Teater Driyarkara TERA : Membumikan Filsafat Main Teater

199
Gembira: Anggota Teater Driyarkara bersama Ketua STF Driyarkara, RD Simon Petrus Lili Tjahjadi, usai pementasan Calon Arang di Goethe Institute.
[NN/Dok.TERA]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Teater Driyarkara (TERA) melihat teater sebagai sarana mengasah mental dan kepercayaan diri, kepekaan sosial dan kepedulian terhadap alam. Teater juga sebagai wadah mengkonkretkan ide-ide filsafat.

Hening, kampus Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara yang berada di Cempaka Putih Indah 100A, Jembatan Serong, Rawasari Jakarta, pagi itu. Hanya seorang satpam kampus, terlihat duduk sendirian di pos jaga. Sementara tak seorang pun dosen atau mahasiswa kelihatan di halaman atau lorong-lorong kampus. “Beginilah suasana kalau sedang kuliah. Semuanya pasti ada di ruang kuliah,” cerita Ketua Teater Driyarkara periode 2013/2014, Aura A. Asmaradana, saat ditemui HIDUP di kampus STF Driyarkara, Selasa, 6/5.

Aura membuka cerita tentang Teater Driyarkara yang berdiri pada 1980-an. “Teater itu induk dari segala seni, seorang anggota teater itu harus disiplin, sehingga ia benar-benar menguasai teater yang sesungguhnya,” demikian dikatakan mahasiswi angkatan 2011 ini.

Tidak seperti kelompok teater pada umumnya –jadwal latihan yang teratur dan disiplin– Kelompok Teater Driyarkara yang didominasi para frater atau calon imam ini memiliki gaya dan model latihan yang cukup unik. Keunikan itu terletak pada penyesuaian waktu latihan dengan jadwal kegiatan komunitas masing-masing para frater.

“Kami tidak memiliki jadwal latihan khusus. Dulu sempat mengadakan latihan khusus setiap hari Kamis, seperti latihan vokal, imajinasi, dll. Namun, itu tidak bertahan lama karena lebih sering berbenturan dengan kegiatan komunitas atau biara masing-masing para frater,” cerita Aura. Lebih lanjut,ia menjelaskan, untuk menyiasati kurangnya waktu latihan dan tidak teraturnya latihan ini, mereka mengadakan nonton bareng film dokumenter, juga film tentang teater. Demikian juga, mereka mengadakan diskusi-diskusi kecil seputar naskah yang akan dipentaskan. Untuk mematangkan pengetahuan teater, komunitas ini bekerja sama dengan kelompok teater lain dalam diskusi dan pementasan. Misal, bersama kelompok Teater Nalar, mereka mendiskusikan ide-ide sebuah pementasan, teknik-teknik dasar dalam berteater, tata panggung, tata lampu, cara menggunakan properti drama, dll. “Langkah ini sangat memberi manfaat bagi anggota TERA, dalam mempersiapkan sebuah pementasan,” jelas gadis kelahiran Bandung, 15 September 1993.

Percaya Diri
“Saya bangga menjadi anggota teater. Banyak hal yang saya dapatkan dari teater ini. Misal, pengetahuan teater. Dan, melalui teater saya menjadi lebih percaya diri tampil di depan umum,” Fr Aloysius Loe Laku CICM mensharingkan pengalamannya.

Frater kelahiran Fatubesi-Timor ini menjelaskan, para frater CICM seangkatannya diharuskan oleh Formator, RP Jhon Peyuk CICM untuk terlibat dalam teater. Tujuannya untuk melatih kepercayaan diri tampil di depan umum. Bagi Frater Aloysius, pengetahuan teater akan sangat berguna bagi seorang calon imam. Melalui teater, mental ditempa, emosi, kepekaan dan kepedulian pun ikut dibina. Ini penting untuk bekal penggembalaan seorang imam.

Senada, Fr Tino OFM mengungkapkan, keuntungan utama yang ia dapat adalah rasa percaya diri untuk tampil. “Sekarang, rasa malu untuk tampil di depan umum itu sudah berkurang,” jelas mahasiswa STF Semester IV ini.

Pementasan Rutin
Waktu latihan terbatas. Tetapi, TERA konsisten pentas dua kali setiap tahun. Pementasan ini dijadwalkan pada saat ulang tahun STF Driyarkara dan pada Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober. Pementasan Dies Natalis biasanya berlangsung di kampus. Tetapi, kadang di gedung pertunjukan di Jakarta. Menyambut Dies Natalis ke-45 STF Driyarkara, pada 21-22 Februari 2014, TERA mementaskan lakon Calon Arang di Goethe Institute, Pusat Kebudayaan Jerman, Menteng, Jakarta Pusat. Sedangkan pada hari Sumpah Pemuda, TERA biasanya mementaskan opening art di Bundaran HI atau di depan gedung Sumpah Pemuda. Oktober tahun lalu, TERA juga mempersembahkan street performance. Bersama kelompok Seni Rupa dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, TERA mementaskan teater jalanan di Jalan Jaksa.

TERA punya cita-cita membumikan gagasan-gagasan filsafat. Aura berharap, selama kepemimpinannya, sebanyak mungkin gagasan filsafat dibumikan. “Kerinduan saya, TERA punya bentuk dan gaya tersendiri dalam berteater. Karena ini kampus filsafat, mestinya naskah-naskah yang dipentaskan adalah naskah-naskah filsafat,” ujar Aura.

Namun, nyatanya kekhasan itu belum nampak. Bahkan, TERA tidak punya sutradara tetap, karena setiap tahun berganti. Gaya yang diterapkan oleh masing-masing sutradara pasti berbeda. Tetapi, apapun penilaian atas kelompok teater ini, banyak manfaat yang ditimba oleh para anggota. Mantan ketua TERA, Fr Asep Cahyono OFM, berharap TERA semakin aktif mementaskan apapun dan di manapun. Ia beralasan, “Lewat teater, semua ide dapat menjadi pertunjukan yang mengasyikan dan menyenangkan banyak orang.”

Norben Syukur

HIDUP NO.20, 18 Mei 2014

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here