Jurnalisme Bermartabat

119
3/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Di tengah kecamuk dunia era internet belakangan ini, Paus Fransiskus mengajak semua orang mengedepankan jurnalisme perdamaian. “Jurnalisme yang jujur, menentang kepalsuan, slogan-slogan retoris, pokok berita yang sensasional. Sebuah jurnalisme yang diciptakan oleh masyarakat untuk masyarakat, yang melayani semua orang, terutama mereka – dan mereka adalah mayoritas ditengah dunia – mereka yang tidak bersuara. Sebuah jurnalisme yang tidak berpusat pada breaking news tetapi menelisik sebab-sebab yang mendasari konflik, guna memajukan pemahaman yang lebih mendalam dan memberi sumbangan bagi jalan keluar dengan memulai proses yang baik. Jurnalisme yang berkomitmen menunjukkan beragam alternatif terhadap meningkatnya keributan dan kekerasan verbal.” Demikian ditegaskan Paus menyambut Hari Komunikasi Sosial Sedunia 2018 ini.

Paus Fransiskus menyadari betul situasi kekinian, era digial, era banjir informasi. Ujaran kebencian, penyebaran informasi palsu, kabar bohong, dan fitnah mewarnai kehidupan global. Industri hoax tumbuh subur bagaikan cendawan di musim penghujan. Hadirnya media baru (media sosial) membawa dampak signifikan dalam perilaku manusia zaman ini. Media arus utama (media konvensional) seolah tenggelam oleh arus media baru ini. Masyarakat mudah terpengaruh dan panik. Masyarakat rapuh. Hilang daya nalar kritis terhadap miliaran informasi. Hal ini semakin diperkeruh oleh media elektronik yang kehilangan daya reflektifnya. Berlomba-lomba mengabarkan informasi yang belum ditelisik secara mendalam pangkal dan ujungnya. Apa latar belakangnya. Prosesnya! Semua kejar tayang (breaking news) tanpa memperhatikan rambu-rambu penyiaran atau penyebaran informasi. Media arus utama cenderung menjadi alat proganda. Media terbelah dan menjadi instrumen yang membantu terjadinya penyerangan dan pembunuhan. Media terjebak pada ambivalensi dan gamang dalam menyajikan separuh fakta dan menyembunyikan fakta-fakta lain (Lih. Konflik Sosial dan Literasi Media).

Di sinilah relevansi, signifikansi, dan urgensi kita membaca pesan Paus Fransiskus dalam rangka Hari Komunikasi Sosial ini. Bahwasanya media sebenarnya bisa berperan menjernihkan masalah. Media konvensional, termasuk radio di dalamnya, bisa melakukan praktik jurnalisme perdamaian sebagaimana diharapkan Paus. Media bisa mendinginkan suasana. Media tidak sekadar menyampaikan informasi. Tokoh pers nasional Jakob Oetama mengatakan, “Media bukan sekadar menyajikan informasi. Informasi harus disajikan secara sedemikian rupa sehingga jelas arti dan maknanya. Disajikan sedemikian rupa sehingga lewat informasi itu, pembaca bisa menangkap kecenderungan-kecenderungan. Pembaca memperoleh informasi yang bukan saja bermanfaat karena memberikan pengetahuan aktual tetapi sekaligus memperoleh informasi yang membantu pembaca menempatkan dirinya. Yakni, menempatkan diri dalam lingkungan hidupnya. Konteks menjadi kata kunci untuk bisa menyajikan informasi semacam itu” (Lih. Pers Indonesia).

Hal senada ditegaskan oleh Direktur Indonesia New Media Watch Agus Sudibyo. Masyarakat perlu diarahkan untuk senantiasa bersikap selidik terhadap semua informasi yang bersiliweran di dunia maya. Masyarakat perlu dibiasakan membandingkan apa yang muncul di media sosial dengan apa yang diberitakan di media arus utama.

Redaksi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here