Badan Sosial Lintas Agama Basolia : Merawat Kebhinnekaan di Kota Hujan

792
Mgr Paskalis Bruno Syukur OFM dalam kebersamaan dengan tokoh agama Bogor.
[HIDUP/Aloisius Johnsis]
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Dialog yang sesungguhnya bukan karena menerima persamaan tetapi menerima perbedaan masing-masing.

Gereja Katedral St Perawan Maria Bogor mulai dipadati oleh umat lintas agama. Mereka berkumpul di aula paroki untuk menggelar buka puasa bersama karyawan gereja, keuskupan, seminari, dan Sekolah Budi Mulia. Acara yang digelar pada Selasa, 29/5, dihadiri oleh sejumlah pegawai pemerintahan Kota Bogor.

Kegiatan ini bekerjasama dengan Badan Sosial Lintas Agama (Basolia) Kota Bogor. Organisasi sosial ini sangat konsen dengan kerukunan umat beragama di Kota Bogor. Dalam Tausiyahnya, KH Zaenal mengungkapkan, menjaga perdamaian dan toleransi antarumat beriman amat penting. “Tuhan menghendaki manusia ciptaan-Nya hidup rukun dan berdampingan. Tuhan membenci permusuhan, kedengkian, dan kebencian,” ujarnya.

Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan (HAK) sekaligus Koordinator Kemasyarakatan Pastor Mikael Endro Susanto mengungkapkan kegiatan itu rutin Basolia. “Kegiatan yang melibatkkan umat lintas agama sering kami lakukan di tempat ini. Hadirnya Basolia memberi warna baru bagi toleransi di kota Bogor,” terangnya.

Bermula Dari Nongkrong
Badan Sosial Lintas Agama (Basolia) sudah berkiprah selama sepuluh tahun sejak diresmikan pada 2007. Organisasi ini semula adalah wadah perkumpulan para pemuka lintas agama. KH Said Agil Siraj (kini, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) pada waktu itu menyarankan agar membangun sebuah komunitas di tengah keragaman. Komunitas ini akan memfasilitasi dialog lintas agama.

Saran Said Agil menurut Pastor Endru diterima secara baik oleh berbagai tokoh lintas agama. “Sejak saat itu mereka melakukan berbagai aktifitas menyangkut dialog lintas agama dan berbagai aksi sosial. Bermula dari kumpul-kumpul dan nongkrong bersama akhirnya terbentuk. Itu terjadi sejak 2007, tetapi baru di-launcing secara resmi tahun 2009,” jelasnya.

Pada Minggu, 2 Agustus 2009, Basolia Kota Bogor diresmikan. Ada enam pemuka agama hadir dalam peresmian yang berlangsung di Gedung Auditorium II Badan Litbang Pertanian Cimanggu Bogor. Keenam tokoh itu berasal dari perwakilan agama yang diakui oleh pemerintah, Islam, Protestan, Katolik, Budha, Hindu dan Konghuchu.

Keenam tokoh agama tersebut adalah KH Zaenal Abidin dari agama Islam, Uskup Bogor Mgr Michael Kosmas Angkur mewakili agama Katolik, WS Eka Wijaya dari Konghuchu, Pendeta Krisna mewakili Kristen Protestan dari Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Jawa Barat, Rafi Dharma Kumala dari agama Hindu.

Mereka menyatakan sikap untuk memerangi segala bentuk kekerasan dan perilaku tak berperikemanusiaan. Mereka juga menandatangani kesepakatan yang disaksikan oleh Said Agil Siraj, Wakil Walikota Bogor Achmad Ru’yat, Wakapolwil AKBP Soetikno, Dubes Kuwait untuk Indonesia Faisal Sulaiamn Ali Al Musaileem dan beberapa tokoh agama lain.

Menurut Zaenal Abidin selaku Ketua Presidium Basolia, sejak kongres pertama 3 Maret 2007, disepakati untuk membentuk hal-hal keorganisasian. “Kami mulai menyusun kepengurusan dan AD/ART. Kami membentuk organisasi secara internal sehingga mampu menyusun program kerja secara baik.”

Berbakti, Melayani
Basolia, bebernya, dibentuk berdasarkan akta notaris Nomor: 01 Tanggal 11-06-2007. “Organisasi ini berusaha untuk melakukan dan menggerakan seluruh potensi dan sumber daya demi terwujudnya masyarakat berkeadilan sosial sesuai dengan visi organisasi ini,” tambahnya.

Basolia bertujuan untuk menginisiasi dan mengimplementasi program-program sosial-kemanusiaan masyarakat. Selain itu, sebagai wadah komunikasi dan koordinasi umat beragama untuk menciptakan kedamaian untuk kepentingan bersama.

Secara rutin Basolia melakukan beberapa kegiatan seperti penanganan korban bencana alam, menjalin komunikasi dan koordinasi saat terjadi bencana alam, mendata dan merekrut relawan, mengadakan pelatihan manajemen bencana, penyuluhan hukum dan HAM, pengobatan dan sunatan massal, serta dialog antar anggota.

Selama wadah ini terbentu, aku Pastor Endro, banyak melakukan aksi sosial. “Basolia pernah melayani 413 sekolah dan pemberian 700 buah kaca mata gratis, pembagian buku gratis, pembagian sembako kepada masyarakat di beberapa kelurahan. Selain itu, memberikan pelayanan kesehatan gratis yang melibatkan dokter-dokter lintas agama,” bebernya.

Dia menambahkan, organisasi ini juga rutin menggelar doa lintas iman. Intensi utama doa tersebut untuk menjaga Kota Bogor tetap kondusif. Doa bersama-bersama biasanya berlangsung tiap 2 Januari. Usai doa, mereka menyanyikan lagu kebangsaan, melepas burung merpati dan menanam pohon sebagai simbol perdamaian.”

Pastor Endro punya pengalaman berkesan bersama Basolia. Suatu kesempatan, mereka menabur benih ikan di Stasi Faustina Bojong Gede. “Acara ini menjawab kepedulian akan bumi, menyambut Laudato Si’. Kami bersama-sama menyebarkan benih ikan berjumlah sekitar 20.000. Saat itu bertepatan dengan Hari Bumi,” kenangnya.

Pengalaman itu merupakan dialog konkrit dan penuh cinta. Hal ini, kata Pastor Endro, bisa menjadi teladan masyarakat bahwa perbedaan itu indah. Dia menganalogikan seperti pelangi. Fenomena alam tersebut amat indah lantaran menampakkan beragam warna.

Dialog Kehidupan
Seiring waktu, Said Agil menyarankan agar tak mengedeopankan dialog teologi. Sebab, topik tersebut bakal memunculkan klain agama sendiri paling benar sementara yang lain salah. Menurut Pastor Endro yang perlu terus digalakan adalah dialog kehidupan yang terejawantah dalam karya nyata sosial.

Pastor Endro berharap, Basolia tetap merawat spirit dan misi positif bagi masyarakat di Kota Hujan. “(Semoga) organisasi ini selalu mengampanyekan sikap peduli terhadap segenap lapisan masyarakat. Dengan membangun sikap peduli ini maka akan sangat membantu dalam membangun rumah bangsa sebab perbedaan itu indah,” pungkasnya.

Willy Matrona

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here