Teresa Maria Ineke Turangan : Menghidupkan Pesona Janur

483
Ineke Turangan dengan seorang model yang mengenakan gaun karyanya dalam acara Postmo Ecodecor.
[NN/Dok.Pribadi]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Beragam fungsi dimiliki “janur” dalam beragam budaya di Indonesia. Ineke bermimpi masyarakat Indonesia akan mencintai janur seperti dirinya.

Sebuah gaun yang dipajang di Pameran Fleuramour di Belgia beberapa waktu lalu, sontak menarik mata setiap pengunjung. Lebih dalam melihat, pengunjung menemukan untaian janur, bunga sungsang, daun pandanus, dan beberapa kuntum bunga aster berwarna oranye. Bahan-bahan itu teruntai indah menjadi sebuah gaun one shoulder.

Gaun karya Teresa Maria Ineke Turang an itu menjadi satu dari ratusan koleksi yang dipamerkan di salah satu event mode terbesar di Belgia itu. Dari Indonesia, Ineke membawa janur dan aneka bunga khas nusantara itu.

Malang melintang dalam dunia mode, khususnya dalam merancang aneka gaun, belakangan Ineke jatuh hati pada kekayaan hayati Indonesia. Ia pun mulai merangkai bunga, tanaman-tanaman, dan terutama janur. Dari tangannya pun dapat dihasilkan sebuah karya mode. Selain gaun, ia pun membuat dekorasi dengan tanaman-tanaman itu.

Memilih Janur
Sekitar 10 tahun, Ineke menjalani peran sebagai perancang gaun. Profesi ini ia lakoni setelah tamat dari Paris Academy School of Fashion, London, Inggris. Ia mengungkapkan, keterampilannya melipat, mengiris, memotong, dan menganyam janur dan tanaman lain menjadi karya bernilai seni tinggi, memang tidak terlepas dari karya dan kesehariannya.

Saban hari, Ineke bergelut dengan dunia floral design, baik untuk dekorasi maupun sekadar buket bunga kiriman. Berbeda dari karya florist pada umumnya, ibu dua putra ini selalu berusaha menyelipkan janur dan tanaman hijau dalam desainnya. “Dalam setiap karya, saya lebih menyukai tanaman dan bunga tropikal,” ujarnya.

Kecintaan Ineke pada bunga sudah ia retas sejak tahun 1999. Anehnya, ia justru merasa jenuh dan bosan pada bunga. Lagi, ia sadar, penggunaan bunga potong dalam jumlah besar untuk dekorasi, sangat tidak ramah lingkungan. “Kesadaran itu muncul seiring berjalannya waktu. Semakin lama bergelut dalam seni merangkai, saya menjadi lebih aware untuk menggunakan materi yang ramah lingkungan dengan meminimalisir bunga potong atau materi lain yang bisa membahayakan atau merugikan lingkungan.”

Kecintaan Ineke pada janur bermula saat ia kerap menyaksikan penggunaan daun kelapa muda itu, sebagai properti upacara adat di berbagai daerah di Indonesia. Ia menilai, janur paling dapat menjadi representasi Indonesia. Sejak itu, ia pun perlahan berpaling dari bunga. “Saya pikir janur ini memang daun biasa, tetapi teknik merangkainya yang
banyak sekali dan juga warisan leluhur. Itu yang membuatnya luar biasa. Apalagi sangat mudah mendapatkannya,” katanya.

Bagi Ineke, hanya butuh sedikit modifikasi dan polesan untuk membuat janur yang selalu dianggap tradisional menjadi modern. Tahun 2009, ia pun mulai mantap berpaling ke janur. Setiap desain dekorasi yang ia buat, selalu menampilkan janur sebagai “artis utama”. Jika biasanya janur yang digunakan adalah janur muda berwarna kuning, ia lebih memilih janur hijau. Ia menjelaskan, janur hijau lebih tahan lama.

Menurutnya, janur kuning begitu dipakai akan layu dan berubah warna menjadi coklat keesokan harinya. Sementara janur hijau bisa bertahan hingga beberapa minggu. Setelah kering, rangkaian janur itu pun dapat diwarnai selaras kepentingan dekorasi.

