Kami Bersedih, Kami Memaafkan

299
Doa mengenang kematian Aloysius Bayu Wardhana salah satu korban ledakan bom di Surabaya.
[Dok.Pribadi]
2.3/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Sejatinya kebencian, teror, dan kekerasan bukanlah ciri ajaran Islam yang ‘rahmatan lil alamin’.

ANDREAS Tabah Wicaksono tak menyangka sahabat karibnya Aloysius Bayu Rendra Wardhana meninggal dengan cara tragis. Pegawai Kementrian Keuangan ini bercerita, Bayu adalah sahabat dekatnya. Meski baru setahun menetap di Surabaya karena pindah dari Bali, Andreas cukup lama mengenal Bayu.

“Kami bertetangga. Dia di Jalan Gubeng Kertajaya gang 01 nomor 15A, sedangkan saya tinggal di nomor 19A.” Andreas berkisah, Bayu seorang aktivis gereja yang berkomitmen pada tugasnya.

Ia sosok yang gemar membantu orang lain. Dalam hidup bertetangga, Bayu seorang yang ramah. Bayu meninggal dalam tugas karena menghadang pelaku bom bunuh diri di Gereja St Maria Tak Bercela Ngagel Keuskupan Surabaya, Minggu, 13/5.

Serangan bom bunuh diri tidak saja terjadi di Gereja Paroki Ngagel tapi juga di dua gereja lain yaitu di Gereja Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro dan Gereja GPPS Jalan Arjuno Surabaya. Hingga berita ini diturunkan, sedikitnya 14 orang meninggal dunia dan 42 orang mengalami luka berat dan ringan.

Terkait teror ini, Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj dalam konfirmasi mengatakan, kejadian bom bunuh diri ini menunjukkan bahwa radikalisme perlu dibasmi. Said mengatakan, PBNU merasa miris dan sangat mengecam perilaku kejahatan mengatasnamakan agama.

“Sejatinya kebencian, teror, dan kekerasan bukanlah ciri ajaran Islam yang ‘rahmat an lil alamin’. Islam mengutuk segala bentuk kekerasan,” ujar Said. Said pun berharap agar perlu kerjasama semua pihak untuk menuntaskan gerakan-gerakan radikal sampai ke akar-akarnya.

Ia menilai gerakan terorisme sudah semakin merajalela. “Diperlukan penanganan khusus yang lebih intensif dari berbagai pihak terutama dari negara melalui keamanan. Masyarakat juga perlu bersatu padu menggalang solidaritas kemanusiaan untuk menolak kekerasan,” ungkapnya.

Uskup Surabaya Mgr Sutikno Wisaksono mengutuk keras perbuatan keji ini. Ia mengatakan umat Katolik Keuskupan Surabaya berduka atas korban yang meninggal. Ia menyayangkan bahwa beberapa anak yang tak bersalah juga tak luput dari kekejian aksi bom bunuh diri ini.

“Hati kami penuh kesedihan dan kami berdoa agar mereka yang meninggal mendapat tempat yang layak sebagaimana mereka berkorban demi imannya,” ujar Mgr Sutikno. Mgr Sutikno mengungkapkan bom bunuh diri merupakan rekayasa yang mengajarkan orang untuk melenyapkan orang yang tidak bersalah.

“Ini perbuatan pengecut. Aksi teror hancurkan nilai keberagaman.” Mgr Sutikno berharap umat Katolik tetap tenang dan kejadian ini tidak mengurangi keinginan untuk tetap beribadah. “Kita tetap berdoa sebagai orang percaya. Tetapi kepada para pengurus Gereja agar perlu waspada dan hati-hati terhadap orang asing.”

Setelah kejadian ini, Kepala Paroki Ngagel Pastor A Kurdo Irianto mengeluarkan pernyatan terkait peristiwa ledakan bom bunuh diri di tempat karyanya. Total ada tiga umat Paroki Ngagel meninggal dalam peristiwa kemarin, selain Bayu, korban lain adalah Vicencius Evan dan Natahanel.

Pastor Kurdo mengungkapkan, seluruh bangsa Indonesia berduka atas peristiwa ini, tapi kami telah memaafkan. Gereja Katolik tidak takut terhadap teror yang selama ini selalu mengancam kehidupan bangsa Indonesia.

“Hentikan kekerasan, sebab kekerasan tidak membuahkan apa pun, kecuali korban jiwa.” Teror tiga gereja di Surabaya mendatangkan duka mendalam tidak saja umat Katolik Surabaya tetapi masyarakat Indonesia.

Di Surabaya sesaat setelah kejadian, sekitar 600 warga mendatangi PMI Surabaya untuk mendonorkan darahnya bagi korban bom yang terluka. Sementara di Yogyakarta masyarakat dari berbagai lintas agama mengadakan aksi 1000 Lilin di Tugu Yogyakarta, DI Yogyakarta. Aksi serupa juga berlangsung di Bandung.

Di Kota Sorong, Kabupaten Raja Ampat, Papua, umat Katolik bersama tokoh-tokoh lintas agama mengutuk keras aksi teror ini. Aksi 1000 Lilin juga dilaksanakan di berbagai tempat seperti Paroki St Yohanes Pemandi Naesleu, Atambua.

Dengan spontan umat membawa lilin dan berdoa bersama. Umat menyesalkan tindakan intoleransi yang terjadi di Surabaya. “Aksi 1000 lilin ini disertai doa dimaksud agar bisa membuka hati kita untuk semakin menaruh peduli kepada sesama,” ujar Pastor Heri Naebobe, Kepala paroki St Yohanes Pemandi.

 

Yusti H. Wuarmanuk
Laporan : Yohanes Dwi Agung (Surabaya), Pastor Inosensius Nahak Berek (Atambua)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here