Panti Asuhan Cacat Ganda PACG Bhakti Asih : Hadir dalam Hidup Penyandang Tuna Ganda

2707
Kebersamaan: Br Konradus Samsari CSA dan para pengasuh bersama anak-anak PACG Bhakti Asih.
[NN/Dok.PACG-Bhakti Asih]
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Melayani para penyandang tuna ganda tidak mudah. Kesabaran dan ketulusan akan menghadirkan kebahagiaan bagi mereka. Mereka tersenyum, pengasuh bahagia.

Hari beranjak siang, beberapa pengasuh dengan tekun menjaga dan menemani anak-anak yang berbaring di lantai. Sementara pengasuh lain tampak menyuapi beberapa anak dengan bubur kacang hijau. Ini pemandangan sehari-hari yang mewarnai Panti Asuhan Cacat Ganda (PACG) Bhakti Asih, yang terletak di Jl Dr Ismangil No 18 Bongsari, Semarang Barat, Jawa Tengah.

Menurut pengasuh PACG, Lidwina Rita Hapsari (41), para penghuni PACG Bhakti Asih ini adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik dan mental. “Bisa dilihat dan dirasakan, kehidupan mereka sangat tidak mudah,” jelas perempuan yang sudah bekerja selama 22 tahun di panti ini. Dengan keterbatasan, para pengasuh berusaha membangun suasana kegembiraan dengan merawat dan menjaga anak-anak sebagai anggota keluarga. Demikian pun sebaliknya, anak-anak ini menerima para pengasuhnya. “Sentuhan kasih sayang para pengasuh dan pengunjung kadang bisa membuat mereka tersenyum. Bagi mereka, kebahagiaan itu sederhana,” kata Rita.

Proyek BKKKS
PACG Bhakti Asih pada mulanya merupakan proyek BKKKS (Badan Koordinasi Kerjasama Kesejahteraan Sosial) Provinsi Dati I Jawa Tengah. Panti asuhan ini berdiri sejak 11 Maret 1985, di Kabupaten Rembang. Dalam perjalanan waktu, kebutuhan akan sarana dan prasarana perawatan penghuni PACG terus meningkat. Maka pada 12 April 1986, PACG Bhakti Asih dipindahkan ke Semarang.

Pada tanggal 17 September 1988, Ketua Umum BKKKS, istri Gubernur Jawa Tengah Ismail secara resmi menyerahkan pengelolaan PACG Bhakti Asih kepada Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS) Semarang. Saat itu, YSS telah membangun gedung sebagai sarana pelayanan tuna ganda.

Dalam menjalankan tugas pelayanannya, PACG Bhakti Ashi menjalin kerja sama dengan berbagai lembaga pemerintahan dan lembaga sosial, antara lain lembaga Pemuda dan Olah Raga kota Semarang, Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah, Lembaga Kerja sama Panti Asuhan (LKPA) Kota Semarang, Lembaga Koordinasi Kesejahteraan Sosial (LK2S) Provinsi Jawa Tengah, dan Forum Komunikasi Panti Asuhan (FKPA) Korwil DIY-Jateng. Kerja sama yang dibangun tersebut terfokus pada studi pengelolaan panti asuhan. Sebagai salah satu bentuk kerja sama, mereka menerima bantuan dana dari pemerintah dan mengadakan kerja sama pelatihan pelayanan bagi para pengasuh.