Ineke mengakui, ia juga harus berkompromi dengan keinginan klien. Ia masih memasukkan mawar dan lili dalam setiap desainnya. Ia mengakui, tak mudah mengkampanyekan kecintaan pada hayati nusantara. “Memang tidak mudah dan butuh waktu untuk mengubah pola pikir orang dan ada pedagang bunga potong yang juga harus kita pikirkan,” kata umat Paroki Cilandak Gereja St Stefanus, Jakarta Selatan ini.

Membutuhkan Proses
Adalah keliru menurut Ineke, apabila ada yang mengatakan merangkai bunga adalah pekerjaan mudah, “tinggal tancap saja”. Merangkai tanaman dan janur, termasuk bunga potong pun membutuhkan proses dan kadang ada filosofi di balik karya itu. Setiap proses ada tantangannya masing-masing. “Kadang keinginan klien berbeda dari prinsip-prinsip yang ada, tenggat waktu yang diberikan juga kerap tidak sebanding dengan kerumitan desain,” ungkapnya.

Ineke mengungkapkan, saat berhasil menemukan titik temu antara permintaan klien dengan prinsip yang ia anut, itulah momen menyenangkan baginya. Apalagi kalau klien menjadi puas dengan hasil karyanya.

Sejak tahun 2000, Ineke dipercaya menjadi koordinator dan dekorator penataan bunga di Istana Negara, khususnya untuk upacara Peringatan Kemerdekaan. Ia gembira, kesempatan ini menjadi juga promosi bagi janur nusantara. Namun, ia juga mengakui, tanaman-tanaman yang ada di Indonesia memiliki nilai eksotis yang tinggi. “Tanaman di Indonesia, tidak diapa-apakan pun dapat tumbuh sendiri.”

Ineke mengakui beberapa hotel ternama di Indonesia sudah punya perhatian khusus pada eco-design dalam dekorasinya. Namun, ia mengungkapkan, mereka cenderung menggunakan jasa desainer dari luar negeri.

Lebih Populer
Mengajak orang untuk kembali ke janur, bagi Ineke bukan perkara mudah. Karena belum banyak penggunaan janur dalam dekorasi modern, ia merasa perlu untuk melakukan sosialisasi. “Maksudnya adalah agar orang tahu bahwa janur itu tidak sebatas hanya untuk acara pernikahan.”

Keinginannya untuk mempopulerkan janur mendorongnya menulis buku. Ineke juga sekolah informal yang secara khusus mengajarkan teknik merangkai bunga dan janur. Ia mengingat, saat pertama kali menawarkan bukunya kepada penerbit, mereka tak satu pun yang mau menerima. Penerbit beralasan, topik tentang janur tidak laku dijual. “Padahal yang saya bahas sama sekali bukan itu. Saya mencoba membawa janur secara modern dan kebutuhannya bukan hanya untuk kawinan,” katanya menerangkan.

Ineke lalu berupaya menerbitkan bukunya secara mandiri. Ia berharap janur akan lebih popular dan punya kelas yang lebih tinggi. Ia bermimpi masyarakat Indonesia akan menyukai janur seperti dirinya. Ini juga yang mendorongnya untuk menerbitkan buku dalam dua bahasa. “Kalau nanti pembaca di luar sudah ‘mengiyakan’, baru kita akan ‘mengekor’, begitu ia meyakini.

Ineke mengusulkan, akan lebih baik kalau seni melipat dan merangkai dimasukkan juga dalam kurikulum SMA/SMK. Ia ingin, seni merangkai janur tidak dikerjakan hanya sebagai hobi. “Saya berharap ini bisa menjadi mata pelajaran atau mata kuliah dan menjadi pilihan profesi yang diminati kelak, ungkapnya.”

Teresa Maria Ineke Turangan

Tempat, Tanggal Lahir :
• Manado, 31 Agustus 1963

Publikasi :
• International Floral Annual Art 2007 dan 2008, Belgia
• World Artist article in Fleur Kreatif Flower & Magazine USA
• Rangkaian Bungan Nuansa Etnik; Warna-Warni Rangkaian Bunga; Janur: Intriducing Tradition inti Modern Style

Pendidikan :
• Asosiasi Bunga Indonesia (ASBINDO)
• Ikatan Perangkai Bunga Indonesia (IPBI)
• Floral Designer of Singapore Society (FDSS)
• Dutch Creation

Hermina Wulohering

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here