Martin Teiseran – Clothilde Then : Kesetiaan yang Menyembuhkan

677
Martin Teiseran - Clothilde Then.
[NN/Dok.Pribadi]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Kegembiraan mereka sontak berubah menjadi kepanikan. Clothilde terserang stroke, maut pun mengintai dirinya amat dekat. Padahal menjelang panca windu pernikahan mereka.

Martin Teiseran dan Clothilde Then merayakan ulang tahun ke-40 perkawinan pada November 2013. Jelang peringatan tersebut, Martin dan Clothilde mendapat kesempatan untuk tur ke beberapa tempat di Amerika Serikat. Eliana Hadinata, pemilik PT New Ratna Motor Semarang, mengundang mereka merayakan hari sukacita itu di negeri Abang Sam.

Hadiah yang diberikan oleh Eliana kepada Martin-Clothilde merupakan buah kesetiaan. Pasangan itu telah lama bekerja secara tekun di PT Ratna Motor. Mereka amat gembira menerima undangan emas itu. Beberapa tempat seperti Los Angeles, Meksiko, Kanada, dan Hawai, mereka sambangi.

Di tengah keceriaann, tiba-tiba pada suatu malam, Clothilde merasakan sakit luar biasa di kepalanya. Seketika dia merasa pusing dan lemas. Martin memberi obat namun alih-alih sembuh, sakit kepala sang istri justru kian hebat. Martin memberikan madu, tapi tak juga membantu. Saking gering, Clothilde tak mampu berbicara secara jelas.

Tak Panik
Keceriaan sontak beubah menjadi kesedihan. Beruntung Martin tak larut dalam kepanikan. Dia segera menghubungi Eliana ihwal kondisi istrinya. Eliana menghubungi petugas ambulans untuk membawa Clothilde ke RS St Jude, sekitar tiga kilometer dari penginapan Martin-Clothilde di Fullerton Los Angeles.

Hasil diagnosa menunjukkan, Clothilde terserang stroke. Ada pendarahan hebat di area otak. Clothilde harus segera dioperasi. Terlambat dua jam, dia akan meninggal, demikian kata dr Bradley Noblet. “Walaupun segera dioperasi, namun tindakan penyelematan hanya tinggal 50 persen. Meski operasi berhasil, Clothilde akan bisu, buta, dan akan lumpuh total. Karena banyak darah menumpuk di area otak yang menyebabkan otak tidak berfungsi normal lagi,” ungkap Martin, mengutip keterangan dr Bradley.

Martin membisu. Dalam kesunyian, dia menatap wajah istrinya. Berbagai pertanyaan bergejolak dalam sanubarinya. Apakah Clothilde akan meninggalkannya saat sedang bersukaria merayakan 40 tahun perkawinan? Bagaimana harus hidup bersama Clothilde seandainya dia lumpuh total?

Martin segera menepis aneka pertanyaan yang menghantui dirinya. Apapun terjadi dia akan tetap setia menemani dan bersama Clothilde. Cinta dan kesetiaan yang telah diucapkannya di depan altar takkan pudar meski tantangan menghadang. “Walau setelah operasi mungkin Clothilde akan bisu dan lumpuh total, namun cinta dan kesetiaan saya kepadanya takkan pernah cacat, apalagi hilang,” kata Martin, penuh yakin.

Sembari menjaga sang istri, Martin larut dalam doa Novena Hati Kudus Yesus untuk kesembuhan Clothilde. Martin juga menghubungi keluarganya di Timor dan beberapa imam serta suster. Dia memohon untuk menyelipkan intensi kesembuhan untuk Clothilde dalam doa-doa pribadi mereka. Martin yakin, dengan bantuan doa banyak sahabat, sang istri bakal sembuh. Namun, semua yang terjadi, dia pasrahkan kepada Yang Maha Kuasa.

Pada 12 November 2013, Martin duduk di samping Clothilde yang terbaring lemas. Bibirnya tak berhenti merapal doa. Pukul 01.00 waktu setempat, petugas medis membawa istrinya ke ruang operasi. Clothilde didorong ke dalam ruang operasi. Martin hanya bisa melihat dan menanti sang istri dari luar ruangan.

Empat jam kemudian, suara dr Bradley memecah kesuyian ruangan. Martin yang sedang menundukkan kepala dan berdoa terkejut dokter yang menangani operasi istrinya berdiri di hadapannya. “Operasi telah selesai dan berhasil menghentikan pendarahan di area otak,” kata Martin, mengenang kabar gembira yang diterimanya dari dr Bradley.

Demi pemulihan, dokter meminta agar Clothilde beristirahat di ruang ICU sekitar sepekan. Martin menyanggupi saran tersebut. Sepanjang Clothilde di RS, Martin selalu di sampingnya dan memohon kesembuhan kepada Tuhan lewat perantaraan Putra-Nya dan Bunda Maria untuk pasangan hidupnya itu.

