Kasih dalam Pemberitaan

249
Renungan Mingguan_edisi19. [Dok.HIDUP]
3/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Minggu 13 Mei 2018, Minggu Paskah VII; Hari Minggu Komunikasi Sedunia Kis 1:15-17, 20a,20c-26; Mzm 103:1-2, 11-12, 19-20ab; 1 Yoh 4:11-16; Yoh 17:11b-19.

“Tragedi dari informasi sesat ialah menempatkan pihak lain sebagai musuh, dengan
tujuan menjadikan mereka sasaran kebencian.”

BACAAN ke-2 dalam Misa hari Minggu ini, sekaligus bertepatan dengan “Hari Komunikasi Sedunia” dikutip dari 1 Yoh. 4:11-16. Dalam Surat pertama Yohanes, bagian ini merupakan satu kesatuan tematis yang meliputi 4:7-5:12. Surat ini menekankan iman akan Kristus dan kasih antar saudara sebagai tanda kembar persekutuan dengan
Allah.

Dalam seksi terakhir yang cukup panjang ini, kedua tanda tersebut ditampilkan dalam hubungannya satu dengan yang lain: Kasih dalam hubungan dengan Iman (4:7-21), dan Iman dalam hubungan dengan Kasih (5:1-12). Sesuai dengan bacaan ke-2 hari ini, kita akan memusatkan permenungan kita pada sub tema pertama ‘Kasih dalam hubungan dengan Iman’.

Hakekat sejati kasih dikemukakan pertama-tama dengan menunjukkan dasarnya dalam iman: “Marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih” (4:7-8). Kasih tidak hanya datang dari Allah, seperti dari suatu sumber. Kasih adalah hakekat Allah sendiri.

Inilah yang memperdalam dan melandasi pemahaman, sehingga dapat dikatakan bahwa seorang yang mengasihi, mengenal Allah dan lahir daripada-Nya. Peristiwa puncak di mana Allah telah mewahyukan kasih-Nya ialah pengutusan Putera-Nya ke dalam dunia untuk menjadi Penyelamat (bdk. Yoh. 3:16): “Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan telah mengutus Putera-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita” (1 Yoh. 4:10).

Maka, “saudara-saudaraku yang terkasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah juga kita saling mengasihi. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita”. Sebab “Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia”.

Hari ini kita merayakan “Hari Komunikasi Sedunia”. Pesan Paus Fransiskus kali ini mengambil tema “Kebenaran itu akan memerdekakan kamu (Yoh. 8:32); Berita Palsu dan Jurnalisme Perdamaian”.

“Saat ini, dalam dunia komunikasi serta sistem digital yang sedemikian cepat berubah, kita menyaksikan penyebaran dari apa yang dikenal sebagai ‘berita palsu’ (fake news)”.

Apa itu ‘berita palsu’? Umumnya berita palsu mengacu pada penyebaran informasi sesat secara daring (online) atau melalui media tradisional. Berita palsu terkait dengan informasi palsu tanpa berdasarkan data atau memutarbalikkan data, dengan tujuan menipu dan mencurangi baik pembaca maupun pemirsa atau pendengar.

Penyebaran berita palsu dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, mempengaruhi keputusan-keputusan politik, dan melayani kepentingan-kepentingan ekonomi. Kemampuan untuk menyebarkan berita palsu itu seringkali ditopang oleh kemampuan memanfaatkan dan memanipulasi pelbagai jejaring sosial dan cara kerjanya.

Tragedi dari informasi sesat ialah mendiskreditkan pihak-pihak lain, menempatkan pihak lain sebagai musuh, dengan tujuan menjadikan mereka “sasaran kebencian”. Penyebaran berita palsu selalu berdampingan dengan ujaran kebencian, bagai dua saudara kembar.

Paus secara khusus menyapa para wartawan. Sri Paus menulis, “Jika tanggung jawab adalah jawaban terhadap penyebaran berita palsu, maka tanggung jawab berat itu berada di pundak orang-orang yang tugasnya memberikan informasi, yaitu para wartawan, pengawal berita.”

“Di dunia sekarang ini, tugas mereka adalah memberikan informasi bukan sekadar sebagai suatu pekerjaan. Tugas itu adalah sebuah misi, perutusan”.

Selanjutnya Paus mengajak semua orang memajukan apa yang beliau sebut “jurnalisme perdamaian”. Jurnalisme perdamaian adalah suatu jurnalisme yang jujur dan menentang kepalsuan, slogan-slogan retoris, dan topik berita yang sensasional.

Tetapi sesungguhnya di era digital dewasa ini setiap orang dapat menjadi “wartawan spontan” lewat media sosial digital. Setiap orang dapat meramu dan menebar berita palsu dan ujaran kebencian, tidak terkecuali di bidang agama, lewat medsos digital.

Kita orang Kristiani pun dapat terseret di dalamnya. Di sinilah letak relevansi pesan jelas dan tegas Santo Yohanes: “Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita”. Karena itu, “Jikalau seorang berkata, ‘Aku mengasihi Allah’, dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya” (1Yoh. 4:20).

 

Mgr Johanes Liku Ada
Uskup Agung Makassar

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here