Toleransi di Balik Jeruji

225
Ketua KKT Vincentius min Sutanto (kiri) dan Pastor Antonius Didit Soepartono mengikuti buka puasa bersama di Lapas Perempuan Kelas II A Pondok Bambu. [HIDUP/Willy Matrona]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com Tiap Ramadan ada momen berkesan, mereka selalu mengingatkan untuk shalat dan sahur.

DUA perempuan bergaun merah naik ke panggung. Penampilan merah tak seperti rekan-rekannya di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Pondok Bambu, Jakarta Timur. Maklum, hari itu, Selasa, 5/5, Lisa Chandrawati dan Hilda Rizqi didaulat sebagai pemandu acara di dalam lapas khusus perempuan.

Sebelum mengatur jalan acara,  duo warga binaan itu mengisahkan soal kehidupan beragama di balik kerangkeng besi. Mereka berbagi pengalaman kepada Komunitas Kasih Tuhan (KKT) yang duduk dan berbaur dengan warga binaan lain di bawa tenda berukuran 48 meter persegi.

Keragaman di balik terali besi merupakan suatu kekayaan luar biasa. “Kami di sini berasal dari berbagai daerah dan berlatar belakang agama yang berbeda,” beber Lisa. Momen paling berkesan selama Ramadhan, lanjut Lisa, adalah ketika azan berkumandang.

Warga binaan yang bukan Islam hampir selalu mengingatkan rekan-rekan Muslim untuk menunaikan shalat. “Ada teman yang sedang asyik tidur tiba-tiba dibangunkan agar segera wudu dan shalat,” ungkapnya, sembari tersenyum.

Hal serupa juga dilakukan oleh warga binaan beragama Islam kepada umat beragama lain. Mereka, tambah Hilda, juga mendorong agama rekan-rekannya tak melewatkan waktu berdoa atau beribadat.

Kata Hilda, lapas memiliki rumah ibadat untuk enam agama besar di Indonesia. Ketua Lapas Perempuan, Ika Yusanti, membenarkan pernyataan warga binaannya itu. Menurutnya, Lapas Perempuan Kelas II A Pondok Bambu termasuk lapas istimewa.

“Dari 33 lapas dan lima rumah tahanan di Indonesia, tempat ini memiliki keunikan karena latar belakang penghuninya beranekaragam suku, ras dan agama,” jelasnya. Saat ini, menurut Ika, ada 418 warga binaan di sana. Sekitar 350 warga binaan beragama Islam, sisanya ada berbagai keyakinan.

“Kedatangan KKT untuk berbuka puasa bersama mengingatkan kepada mereka bahwa kerukunan itu penting.” Terkait toleransi, imbuh Ika, di lapas ini terjalin amat baik. Salah satu contoh, saat warga binaan Muslim berpuasa, warga binaan lain membantu untuk membangunkan rekan-rekan mereka untuk sahur. “Semua merasa sebagai saudara atau keluarga di dalam rumah bersama ini.”

Sehari Sebelumnya, Muhda Husni, Kepala Lapas Kelas 1 Cipinang mengungkapkan, buka puasa lintas agama yang juga diadakan oleh KKT merupakan suatu bentuk perhatian terhadap warga binaan.

“Peserta yang terlibat sekitar 3.700. Jumlah itu merupakan gabungan antara petugas lapas dan warga binaan,” terangnya. Bagi Muhda, kegiatan ini merupakan contoh konkrit solidaritas dan persaudaraan dengan sesama, termasuk dengan para warga binaan.

Meski mereka menjalani pembinaan, Muhda berharap, rasa kemanusiaan dan perhatian terhadap mereka jangan sampai pudar.

Ketua KKT, Vincentius Amin Sutanto, menjelaskan, inti pesan ini adalah, seperti Tuhan, yang tak pernah membedakan cinta dan perhatian-Nya kepada setiap makhluk, demikian pula manusia, jangan sampai membeda-bedakan perhatian kepada sesamanya.

Karena itu, pada bulan Ramadan ini, KKT kembali mengaktualisasikan cinta Tuhan yang tak pernah membedakan siapa pun.

 

Willy Matrona

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here