Laikalisasi Laki-laki

967
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Mayoritas imam meminta dispensasi lantaran tersandung persoalan selibat. Menjaga dan merawat hidup rohani itu penting selain bekerja.

Dalam keadaan gawat darurat, imam manapun, meski tidak memiliki kewenangan untuk menerima pengakuan, dapat mengampuni secara sah dan halal peniten manapun yang berada dalam bahaya mati dari segala hukuman dan dosa, meskipun hadir juga seorang imam lain yang telah mendapat persetujuan. (KHK No. 976). Dengan ini Gereja mengakui tanda rohani yang tak terhapuskan yang diterima imam pada saat ia ditahbiskan – walau sekarang ia telah kembali ke status awam.

Patut diingat pula bahwa jika imam yang telah kembali ke status awam memutuskan untuk kembali aktif dalam karya pastoral, dia tidak akan ditahbiskan lagi. Melainkan, dia harus mohon izin dari Bapa Suci dan memenuhi segala ketentuan yang diwajibkan uskup atau otoritas Gereja (KHK No. 293).

Bahkan jika seorang imam meninggalkan karya pastoral aktifnya tanpa izin yang pantas dan tanpa proses laikalisasi, dia juga masih memiliki tanda sakramental Sakramen Tahbisan. Dia pun dapat secara sah menyampaikan absolusi atas dosa dalam keadaan gawat darurat.

Laikalisasi diputuskan oleh Bapa Suci dengan bantuan dewan penasihatnya. Bergantung pada pelanggaran yang dilakukan, dewan yang berbeda menangani pelanggaran tertentu yang dilakukan oleh klerus. Namun, pada akhirnya tetap paus yang melalui keputusan resmi menyatakan seorang imam dilaikalisasi atau tidak. Tentu saja, keputusan ini diambil dengan rekomendasi dan partisipasi dari uskup setempat.

Antara 2004-2014 Takhta Suci telah melaikalisasi 848 imam terkait pelecehan seksual terhadap anak-anak.

Dokumen dispensasi
Dokumen permohonan dispensasi dari kewajiban-kewajiban imamat, termasuk selibat bagi imam diosesan terdiri dari 21 butir, antara lain surat penyampaian atau pengajuan kepada Nunsius Apostolik/Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, surat penyampaian atau pengajuan kepada Prefek Kongregasi Evangelisasi Bangsa-bangsa, wawancara, testimoni rekan imam, pendapat (votum) uskup.

Dokumen permohonan dispensasi dari kewajiban-kewajiban imamat, termasuk selibat bagi imam diosesan terdiri dari 23 butir, antara lain surat penyampaian atau pengajuan kepada provinsial, surat permohonan kepada Bapa Suci, wawancara, testimoni rekan imam, pendapat (votum) uskup diosesan, votum provinsial.

Usia rawan
Secara umum, para imam menanggalkan imamat ketika memasuki usia tahbisan 0 – 15 tahun.

Tantangan terbesar
Jumlah imam yang memohon dispensasi rata-rata tersandung persoalan selibat.

Pemicu Persoalan
Ada ikatan emosional yang terjalin ketika perempuan terlalu memberikan perhatian berlebihan kepada imam. Atau pun sebaliknya.

Penyulut masalah
•- Ada imam keluar karena penolakan dari pihak-pihak tertentu.
•- Medan pelayanan yang sulit.
•- Berjuang sendirian.
•- Tak ada dukungan dari umat atau pimpinan terhadap karya yang dibuat.

Perisai mempertahankan imamat
– Menjaga dan merawat hidup rohani.
•- Mengembangkan karya pelayanan

Tiga bentuk putusan sehingga seorang imam kehilangan status klerikal
– Tahbisan suci
– Sekali diterima dengan sah
– Tak pernah menjadi tidak sah

Seorang klerikus kehilangan status klerikal karena
1. Putusan pengadilan atau dekret administratif yang menyatakan tidak sahnya tahbisan suci.
2. Hukuman pemecatan yang dijatuhkan secara legitim.
3. Reskrip Takhta Apostolik; tetapi reskrip itu diberi oleh Takhta Apostolik bagi para diakon hanya karena alasan-alasan yang berat dan bagi para imam hanya karena alasanalasan yang sangat berat.

Sumber AP, Huffington Post, NY Post, hasil wawancara dengan Pastor Dominikus I Gusti Bagus Kusumawanta dan Pastor Johanis Mangkey MSC, Kitab Hukum Kanonik.

Yanuari Marwanto, Hermina Wulohering

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here