Dari “Ambon Manise” untuk Indonesia

399
Penjemputan Duta Besar Mgr Antonio Guido Fillipazi di Bandara Mathilda Saumlaki, Maluku Tenggara Barat.
[NN/Dok.Panitia]
5/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Awal terbentuknya Pesparani atas desakan beberapa tokoh awam Katolik dari Maluku. Komitmen untuk menghidupi Musik Liturgi menjadi dasar pembentukan Pesparani.

Seorang nenek melayangkan protes kepada sopir angkot jurusan Mardika-Bentas, kota Ambon, Maluku. Nyong putar musik dulu. Masa katong dalam angkot seng ada musik lawange. Pantasan ose pung angkot seng laku, ‘Anak putar lagu, masakan dalam angkot tidak ada musik. Makanya banyak orang tidak suka naik angkot ini’. Protes ini kerap dialami para sopir bila angkotnya tidak ada musik. Di kota Pattimura, angkot adalah “raja jalanan”. Wajar saja, jalanan Kota Ambon tak pernah sepi. Lagu-lagu bergenre Reggae, Hip Hop, house music menjadi deru di Kota Ambon.

Musik bagi orang Ambon seperti kebutuhan primer. Tak hanya kedai minum, suara orang bernyanyi juga terdengar di banyak tempat. Di sejumlah warung kaki lima di Pantai Losari pun terpasang peralatan karaoke. Para pedagang menyetel lagu-lagu dengan volume keras untuk menarik pengunjung. Ada seloroh, “Siapa yang paling keras volume suaranya, warungnya selalu ramai”.

Di Warung Kopi Trikora, perbatasan wilayah Kristen dan Muslim, orang bisa karaoke berduaan dengan saudara beragama lain. Nuansa permusuhan hilang ketika musik berbunyi. Tak keliru bila Pemerintah Kota Ambon tahun 2011 mencanangkan “Ambon City of Music”. “Bila ke Ambon anda bertemu sepuluh orang maka sebelas orang pasti bisa bernyanyi,” seloroh Plt. Gubernur Maluku, Zeth Sahuburua dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pesta Paduan Suara Gerejani (Pesparani) di Bali, Maret lalu.

Peran Awam
Musik sebagai bahasa universal ini juga menelurkan Pesparani. Thomas Reyaan, pionir Pesparani Maluku menceritakan, perjuangan terbentuknya Pesparani. Menurutnya, Pesparani ini terbentuk saat lomba tingkat Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) dalam rangka memperingati pesta wafatnya para martir “Tanah Evav” (Kei), tahun 2006 lalu. Wakil uskup Pulau-Pulau Kei kala itu, Pastor Hans Rettob, berinisiatif membentuk panitia perayaan.

Thomas, mantan Wakil DPRD Malra ini mengatakan perlombaan tingkat kabupaten itu diikuti oleh sembilan paroki di wilayah Kei Kecil. Pastor Hans melihat respon umat yang positif maka ia mengusulkan agar pelaksanaan ini dilanjutkan tahun berikutnya.

Punya peran besar di DPRD, Thomas lalu mengusulkan rencana ini pada forum anggota dewan dan disambut positif. Bupati Malra Herman A. Koedubun menghendaki agar segera Pesparani ini terlaksana. Acara ini dibuka secara resmi oleh Sekretaris Daerah Malra Nurdin Rahawarin. “Acara cukup sukses tetapi sayang sekali hanya diikuti delapan peserta dari sekitar 13 paroki di Kabupaten Malra.”

Kendati begitu, Thomas dan kawan-kawan tidak putus asa. Mereka bahkan menginginkan Pesparani tingkat provinsi. Rencana ini lalu dibawa dalam rapat pastores wilayah Kei. Tentu ada imam yang menolak tetapi juga ada yang mendukung. Tapi melihat kinerja panitia para imam sepakat untuk melanjutkan proses Pesparani provinsi. “Nah, persoalannya siapa yang akan menghadap dan menjelaskan rencana ini kepada Uskup Amboina Mgr Petrus Canisius Mandagi MSC sebab persiapan belum matang.”

Tahun 2007, berkat bantuan Sekretaris Keuskupan Amboina Pastor Agustinus Ulahayanan, Thomas bisa bertemu dengan Mgr Mandagi dengan menyiapkan konsep surat yang diberikan kepada Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu. Gaung bersambut, Mgr Mandagi saat itu menyetujui dan menandatangani surat tersebut dan siap diproses ke gubernur. “Panitia dan umat merasa senang sambil menunggu keputusan Gubernur.”

