Maria dalam Gereja Kristen

2937
2.6/5 - (5 votes)

HIDUPKATOLIK.comBagaimana pandangan Protestan terhadap Maria?

Dalam Gereja Katolik kita menghormati Maria sebagai ibu Yesus, yang mempunyai hubungan amat dekat dengan Yesus. Bunda Maria bahkan kita hormati sebagai Bunda Allah karena melaluinya, Allah Putra menjelma menjadi manusia. Gereja Katolik menjunjung tinggi jawaban Maria kepada malaikat Gabriel. Melalui dirinya, Allah Putra menjadi manusia dan menyelamatkan kita. Allah membuat Maria berperan bagi keselamatan manusia. Sebagai ibu ia amat dekat dengan Yesus.

Sebelum wafat, Yesus menyerahkan ibu-Nya kepada kita. Karena itu sudah menjadi tradisi sejak lama Bunda Maria dipandang sebagai Bunda Gereja. Dengannya ia bukan hanya menjadi teladan bagi perjalanan iman manusia melainkan juga ibu surgawi.

Nah, pandangan Protestan dipengaruhi terutama oleh pandangan teologis para pelopor Protestan seperti Martin Luther, Johanes Calvin, dan Ulrich Zwingli abad ke-16. Berkat pandangan terhadap “ketidak-dapat-sesatan” Kitab Suci, mereka juga menghormati Maria sebagai ibu Yesus, sesuai dengan Kitab Suci.

Yang mereka kritik terutama adalah praktik devosi Maria yang mengesampingkan Yesus, jalan keselamatan satu-satunya. Pada perkembangan selanjutnya devosi pada Maria sering dipandang Prostestan sebagai kesesatan karena orang Kristen seharusnya hanya menyembah Allah melalui Yesus saja.

Dalam Prostestan Maria tetap dihormati sebagai tokoh historis, yang baik dan berkenan pada Allah dan dapat dikagumi atau diteladani tetapi lebih dari itu tidak. Mereka tidak mengamini kedekatan personalnya dengan Yesus yang membuat Maria berperan secara istimewa dalam keselamatan. Karena itu juga dogma-dogma Gereja Katolik tentang Maria seperti Maria Perawan, Maria Bunda Allah, Maria dikandung tanpa noda dosa dan Maria diangkat ke surga, tidak mereka akui.

Bagaimana menumbuhkan panggilan menjadi imam dalam keluarga-keluarga Katolik?

Dalam OptatamTotius (Dekrit tentang Pembinaan Awam) disebutkan bahwa keluarga merupakan seminari awal. Seminari (bahasa Latin seminare) artinya menabur benih. Memang keluarga adalah tempat pertama menanamkan benih panggilan ini. Tidak ada resep yang jitu menerapkan perutusan keluarga ini karena Tuhan sendirilah yang akan memanggil pilihannya.

Namun begitu keluarga bisa menyiapkan lahan yang baik bagi benih yang akan ditaburkan dalam anak-anak kita. Menurut pengalaman, panggilan muncul dari dua hal: dari kesaksian dan pengalaman cinta. Kalau keluarga bisa memberi kesaksian hidup yang baik bagi anak-anak mungkin sekali benih panggilan ini akan bertumbuh karena panggilan menjadi imam tidak bisa dilepaskan dari iman ini.

Kesaksian bisa dibantu dengan membangun relasi yang baik antara keluarga dengan pastor paroki supaya anak mengenal kehidupan dan kebahagiaan imam serta indahnya pelayanan mereka. Jalan-jalan ke biara atau ke seminari bisa menjadi sarana memberi kesaksian demikian. Demikian pula mendorong anak ikut Putra-putri Atar atau pelayanan pastoral imam merupakan contoh lain. Banyak panggilan muncul dari kalangan Putra Altar. Bila kesaksian menyentuh hati anak, mungkin sekali akan muncul kerinduan untuk lebih dekat dengan Tuhan. Imamat akan menjadi salah satu bentuk idola jalan hidup yang akan dipertimbangkannya.

Penting sekali bahwa keluarga berusaha menjadi tempat belajar mencinta yang sejati. Cinta kasih yang altruis, yang adalah daya ilahi yang menggerakkan kita menjadi uluran kasih Tuhan bagi sesama, hendaknya dilatih sejak dini. Panggilan imamat adalah panggilan mencintai umat Tuhan.

Sangat penting mengajarkan keutamaan ini dalam keluarga. Mulailah dengan yang kecil dan sederhana: mengucapkan terima kasih, berbagi makanan antar adik kakak, memberi kepada yang miskin, dan belajar berkorban atau mengalah karena kasih. Latihan-latihan melayani dan berbelarasa akan sangat baik dalam membentuk hati yang peka.

Dalam hal ini cinta sendiri berkaitan dengan tiga hal: cinta pada Tuhan, cinta pada Gereja dan sesama, dan cinta pada imamat itu sendiri. Tergantung pada usia anak kita. Kita dapat berbagai cara menawarkan orientasi hidup ini pada anak. Kita berharap perlahan-lahan dorongan untuk mencintai semakin tertanam dalam diri anak sehingga panggilan untuk imamat yang kudus bertumbuh subur. Akhirnya jangan lupa berdoa pada Pemilik panenan sambil berpasrah dan rela bila Dia sungguh-sungguh memanggil anak kita.

Pastor Gregorius Hertanto MSC

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here