Inovator Penyelamat Lingkungan

624
David Christian bersama Presiden Jokowi.
[NN/Dok.Pribadi]
4.2/5 - (5 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Memiliki pengalaman mendulang ilmu di negara maju tidak membuat David tinggi hati. Sebuah bisnis sosial didirikannya untuk membantu banyak orang.

Hawa panas menyeruak tatkala David Christian keluar dari pesawat yang membawanya kembali ke Tanah Air. Berbeda dengan udara sejuk Vancouver yang dihirupnya selama empat tahun. David malah mengendus bau polusi dari cuping hidung di tanah kelahirannya. Bulir-bulir keringat pun mengalir deras dari punggung dan keningnya. Tak ayal, selama tiga hari ia harus menanggung batuk tak henti.

Tak hanya itu, nurani David makin terusik tatkla matanya mendapatkan pemandangan tidak sedap. Segunung sampah plastik mengalir dan menghiasi jalanan dan sungai ibukota. Pengalaman itu, melahirkan rasa kepedulian David. Cintanya yang begitu besar kepada perkembangan masa depan bangsa menghantar dia berinovasi. Akhirnya, dengan mengarungi riset selama enam bulan, David bersama Evoware menciptakan sebuah produk yang dapat menyelamatkan bumi beserta isinya dari kerusakan laten.

Drop Out
Semenjak TK hingga SMA, David tidak pernah menetap di satu sekolah. Beberapa kota di Indonesia seperti Bandung, Magelang, dan Yogyakarta pernah ia ting gali. Ternyata, perjalanan akademiknya tidak berjalan mulus. Ia bahkan pernah mengecap rasa pahit menjadi murid berstatus drop out (DO) kala ia berseragam putih abu-abu tingkat akhir.
“Dari dulu saya memang tidak terlalu suka sekolah makanya saya di DO, tapi saya pengen sekolah di luar negeri.”

Berbekal tekad yang kuat, penyuka buku motivasi ini dapat mengenyam pendidikan di Kanada. Ibunya menyarankan agar kelahiran 26 September 1992 ini melanjutkan studi di kota Vancouver, Kanada karena alasan keamanan. Canadian College pun menjadi tempat menggapai asa penggemar buku Rich Dad Poor Dad karangan Robert Kiyosaki ini. David mengaku bingung dalam menentukan jurusan yang akan ia ambil. Pilihannya pun jatuh pada jurusan Perdagangan Internasional. Walaupun tidak dapat melanjutkan ke tingkat universitas akibat belum menyelesaikan pendidikan SMA.

Selama di Kanada, putera kedua dari tiga bersaudara ini secara mandiri membiayai hidup sehari-harinya. Ayahnya hanya sanggup membiayai uang sekolah. Ia pun harus bekerja dengan modal bahasa Inggris minim. Ditelan udara dingin Vancouver, David mondar-mandir di depan tiap pintu restoran yang akan ia datangi. Ia sangsi akan masuk atau tidak untuk melamar pekerjaan disana. Durasi sejam dua jam bisa dia lewatkan hanya untuk memberanikan diri menemui pemilik restoran. “Untuk dapat pekerjaan kan, saya harus datengin restorannya satu per satu. Tiap di depan pintu, saya selalu bingung: masuk atau engga karena saya malu waktu itu,” ungkapnya sambil tertawa.

Kelahiran Bandung ini akhirnya mencicipi pekerjaan pertamanya di sebuah restoran Nepal bernama Katmandu. Selama empat bulan, ia bekerja sebagai pencuci piring di tempat itu. Kemudian selama setahun, David beralih kerja di dapur restoran Waralaba terkenal Amerika Serikat, Mcdonald. Pemuda humoris ini menamatkan kuliah di Kanada hingga pada
Maret 2015, ia pun kembali ke Indonesia.

Bisnis Sosial
Memiliki pengalaman mendulang ilmu di negara maju tidak membuat David tinggi hati. Ia selalu memikirkan untuk mendirikan bisnis yang bisa membantu banyak orang. Kepekaan sosial penggemar komik One Piece ini bertumbuh dari suka dukanya hidup di negeri orang.