Payung Hukum
Sementara itu Pastor Agustinus mengatakan tak lama kemudian terbit Surat Keputusan (SK) Gubernur soal perintah segera membentuk Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Pesta Paduan Suara Gerejani (LP3K) Provinsi Maluku yang digelar pada 8 Oktober 2008. Tak tanggung-tanggung Pemerintah Daerah mencairkan dana sekitar tiga miliar lebih dan Pemerintah Provinsi sekitar 500 juta. Langgur, Malra didaulat sebagai tuan rumah yang dihadiri oleh Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) kala itu Mgr Martinus Dogma Situmorang OFMCap.

Hampir semua Kabupaten di Provinsi Maluku mengikuti kegiatan tersebut kecuali Kabupaten Seram Bagian Timur. “Acara ini agak meriah karena bersamaan dengan pelantikan Bupati Maltra terpilih Anderias Rentanubun dan wakilnya Yunus Serang.

Sukses ini membuat panitia berembuk untuk melaksanakan Pesparani lagi. Lalu dicanangkan Kota Saumlaki, Kepulauan Tanimbar, Maluku Tenggara Barat sebagai tuan rumah Pesparani kedua. Saat itu menjadi istimewa karena hadir Dirjen Bimas Katolik serta Duta Besar Vatikan Mgr Antonio Guido Fillipazi. Kemudian terlaksana lagi Pesparani ketiga di Kepulauan Aru. Hadir saat itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Sekretaris Ditjen Bimas Katolik, para bupati dan para uskup. Selain itu hadir juga Pastor Guido Suprapto selaku Sekretaris Eksekutif Komisi Kerawam KWI dan Pormadi (utusan dari Direktorat Urusan Agama Katolik).

Dari Pesparani ketiga ini berkembanglah deklarasi, “Dari Maluku untuk Indonesia”. Menanggapi deklarasi ini Sekretaris Eksekutif KWI saat itu, Pastor Yohanes Rasul Edy Purwanto melaporkan kesuksesan Pesparani ini dalam rapat para uskup yang kemudian ditindaklanjuti dengan kemendesakan KWI untuk mendukung gawai akbar ini.

Pastor Bernard Rahawarin mengatakan di tingkat akar rumput, beberapa awam dan imam dari Maluku lalu bertemu dengan Ditjen Bimas Katolik. Mereka mengungkapkan keinginan untuk segera dikeluarkannya payung hukum Pesparani nasional. Mereka menekankan bahwa faktualnya Pesparani sudah dilaksanakan di tingkat bawah. Bupati Maluku Barat Daya Angelus Renjaan bersama Pastor Bernard mendorong untuk segera menyusun draf Peraturan Menteri Agama (PMA). Rapat berakhir dengan janji Ditjen untuk menyiapkan dan menyusun PMA. Ditjen Bimas Katolik memproses PMA lewat desakan panitia Maluku. Tidak lama setelahnya, draf pembahasan PMA yang difasilitasi oleh Ditjen Bimas Katolik terbitlah PMA Nomor 35 tahun 2016.

Rasa gembira terasa ketika keputusan tersebut ditandatangani oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Proses ini berlanjut dengan dikeluarkannya PMA nomor 998 tahun 2017 tentang Pengurusan dan Bagan Struktur Organisasi LP3KN periode 2017-2022. Keputusan Menteri Agama tentang pengurus LP3KN dengan Ketua Umum Adrianus Eliasta Meliala dan Sekretaris Umum Toni Pardosi bersama sedikitnya 100 personalia pengurus.

Mgr. Petrus Canisius Mandagi MSC, Uskup Amboina
“Ada perjuangan dalam Pesparani setidaknya untuk meningkatkan Musik Liturgi. Keuskupan Amboina sangat mendukung Pesparani. Sebab lewat Pesparani juga dimana-mana muncul kelompok paduan suara. Dikatakan Pesparani butuh perjuangan karena prosesnya tidak langsung lewat provinsi tetapi lewat tahapan paroki, wilayah, dan keuskupan. Dalam Pesparani, orang belajar untuk mencintai Musik Liturgi, Kitab Suci, dan tradisi Gereja. Di situ terjadi persaudaraan karena orang saling mengenal. Terjadi persekutuan dengan umat beragama lain seperti Protestan dan Muslim. Lewat Pesparani juga, kami merasa utuh sebagai warga negara Indonesia yang diperhatikan tidak saja Protestan lewat Pesparawi atau Muslim lewat MTQ tetapi Katolik tidak lagi menjadi ‘anak tiri’. Sebagai tuan rumah Pesparani Nasional pertama, Keuskupan Amboina mewakili Provinsi Maluku sudah siap karena kami percaya mendapat dukungan penuh dari Protestan dan Muslim.”

Yusti H. Wuarmanuk

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here