Antonius Purbiatmadi: Keluarga Ladang Berpastoral

212
Antonius Purbiatmadi.
[NN/Dok.Pribadi]
1/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Terjun ke pastoral konseling keluarga diyakininya sebagai panggilan Tuhan. Karya itu juga membantu untuk menjaga dan merawat keutuhan keluarganya.

Sewaktu usia perkawinannya masih seumuran jagung, Antonius Purbiatmadi pernah didaulat sebagai ketua lingkungan. Kala itu, ia didatangi seorang ibu, umat lingkungannya. Ibu itu mencurahkan isi hati ikhwal hubungannya dengan sang suami. Mereka berada di ujung perceraian.

Anton hanya mendengarkan tuturan perempuan di hadapannya. Dia merasa tak pantas menasehati ibu itu. Usia pernikahan Anton jauh lebih muda dibanding umatnya itu. Usai itu, saat bersama sang istri, Anton membagikan pengalamannya tadi. Pasangan muda ini memikirkan, jika hal serupa terjadi kepada mereka, apa yang harus dilakukan?

Keutuhan keluarga harus diselamatkan. Demikian tekad Anton. Karena itu, ia mencari solusi menyelamatkan mahligai pernikahan umatnya itu. Anton mendatangi suami ibu tadi. Ia mendengarkan kisah darinya. Beberapa kali ia mendatangi mereka. Tak hanya sendirian, Anton juga membawa istrinya untuk menyambangi pasangan itu. Usaha mereka berbuah manis. Anton dan sang istri mampu menyelamatkan pernikahan umat mereka.

Mendapat Inspirasi
Berbagai pengalaman semakin meyakinkan ayah dua anak ini untuk terjun ke dunia konseling. Dia mendapat banyak inspirasi dari pengalaman memandu retret atau rekoleksi keluarga di sejumlah keuskupan. Suami Caecilia Chrisna Legawati ini mengakui, persoalan yang dihadapi keluarga amat jamak.

Setiap masalah keluarga, yang paling menderita, lanjut Anton, adalah anak. Mereka mengalami trauma, luka batin, dan memengaruhi perkembangan pribadi. “Jika tidak dibantu, tentu berpengaruh terhadap masa depan mereka (anak-anak)”, imbuhnya.

Anton pernah menghadapi kasus sulit. Kala itu ada suami-istri datang kepadanya.Mereka sepakat memutus tali pernikahan. Lantaran mentok, Anton menghadap dan meminta bantuan pastor paroki. Pertemuan di antara mereka –Anton, pastor paroki, dan pasangan bermasalah– kian menambah khazanah pengetahuan Anton soal nilai-nilai perkawinan Katolik. Tak sebatas pengetahuan, nilai-nilai itu juga menjadi pedoman Anton dalam merawat relasi dengan pasangan dan anak-anaknya.

Alumnus Ilmu Komunikasi Massa, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret, Surakarta itu juga pernah menangani kasus kekerasan dalam rumah tangga. Karena kasusnya runyam dan menjurus pada keselamatan jiwa, Anton bersama istrinya berusaha menyelamatkan korban dengan menyembunyikan orang itu di rumah mereka. “Kurang lebih tiga bulan ia tinggal bersama kami, hingga persoalan itu beres,” bebernya.

Dalam perjalanan waktu, Anton sadar, persoalan utama dalam keluarga kerap terjadi lantaran gangguan relasional pribadi, bukan karena pihak ketiga. “Gangguan relasional personal itu adalah komunikasi. Berkomunikasi bukan sekadar ngobrol. Namun dialog secara terbuka, jujur, dan damai.

Banting Setir
Menangani keluarga bermasalah, khususnya anak-anak, mendorong Anton lebih fokus memilih pastoral konseling keluarga sebagai ladang karya. Pengalaman menangani kasus-kasus traumatis anak dan perkawinan membuatnya banting setir dari pekerjaan formal yang jauh menjanjikan secara finansial bagi keluarganya.

Dia yakin, Allah punya rencana untuknya. Dia bisa menjelajah banyak kota dan lebih dari itu, dengan bersentuhan pada persoalan keluarga, Anton memetik banyak pengalaman dan pengetahuan untuk menjaga keharmonisan keluarganya sekali pun tak sedikit tantangan mereka hadapi.

Anton merasakan sukacita dalam pelayanan ini. Baginya baik besar atau kecil persoalan yang dihadapi pasti ada penyelesaiannya. “Pelayanan dalam menangani persoalan perkawinan ini sungguh menggembirakan. Saya mengamini apa yang terdapat di bagian Doa Syukur Agung VII, ‘Letakkanlah kata yang tepat dalam mulutku bila bersua dengan saudara yang bermasalah atau putus harapan. Berilah keberanian supaya nyata-nyata aku mau dan mampu membantu sesamaku yang bermasalah’”.

Anton juga mendaraskan doa itu saban kali memulai konseling. Dia yakin, Tuhan bakal menyelesaikan setiap persoalan bagi setiap manusia yang berusaha. Keyakinan itu pula yang menginspirasinya menelorkan buku Biji Sesawi Memindahkan Gunung. Pustaka terbitan Kanisius itu berisi tentang panduan retret untuk pelajar dan kaum muda.

Kini sudah hampir dua tahun Anton mendapat kepercayaan dari paroki untuk mendampingi pasangan atau keluarga yang butuh perhatian khusus. Dia mendapat ruangan khusus untuk membuka praktik konseling di sana. Dua kali seminggu dia ada di sana. Saat ada rekoleksi keluarga, ia selalu menggandeng imam dan suami-istri. “Bersama mereka kami memadu materi peneguhan pengalaman hidup berkeluarga secara nyata dan sisi biblis atau ajaran gereja,” ungkap penulis empat buku seputar kepemimpinan dan pendidikan karakter itu.

Mendapat Pembekalan
Anton sering mengusulkan agar para pengurus lingkungan dan kelompok kategorial mendapat pembekalan tentang pastoral keluarga. Dia menilai hal itu amat penting sebab permasalahan seputar keluarga kerap terjadi di lingkungan atau komunitas. Dia juga mendorong agar umat lingkungan aktif membangun dan merawat relasi dengan masyarakat sebagai perwujudan “garam dan terang” dunia.

Anton terkesan dengan pendapat seorang neurolog dan psikiater berdarah Austria, Viktor Emil Frankl (1905-1997). Menurut Frankl, seperti dikutip oleh Anton, saat ini semakin banyak orang memiliki sarana dan prasarana untuk hidup, namun hidupnya nihil makna. Anton berharap setiap manusia bermakna tak hanya untuk pribadi tapi juga orang-orang terdekat dan di sekitarnya.

Dia juga berharap agar semua keluarga mendalami spiritualitas keluarga kudus. Mereka tekun berkumpul dan berdoa bersama. “Dengan berdoa dalam keluarga, saya yakin kita saling dikuatkan dan diteguhkan untuk dapat menghadapi pergumulan hidup,” pungkasnya.

Frater Nicolaus Heru Andrianto

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here