Memilih Presiden Berdasar Ajaran Gereja

263
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Dalam pemilihan presiden, apakah berdosa jika mendukung calon presiden yang tidak menghargai hak asasi manusia, membenarkan penculikan dan pembunuhan, anti demokrasi, anti pluralisme? Andai semua calon presiden yang ada ternyata sedikit atau banyak memiliki pandangan yang berlawanan dengan ajaran moral atau Ajaran Sosial Gereja, misal proaborsi atau melawan demokrasi atau mentolerir perkawinan sejenis, apakah boleh seorang Katolik tidak menggunakan hak pilihnya?

Tata Kencanawati, Jakarta

Pertama, kita perlu meneliti dengan cermat rekam jejak dan visi misi dari para calon yang ada. Jika ternyata memang benar, ada calon yang memiliki sikap dan visi misi yang bertentangan dengan ajaran moral atau Ajaran Sosial Gereja (ASG), dan kesimpulan itu bukan hasil kampanye hitam, maka seorang Katolik tidak boleh memberikan suara untuk calon itu. Karena, memberikan suara untuk calon itu, berarti bekerjasama secara tak langsung untuk mewujudkan keadaan yang bertentangan dengan ajaran moral dan atau ASG.

Kedua, tapi bagaimana jika ternyata semua calon memiliki visi misi yang sedikit banyak bertentangan dengan ajaran moral atau ASG? Misal calon A mempromosikan perkawinan sesama jenis dan euthanasia, sedangkan calon B mempromosikan aborsi dan anti demokrasi. Perlu selalu memeriksa secara cermat, apakah informasi tentang sikap dan visi misi para calon itu memang benar bertentangan dengan ajaran moral dan atau ASG. Tentu kita bisa mencermati melalui hasil wawancara dengan calon, hasil debat, atau pernyataan publik mereka, atau jawaban mereka atas pertanyaan-pertanyaan. Jika memang setiap calon mempunyai pandangan yang sebagian berlawanan dengan ajaran Gereja, maka dianjurkan untuk memilih calon yang memiliki konflik dengan ajaran Gereja yang paling ringan atau calon yang visi misi dan sikapnya memiliki kesamaan paling besar dengan ajaran-ajaran Gereja.

Jadi, kita dapat memberikan suara kepada calon yang tampak paling konsisten dengan ajaran moral dan atau ASG, meskipun dia tak sejalan dengan sebagian dari ajaran-ajaran itu. Dunia kita memang belum sempurna. Maka, perjuangan perlu dilanjutkan melalui partai politik atau sarana publik yang lain.

Ketiga, yang sangat penting ialah umat Katolik harus ikut aktif dalam pemilihan umum dan dalam kegiatan bermasyarakat dan bernegara. Gereja Katolik selalu menganjurkan agar umat menggunakan hak untuk memilih. Keterlibatan aktif merupakan perwujudan ajaran Gereja yang menyatakan, “Hendaknya semua warga negara menyadari hak maupun kewajibannya untuk secara bebas menggunakan hak suara mereka guna meningkatkan kesejahteraan umum” (GS 75).

Tidak menggunakan hak suara karena perbedaan pandangan sungguh tidak dianjurkan oleh Gereja. Jika semua orang yang memiliki pandangan moral yang sehat, baik Katolik maupun bukan, tidak memberikan suara karena ada perbedaan pandangan moral, maka negara kita akan diatur dan dikendalikan orang-orang yang tidak mempunyai pandangan moral yang sehat. Jika demikian, tidak menggunakan hak suara merupakan suatu pelanggaran hak dan kewajiban kita. Maka, bisa dikatakan bahwa tidak menggunakan hak suara atau acuh tak acuh pada hidup bernegara adalah pilihan yang tidak terpuji dalam diri orang yang memiliki kesadaran akan nilai-nilai moral yang sehat.

Keempat, memang tetap perlu mensosialisasikan ajaran moral dan atau ASG, sehingga ikut mempengaruhi kebijakan atau keputusan yang diambil dalam hidup berbangsa dan bernegara, baik dalam rupa undang-undang atau peraturan pemerintah. Warga negara Katolik juga wajib ikut membentuk opini publik melalui surat kabar atau media massa lain. Semua itu dijalankan sebagai ungkapan hidup beriman..

RP Petrus Maria Handoko CM

HIDUP NO.28, 13 Juli 2014

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here