghalang

239
[Dok.pribadi]
1/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Renungan Kartini

“Perempuan harus berani mengaktualisasikan dirinya sebagaimana perempuan harus bersikap, bukan sebagaimana laki-laki bersikap”

Siapa sih yang tidak tahu kalau 21 April ini adalah Hari Kartini? Meski terdapat polemik terkait layaknya Kartini sebagai simbol emansipasi perempuan, namun hari Kartini lazim direfleksikan sebagai momen dari simbol perjuangan perempuan Indonesia dalam mengangkat harkat dan martabatnya, mensejajarkan perempuan dan laki-laki dalam berbagai aspek.

Kartini yang saat itu lahir dari keluarga priyayi beruntung bisa menikmati pendidikan dan berbagai fasilitas lainnya, namun tidak demikian dengan perempuan-perempuan pribumi saat itu yang dikerangkeng oleh feodalistik dan budaya patriarki dimana laki-laki lebih berkuasa atas perempuan.

Persoalan perempuan sesungguhnya adalah isu global meski problem yang muncul antara negara yang maju dan berkembang memiliki titik kulminasi yang berbeda, pada kebanyakan negara berkembang termasuk Indonesia, persoalan perempuan banyak berkutat pada problem himpitan ekonomi, praktik diskriminasi, ketimpangan struktur sosial-budaya masyarakat dan minimnya akses layanan kesehatan, kesenjangan layanan pendidikan, kecilnya kesempatan dalam kegiatan publik dan politik, rendahnya kualitas hidup dan masih tinggi tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Belum selesai perempuan dengan problem-problem struktural dan sosio kultural, era milenial datang menawarkan “penjajahan” gaya baru yang diproduksi oleh kapitalisme global melalui globalisasi dibidang komunikasi yang menghasilkan manusia-manusia yang hedonisme dan konsumerisme. Pada titik ini banyak manusia, termasuk perempuan menjadi “korban” karena didikte oleh kemajuan teknologi.

Deretan problem bagi perempuan seolah menegaskan bahwa narasi tentang perempuan tidak akan hilang dan selalu akan menjadi isu utama, sepanjang perempuan sendiri tidak menyadari dirinya bukan hanya objek untuk dieksploitasi tapi sekaligus adalah subjek yang akan membuat narasi bagi mereka sendiri, narasi yang tidak boleh berhenti tentang kesetaraan dan perjuangan perempuan.

Dan inilah yang dilakukan dan sementara dijalani oleh ibu dua anak asal Sulawesi Tenggara berdarah Maumere dan Toraja yang menjalani hidup bukan hanya untuk dirinya tetapi juga untuk orang lain. Jauh dari keluarga bukan halangan bagi Agustina untuk menjadi berkat bagi sesama apalagi sampai melupakan tanggung jawab rangkap, baik sebagai ibu maupun sebagai istri.

Sebab selain sebagai bidan, ia juga aktif diberbagai kegiatan sosial lainnya seperti Komunitas Kesehatan Reproduksi, pendampingan bagi perempuan dan ibu. Ia juga aktif di komunitas Parenting yang tergabung dengan beberapa psikolog untuk pendampingan pada orang tua dalam mendampingi anak-anak.

Tidak berhenti sampai disitu, kesadaran Agustina masuk dan menembus ruang publik lainnya, ia terdaftar dan aktif sebagai salah satu politisi muda di PDI Perjuangan. Kalau Kartini terkenal dengan ungkapan “habis gelap terbitlah terang”, maka bagi Agustina, “perempuan harus berani mengatakan dan bertindak, hendaknya terang itu harus nyata dan terus bersinar”.

 

Agustina Doren, S.Sit

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here