Suatu hari, cerita David, setelah dua tahun berada di Kanada, teman semasa persiapan studi di luar negeri menghubungi dia. Ia menjelaskan kepada temannya tentang biaya homestay. Dengan jujur, sang teman mengaku tidak memiliki dana sama sekali. Merasa iba, David berinisiatif membiayai sang teman selama dua bulan. “Di situ aku merasa bagaimana rasanya berjuang bersama di kala susah. Uang yang seharusnya bisa kutabung untuk kubelikan keperluan lain bisa dipakai untuk meringankan beban orang lain,” ujarnya.

Pengalaman ini membuat David memutar otak mencari cara memiliki bisnis yang bisa membantu orang lain. Kepeduliannya terhadap lingkungan menghantar dia untuk mencari tahu lebih banyak mengenai dampak limbah plastik. Sampah plastik telah mendominasi lingkungan. “Kemarin diambil sampel dari 21 negara termasuk Indonesia. Ditemukan, Indonesia telah terkontaminasi mikroplastik sebanyak 93%. Hal ini bahaya banget buat kita.”

Ia juga memberi contoh bagaimana kehidupan nelayan di Kepulauan Seribu. Nelayan yang dahulu banyak di Kepulauan Seribu, kini berkurang. Hal ini disebabkan karena sampah plastik menutupi terumbu karang sehingga merusak habitat ikan di laut. Akibatnya, populasi ikan menipis. Ketika mendapatkan ikan, mereka akan menjual semua ikan yang berkualitas tinggi sedangkan ikan kualitas rendah mereka olah menjadi keripik. Ikan itu pun tak ada nutrisinya lagi. Tanpa makanan bergizi, perkembangan otak terganggu lalu tidak mampu berpikir kritis. Akibatnya mereka membutuhkan pemantik supaya bisa berpikir misal narkoba yang berujung penyimpangan-penyimpangan sosial lainnya. “Bayangkan rentetan panjang pengaruh buruk limbah plastik ini kepada masa depan bangsa. Sangat mengerikan,” tegasnya.

Gemas dengan keadaan yang ada, David ingin cepat mengedukasi masyarakat Indonesia untuk meninggalkan plastik. Di dalam kepalanya terbesit ide menciptakan produk yang unik. Angan-angan mewujudkan sebuah gelas yang bisa dimakan muncul di pertengahan November 2015. Lewat internet ia melihat pelbagai cara membuat gelas berbentuk jeli dari rumput laut. Alternatif produk rumput laut karena bernutrisi tinggi dan tidak memakai lahan di daratan.

Bersama rekannya, David membentuk perusahaan yang bergerak di bidang sosial bisnis. Evoware adalah nama perusahaan mereka. Pada tanggal 1 April 2016, produk gelas bernama Ello Jello pun diluncurkan di Kemang, Jakarta Selatan. “Banyak orang mengira Ello Jello ini bohongan. Namun setelah dua minggu, kami diundang ke Kompas TV untuk demonstrasi. Dari sana, mengalir banyak pesananan.”

Prestasi ini tidak saja secara nasional tetapi juga internasional. Mereka berpartisipasi dalam kompetisi yang diadakan oleh DBS Foundation bersama National University of Singapore (NUS) Social Venture Challenge Asia 2017. Tak menghitung tahun, Evoware terkenal di dunia international. Nexus Global lalu melirik perusahaan besutan David yang telah membangun sistem kerja dengan koperasi Makassar yang membawahi 1200 petani rumput laut.

Pada bulan Juli 2017, Nexus Global akan mengadakan pertemuan akbar di Markas PBB, New York, Amerika Serikat. David pun diundang dan ia terbang mewakili Evoware selama lima hari. Dalam forum terhormat itu, si pemalu menjadi orator ulung untuk mendongkrak hati masyarakat agar peduli dengan lingkungan.

Tidak sampai di situ. Presiden Jokowi pun ikut menilik kiprah David. Pada peringatan Sumpah pemuda 10 Oktober 2017, David bersama tim Evoware diundang ke Istana Bogor untuk mempresentasikan produknya di depan presiden bersama dengan komunitas-komunitas lain. “Pengalaman yang tak terlupakan bisa bertemu presiden secara langsung,” ujarnya.

David Christian
TTL : Bandung, 26 September 1992

Pendidikan : Diploma Canadian College

Karya : Founder & CEO Evoware

Prestasi:
– Circular Design Challenge 2018
– DBS Foundation-NUS (National University of Singapore) Social Venture Challenge Asia 2017

Felicia Permata Hanggu

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here