Bersaudara
Bagi Theresia Sukrismiati, mendampingi dan merawat para penyandang tu na ganda merupakan panggilan yang membawa kegembiraan. “Saya me nemukan kebahagiaan tersendiri ketika mendampingi dan merawat saudara-saudari ini. Baik dari segi fisik maupun mental mereka mengalami keterpurukan, namun mereka menikmati hidup apa adanya,” ucap karyawati yang sudah bekerja sebagai pengasuh sejak 1989 ini. Para penghuni PACG ini adalah orang-orang yang mengalami tuna ganda seperti keterbelakangan mental, hidrocephalus, cerebral palsy, spastik, quadriplegia, minengocle. Mereka membutuhkan perawatan dan kebahagiaan. Karena itu, PACG mengadakan bermacam bentuk kegiatan pelayanan. Pertama, asuhan dan perawatan. Kegiatan pengasuhan ini meliputi pengawasan, pemberian makan, pemeriksaan kesehatan dan pengobatan. Sedangkan perawatan meliputi perawatan fisik, fisioterapi, pembinaan mental dan kasih sayang. Kedua, case conference – studi kasus, untuk mengetahui atau mempelajari sebab-sebab dari sudut sosial psikologi dan kemungkinan rehabilitasi para penghuni panti. Ketiga, pembinaan lanjut. Keluarga penghuni dibekali pemahaman agar tetap memberi perhatian dan kasih sayang serta perawatan fisik secara baik dan benar kepada mereka yang sudah kembali ke keluarga.

Para penghuni PACG Bhakti Asih, dengan beragam latar belakang termasuk agama, dibimbing agar bisa tumbuh dan hidup dalam persaudaraan. Mereka berasal dari berbagai kota: Semarang, Tegal, Sleman, Purwokerto, Purwodadi, Timika-Papua, dan Jakarta. Saat ini ada 30 penghuni yang berusia 3-40 tahun. Keluarga mempercayakan mereka untuk tinggal di panti ini. Tetapi, sebagian berasal dari Dinas Sosial.

Tersenyum
“Tak ada harapan lain dalam hati saya, selain melihat anak-anak tersenyum. Ketika mereka tersenyum, ada kebahagiaan yang memenuhi hati saya,” ungkap Theresia Sukrismiati. Perempuan kelahiran 1969 ini menambahkan, “Membuat mereka tersenyum dan bahagia adalah tantangan. Mereka tidak boleh dibiarkan stres. Sebagai pengasuh, saya dan pengasuh yang lain harus banyak memahami dan mengerti.”

Pengasuh lain, Lidwina Rita Hapsari (41) menegaskan, “Kehidupan di sini sudah seperti saudara. Kami mengalami suka-duka bersama.” Perempuan yang sudah melayani selama 22 tahun di PACG ini merasakan gembira karena baginya pelayanan yang ia berikan ini merupakan anugerah dari Tuhan. “Saya gembira ikut dalam karya ini. Saya merasa pekerjaan ini adalah anugerah dari Tuhan,” kata Rita. Lebih lanjut, ia menjelaskan ke bahagiaan itu muncul ketika melihat kemajuan pada anak-anak. “Senang rasanya, melihat anak-anak yang mulanya tidak bisa apa-apa, hanya bisa duduk sambil menangis setelah dilatih secara terus menerus kemudian perlahan-lahan bisa berdiri, berjalan, bahkan mengambil botol minum sendiri,” kisah Rita semangat.

Kebahagiaan yang sama dirasakan Direktur Operasional Yayasan Sosial Soegijapranata Br Konradus Samsari CSA. “Saya bahagia melihat perubahan yang terjadi pada anak-anak, ada yang perlahan-lahan mulai berbicara dan berjalan. Tentu ini adalah kegembiraan kami bersama,” kata bruder asal Paroki St Petrus Paulus Klepu, Sleman, DI Yogyakarta. Br Konradus CSA berharap semakin banyak orang yang terketuk hatinya untuk terlibat dalam pelayanan kepada saudara-saudara yang kurang beruntung ini.

Boleh dikatakan, pertumbuhan hidup penghuni tergantung kepada para pengasuh. Para pengasuh siap, berbekal motto pelayanan lembaga ini: “Bawalah cinta dari Tuhan secara tulus tanpa pamrih dan salurkan pada anak-anak asuh kami yang merindukan belaian kasih sayang.

Ivonne Suryanto

HIDUP NO.33, 17 Agustus 2014

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here