Biaya Operasi
Kegembiraan Martin atas keberhasilan operasi seketika sirna tatkala petugas RS menyodorkan tagihan biaya operasi sang istri. Dia harus membayar 52 ribu dollar AS (sekitar Rp 676 juta). Jumlah tersebut belum termasuk biaya perawatan. Martin membisu sembari melihat angka di lembaran berkelir putih di tangannya.

Martin menghadap pimpinan RS. Dia berterus terang bahwa dirinya tak sanggup melunasi seluruh biaya operasi. Dalam kekalutan, Martin memandang salib dan berdoa, “ Hati Kudus Tuhan Yesus, kasihanilah kami.” Dia lantas melingkarkan rosario di lehernya dan berdoa, “Bunda Maria sampaikanlah keluhan hambamu ini kepada Putramu, Yesus Kristus, semoga
ada jalan keluar untuk membayar biaya pengobatan.”

Di tengah kepanikan, tiba-tiba seorang pekerja sosial di RS itu mendatangi Martin. Pekerja sosial itu menawarkan solusi agar Martin bersedia diwawancarai untuk mendapatkan bantuan asuransi dari pemerintah AS. Martin gembira mendengar berita itu. Dia bersedia diwawancarai. Namun, setelah beberapa hari, Martin tak kunjung mendapat jawaban
apakah pemerintah AS membantunya atau tidak. Martin pun kembali diliputi kecemasan. Dia berpikir mungkin pemerintah AS tak membantunya.

Di tengah penantian tak pasti, Martin mendapat jalan keluar lagi. Densy Tjandra, yang mengetahui prosedur mendapatkan bantuan asuransi dari pemerintah AS menemui Martin. Menurut Densy, salah satu persyaratan untuk menerima bantuan pemerintah adalah mereka harus tinggal setahun di AS.

Beruntung Martin mendapat kesempatan untuk wawancara ulang. Saat itu, dia menyatakan kesediaannya untuk berdomisili di salah satu negara adidaya itu. “Pujilah Tuhan yang Maha Maha Baik yang membantu kami pada saat-saat sulit melalui para sahabat yang baik. Syukur kepada-Mu, ya Tuhan,” kata Martin setelah mendengar berita gembira ini.

Tantangan yang dihadapi Martin-Clothilde tak berhenti sampai di situ. Iman mereka kembali diuji. Pada 16 November 2013, dr Lars Anker menemui Martin. Dia menyampaikan, pemulihan otak istrinya berjalan amat lambat. Penyebabnya karena terjadi pembengkakan di otak kiri. Bila tak segera ditangani akan menyebabkan kerusakan di bagian itu.

Martin duduk terpaku. Melihat roman murung keluarga pasiennya, dr Lars meyakinkan, dirinya akan berusaha secara optimal untuk melakukan operasi darurat. Dalam tindak medis tersebut, dokter akan melepas tempurung kepala kiri Clothilde dan menyimpan bagian itu di bank organ sekira empat hingga lima minggu. Setelah itu, dokter akan memasang bagian itu seperti semula.

Selang sehari, dr Lars menjalankan operasi darurat bagi Clothilde. Semua bergembira tindakan tersebut berjalan lancar. Liku-liku panjang pengobatan berhasil menyelamatkan nyawa Clothilde. Maka, pada 20 Desember 2013, Martin-Clothilde merayakan 40 tahun perkawinannya di AS. Banyak sahabat datang mengucapkan selamat kepada mereka, meski Clothilde masih berbaring lemas di atas tempat tidur. “Walau sulit bergerak, tapi saya gembira merayakan 40 tahun perkawinan kami. Tuhan yang mempersatukan kami tetap memelihara cinta dan kesetiaan kami,” kata Clothilde dengan terbata-bata.

Kuasa Tuhan
Martin yakin, berkat kuasa Tuhan, segala usaha panjang pengobatan tersebut berhasil. Pengalaman tersebut kian menggemburkan iman mereka bahwa bagi Tuhan tak ada yang mustahil. Sementara Clothilde mengatakan, cinta, perhatian, dan kebaikan Martin adalah “obat” lain yang menyembuhkannya.

Dia yakin, di samping obat medis, kesetiaan Martin yang senantiasa berada di sampingnya bagaikan tetesan obat yang membantu menyembuhkannya. “Derita saya yang berat tak mengurangkan cinta Martin kepada saya. Malahan, dia semakin mengasihi saya. Karena prinsip kami adalah, dalam suka dan derita tetap saling mencintai dan setia. Dan, ini membantu menyembuhkan saya,” katanya.

Ungkapan syukur itu Martin wujudkan melalui pengabdian kepada Paroki St Ignasius Krapyak, Keuskupan Agung Semarang. Martin menjadi prodiakon. Secara rutin dia mengantar Sakramen Maha Kudus kepada orang-orang sakit. Dia juga memberikan pendampingan bagi umat dalam program penyegaran karakter. “Saya akan tetap melayani umat walau sudah berusia 70 tahun. Saya memang sudah tua tetapi semangat pelayanan belum tua,” ujarnya.

Hermin Bere

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here